KRI Sutanto saat ikut dalam latihan perang TNI AL. Kapal ini ikut mengawal NKRI termasuk pulau- pulau di NTT
Minggu, 16 Mei 2010 22:54 WIB
(Pos Kupang). KRI Sutanto terlihat berlabuh sendirian di Markas Komando Pangkalan Utama TNI-AL (Lantamal) VII/Kupang di Bolok, sekitar 15 km barat ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (29/3/2010). Kapal perang berukuran sedang ini tengah "opname" sambil menunggu pelaksanaan Operasi Arung Hiu 2010 di wilayah timur Indonesia. "Kita punya KRI Weling berbasis di Lantamal Kupang, namun saat ini sedang bertugas di tempat lain," kata Kepala Bagian Penerangan Lantamal VII/Kupang Mayor (KH) Abdul Rohim di Markas Komando Lantamal VII/Kupang.
Minggu, 16 Mei 2010 22:54 WIB
(Pos Kupang). KRI Sutanto terlihat berlabuh sendirian di Markas Komando Pangkalan Utama TNI-AL (Lantamal) VII/Kupang di Bolok, sekitar 15 km barat ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (29/3/2010). Kapal perang berukuran sedang ini tengah "opname" sambil menunggu pelaksanaan Operasi Arung Hiu 2010 di wilayah timur Indonesia. "Kita punya KRI Weling berbasis di Lantamal Kupang, namun saat ini sedang bertugas di tempat lain," kata Kepala Bagian Penerangan Lantamal VII/Kupang Mayor (KH) Abdul Rohim di Markas Komando Lantamal VII/Kupang.
Wilayah operasi Lantamal VII/Kupang tidak hanya di wilayah NTT, tetapi juga di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Maluku Tenggara. "Wilayah operasional kita sangat luas, tetapi minim sekali dengan armada pendukung operasional seperti kapal perang untuk memantau pulau-pulau terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan Timor Leste maupun Australia," katanya.Lantamal VII/Kupang masih memiliki lagi sebuah Kapal Angkatan Laut (KAL) Kembang, namun daya jelajahnya hanya sampai sekitar 40 mil sehingga tidak bisa menjangkau pulau terluar seperti Pulau Batek di wilayah Amfoang Utara, Kabupaten Kupang, yang berbatasan langsung dengan Oecusse, wilayah kantung (enclave) Timor Leste. Pulau kecil yang terletak di bibir pantai Oepoli, wilayah Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang itu, sempat diklaim oleh Timor Leste sebagai bagian dari teritorinya, karena letaknya cukup dekat dengan Oecusse.Indonesia tetap mengklaim bahwa pulau tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kepulauan nusantara, karena di sana sudah dibangun sebuah mercusuar jauh sebelum Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia pada 1976. 1
Langkah diplomasi ini kemudian disusul dengan latihan perang TNI-AL di wilayah kepulauan tersebut beberapa tahun lalu sehingga membuat gerah Ramos Horta yang ketika itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri Timor Leste. TNI-AD langsung menerjunkan pasukannya untuk menjaga pulau tersebut dengan mengambil personel organik dari Batalyon Infanteri (Yonif) 743/Pradnya Samapta Yudha (PSY), pasukan organik milik Korem 161/Wirasakti Kupang, NTT.Ketika wilayah keamanan perbatasan NTT-Timor Leste diserahkan sepenuhnya kepada Yonif 744/Satya Yudha Bhakti (SYB), juga pasukan organik dari Korem 161/Wirasakti Kupang, pasukan organik dari Yonif 743/PSY ditarik semuanya dari pulau-pulau terluar.
Ndana dan Manggudu
Selain Pulau Batek, pulau terluar lainnya di NTT adalah Pulau Ndana di Rote Ndao yang berbatasan langsung dengan Australia, serta Pulau Manggudu di bagian selatan Sumba Timur, juga berbatasan langsung dengan Australia. Kedua pulau ini sempat dikelola oleh pengusaha dari Australia sebagai objek wisata. Modus operandi yang mereka gunakan adalah mengawini putri tuan tanah setempat, kemudian perlahan-lahan menguasai wilayah kepulauan terluar itu.
Namun, bisnis pariwisata di kedua pulau terluar itu langsung berhenti total ketika TNI-AD menerjunkan personelnya untuk menjaga kedaulatan NKRI dari upaya pengambilalihan pihak asing secara diam-diam. "Untuk beroperasi ke pulau-pulau terluar dan wilayah perairan perbatasan antara Indonesia-Australia dan Timor Leste, masih jarang dilakukan karena terbentur dengan minimnya sarana pendukung operasional seperti kapal perang untuk patroli," ujar Abdul Rohim.
Menurut dia, KAL Kembang, misalnya, hanya mampu menjangkau Pulau Rote di selatan Indonesia yang berjarak sekitar 40 mil dari Kupang. Sedang, pulau-pulau terluar lainnya masih sulit dijangkau, apalagi melakukan operasi pengamanan di wilayah perbatasan RI-Australia. "Para nelayan kita sering mengeluh dengan ulah patroli AL Australia yang menangkap mereka dalam wilayah perairan kita. Kami belum bisa berbuat banyak untuk menjawab keluhan para nelayan kita," katanya.Markas Komando Lantamal VII/Kupang membawahi tiga Pangkalan TNI-AL (Lanal), yakni Lanal Maumere di Pulau Flores bagi tengah, Lanal Mataram di Nusa Tenggara Barat dan Lanal Rote di Kabupaten Rote Ndao.
Ketiga Lanal tersebut membawahi 24 Pos AL, yang menyebar mulai dari Maluku Tenggara, Kepulauan Alor, NTB dan beberapa tempat lainnya di wilayah NTT. Baik Lanal maupun Pos AL, juga tidak dilengkapi dengan sarana operasional yang memadai, sehingga upaya untuk menjaga wilayah perairan perbatasan serta pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, masih jauh dari harapan.Pos AL yang menyebar di berbagai pulau dalam wilayah operasional Lantamal VII/Kupang, juga masih menggunakan lampu pelita. "Memang ada genset, namun hanya digunakan pada saat mengirim laporan melalui radio atau faximile dari pos tersebut," ujar Abdul Rohim.
Sebagai seorang prajurit biasa, Abdul Rohim tidak berbicara banyak soal kekuatan armada yang harus dimiliki Lantamal VII/Kupang yang berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia, karena kewenangan tersebut berada di Mabes TNI."Wilayah operasional kita sangat luas, namun tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dalam menunjang kegiatan operasional di lapangan. Peralatan utama dan sistem persenjataan (Alustita) kita masih sangat terbatas untuk menjangkau pulau-pulau terluar dan wilayah perbatasan antara RI-Timor Leste dan Australia," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar