Rabu, 05 Mei 2010

Tak Semua Informasi Bisa Diakses Publik

Bali Post
Kementerian pertahanan dan Mabes TNI bergerak cepat untuk merespon pemberlakuan UU 40/2008 tentang keterbukaan informasi public (KIP). Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal I wayan Midhio menyatakan sudah mengumpulkan seluruh pejabat eselon III hingga eselon I terkait dengan aplikasi UU itu.

Kami sudah meminta agar ketua Komisi Informasi Pusat, Alamsyah Siregar memberikan pembekalan langsung. Hasilnya sangat positif, ujar wayan kepada Jawa Post, kemarin (4/5).

Kementerian Pertahanan juga sudah menyusun standar overating procedure (SOP) bagi pejabat di lingkungan kementerian pertahanan agar lebih terbuka kepada masyarakat.

Menurut mantan atase pertahanan KBRI di India itu, ada beberapa informasi yang tidak boleh diberikan kepada masyarakat. Kami mengacu pada pasal 17 UU itu. Yakni, segala informasi yang membahayakan pertahanan dan keamanan Negara tidak boleh diberikan kepada masyarakat.

Wayan mencontohkan, hal-hal yang tidak boleh diakses warga meliputi data pangkalan tempur, spesifikasi alat tempur dan kekuatan pasukan TNI. Misalnya, kami mau memberi sukhoi. Pembelian itu kami umumkan. Tapi, apa saja kemampuan sukhoi yang kami beli tidak akan kami jabarkan kepada publik, ungkap mantan Komandan Kodim Kalteng itu.

Terkait dengan belanja personel dan pengadaan barang, kementerian Pertahanan akan lebih selektif. Termasuk, informasi intelijen dan strategi atau gelar pasukan tak bias di akses public, kata jenderal berbintang satu tersebut.

Senada dengan wayan, kepala pusat penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Aslizar Tanjung menjelaskan, TNI dari tingkat markas besar hingga koramil (Kecamatan) siap mengaplikasikan UU KIP. Sudah ada surat keputusan Panglima dan Telegram Rahasia terkait dengan pelaksanaan aturan itu, tutur Aslizar kemarin.

Data-data sensitive yang membahayakan pertahanan Negara juga sudah diklasifikasikan. Misalnya, kekuatan sebuah kodam tidak bias dijabarkan secara detail. Pasal 17 itu koridor yang kami pegang teguh untuk melaksanakan UU KIP, kata mantan Wakil Irjen TNI tersebut.

Namun, menurut direktur eksekutif lembaga studi pertahanan dan strategi Indonesia Rizal Darmaputra, pasal 17 UU KIP justru menjadi hambatan bagi keterbukaan informasi. Pasal itu harus diamandemen atau minimal diperjelas lagi, ujar Rizal.

Dia mencontohkan public berhal tahu soal anggaran belanja Negara yang digunakan untuk membeli persenjataan. Misalnya beli barang dari Tiongkok. Kalau tidak diumumkan spedifikasinya, bagaimana jika kualitasnya tidak sesuai? Yang merugi pemerintah sendiri, papar dia.

Megister Politik UI itu menilai, meskipun otoritas TNI tidak bersedia membeber persenjataannya, public atau lawan bias mencarinya disumber lain. Misalnya, ada laporan kepala dari Internasional Institute for Strategic Studies di London yang merinci apa saja persenjataan sebuah Negara termasuk Indonesia, uncap dia.

Rizal mencontohkan, silang sengkarut harga panser VAB yang dibeli dari Prancis beberapa waktu lalu disebabkan gagalnya TNi mengkomunikasikan alokasi anggaran. Pasal 17 itu jangan menghambat masyarakat didalam mengawasi transparansi dan reformasi militer, ucap dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog