09 Mei 2010 Surat Pembaca
Polri pada akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan dari media masa. Dari Markus atau makelar kasus sampai revitalisasi di tubuh Polri. Semua itu seakan-akan membuat para petinggi lembaga penegak hukum itu mengelus dada. Namun demikian seakan-akan belum ada yang bisa mengalahkan Polri dalam berbagai kasus yang menimpanya.
Polri pada akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan dari media masa. Dari Markus atau makelar kasus sampai revitalisasi di tubuh Polri. Semua itu seakan-akan membuat para petinggi lembaga penegak hukum itu mengelus dada. Namun demikian seakan-akan belum ada yang bisa mengalahkan Polri dalam berbagai kasus yang menimpanya.
Tengok saja perseteruan antara KPK dan Polri beberapa saat lalu, walaupun sudah termakan waktu tapi berita mengenai penahanan petinggi KPK karena terbukti bekerja melampaui tugas wewenang aparat, masih hangat di telinga masyarakat. Berbicara mengenai tugas dan wewenang Polri, tentu saja sudah kita ketahui selaku masyarakat. Polri adalah pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Polisi yang kosekuen dengan amanatnya akan menjalankan hal tersebut.
Polisi yang tentu saja hanya manusia biasa di samping kelebihan dan kekurangannya, inilah yang bisa membuat citra kepolisian menjadi baik atau sebaliknya. Terpisahnya kepolisian dengan ABRI selepas Orde Baru menjadi lembaga tersendiri, membuat dampak yang signifikan di dalamnya. Masalah adanya oknum anggota Polri yang melakukan suatu ”kegiatan” kejahatan, misalnya.
Hal ini membuat oknum tersebut harus disidangkan di sebuah peradilan sipil atau oleh instansinya sendiri (provost). Peradilan di dalam instansinya sendiri itulah yang menyebabkan peradilan itu tidak merdeka, karena akan terjadi nepotisme. Lain halnya jika ada anggota TNI yang melakukan kejahatan, dia akan dimejahijaukan di peradilan militer. Penyidangan tentang kejahatan anggota TNI tersebut akan dilakukan oleh Polisi Militer. Dengan kondisi demikian, kepolisian seakan tidak ”terlihat” takut dengan lembaga lain.
Termasuk wewenang Polisi Militer yang hanya bisa menyidang di peradilan militer jika ada anggota TNI yang melakukan kejahatan, tetapi tidak oknum Polri karena ada peradilan di instansinya sendiri. Saat ini merupakan waktu yang tepat dengan adanya beberapa hantaman di tubuh Polri, untuk merekonstruksi kembali beberapa aturan tentang perlunya lembaga lain yang membatasi tugasnya. Adanya peradilan militer jika ada tindak kejahatan oleh oknum polisi akan membantu kestabilan lembaga Polri di mata masyarakat.
Instansi yang bekerja di peradilan militer untuk penanganan oknum Polri yang terlibat kejahatan adalah Polisi Militer. Peradilan sipil yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika untuk memejahijaukan aparat bersenjata. Peradilan sipil adalah bagi masyarakat sipil, sedang peradilan militer untuk lembaga kemiliteran termasuk Polri. Ketentuan mengenai peradilan militer akan membuat ketentuan peradilan di lembaga Polri lebih objektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar