Minggu, 23 Mei 2010 15:07 WIB
JAKARTA--MI: Jaminan keamanan pengangkutan hasil produksi minyak dan gas bumi (migas) melalui jalur laut menjadi syarat penting mencapai target produksi migas nasional. Di sisi lain, beban pengamanan wilayah kerja migas lepas pantai akan bertambah berat seiring berpindahnya fokus eksplorasi ke wilayah pantai dan laut dalam akibat menipisnya cadangan migas di daratan Indonesia.
JAKARTA--MI: Jaminan keamanan pengangkutan hasil produksi minyak dan gas bumi (migas) melalui jalur laut menjadi syarat penting mencapai target produksi migas nasional. Di sisi lain, beban pengamanan wilayah kerja migas lepas pantai akan bertambah berat seiring berpindahnya fokus eksplorasi ke wilayah pantai dan laut dalam akibat menipisnya cadangan migas di daratan Indonesia.
Untuk menjamin kelancaran operasi migas, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menjalin kerjasama pengamanan dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). Hal itu diwujudkan melalui perpanjangan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) tentang pengamanan dan pengawasan fasilitas industri hulu migas di lepas pantai.
"Pengamanan dan pengawasan fasilitas migas di lepas pantai, khususnya yang berada di daerah perbatasan dengan negara tetangga akan ditingkatkan," ujar Kepala BP Migas, R Priyono dalam siaran pers BP Migas, di Jakarta, Minggu (23/5). Penandatanganan perpanjangan MoU dengan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Agus Suhartono dilakukan di atas kapal perang KRI Makassar-590 saat berlayar di Selat Malaka, Jumat (21/5) lalu.
Menurut Priyono, kendala dan gangguan selalu muncul di lapangan. Ia mencontohkan adanya pemotongan platform di daerah operasi Pertamina Hulu Energi Offsore North West Java (ONWJ) di perairan Cirebon, yang dapat diatasi aparat keamanan TNI Angkatan Laut, beberapa waktu lalu. "Selain itu, peningkatan keamanan diperlukan mengingat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang beroperasi di lepas pantai akan terus bertambah di masa yang akan datang. Cadangan migas di darat makin menipis, wilayah kerja akan lebih banyak di lepas pantai, khususnya laut dalam," ujarnya.
Saat ini, terdapat 24 KKKS offshore (lepas pantai) yang sudah produksi, tersebar mulai dari perairan Aceh sampai dengan Papua. Tingkat kerawanan akan semakin meningkat untuk KKKS yang wilayah kerjanya berada di perbatasan laut dengan negara lain, seperti Ambalat, Natuna, dan perairan Timor.
"Potensi sengketa perbatasan cukup tinggi. Apalagi, industri migas memiliki nilai strategis," kata Priyono. Dia menjelaskan, gangguan keamanan seperti pencurian peralatan operasi maupun pelanggaran batas pengambilan ikan oleh nelayan asing maupun tradisional, dapat menghambat kegiatan operasi. "Terganggunya operasional yang mengakibatkan turunnya produksi akan menimbulkan kerugian yang cukup besar," katanya. Sementara, Marsekal TNI Agus Suhartono mengatakan, pihaknya akan mendukung BPMIGAS untuk menghindari terjadinya teror ataupun sabotase terhadap fasilitas migas di lepas pantai. "Kami juga akan membantu pemetaan fasilitas industri hulu migas, mengamankan kegiatan survei, serta menetralisasi ranjau pada wilayah kerja migas di laut lepas," katanya.
Selain itu, tambah Agus, TNI Angkatan Laut akan memberikan pelatihan untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang pengamanan, serta saling tukar informasi melalui penempatan personel (liason officer). "TNI Angkatan Laut berkomitmen membantu mengawal serta mengamankan sarana dan prasarana kegiatan hulu migas," ujar Agus. MoU ini akan berlaku selama lima tahun hingga 2015, serta dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kesepakatan. MoU pertama ditandatangani pada Mei 2005 lalu. (Jaz/OL-02)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar