Banjarmasinpost.co.id - Jumat, 22 Oktober 2010 Dibaca 84 kali
DPR RI melalui Komisi I, Rabu (21/10) menyetujui penggelontoran dana Rp 50 triliun untuk menambah anggaran peremajaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI. Dana itu untuk memenuhi kebutuhan anggaran modernisasi alutsista rencana strategis (Renstra) Tahap I (2011-2014) yang totalnya memerlukan dana Rp 150 triliun. Sisanya akan dicicil dua anggaran ke depan alias menggunakan pola tahun jamak.
DPR RI melalui Komisi I, Rabu (21/10) menyetujui penggelontoran dana Rp 50 triliun untuk menambah anggaran peremajaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) TNI. Dana itu untuk memenuhi kebutuhan anggaran modernisasi alutsista rencana strategis (Renstra) Tahap I (2011-2014) yang totalnya memerlukan dana Rp 150 triliun. Sisanya akan dicicil dua anggaran ke depan alias menggunakan pola tahun jamak.
Sepintas, angka 50 triliun menjadi jumlah yang aduhai untuk dibelanjakan. Tetapi, bila itu untuk kepentingan persenjataan sebuah negara, maka dana sebesar itu bisa jadi satuan yang kecil. Apalagi, bila konteksnya dihubungkan dengan negara Indonesia yang terdiri dari wilayah kepulauan, maka strategi, sistem, persenjataan serta manusianya, memerlukan dukungan dana sangat besar. Sekadar perbandingan, pada pekan ini Kerajaan Saudi Arabia juga menambah anggarannya Rp 540 trilun untuk belanja senjata di Amerika.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro pernah mengatakan, untuk memenuhi kekuatan persenjataan pokok minimal saja, TNI memerlukan dana Rp 150 triliun. Artinya, masih diperlukan Rp 100 triliun lagi untuk mencapai standar minimal. Maka dengan dana yang belum cukup itu, TNI diharuskan pandai-pandai memilah senjata apa yang prioritas untuk dibeli. Data dari markas TNI menyebutkan, Indonesia segera membangun skuadron pesawat intai untuk mengamankan seluruh wilayah RI, terutama di perbatasan baik darat, laut maupun udara. Empat pesawat intai tanpa awak akan tiba pada 2011 dan ditempatkan di Pangkalan Udara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat.
Tentu masih banyak peralatan persenjataan yang diperlukan TNI, namun belum mampu terbeli. Ketika hubungan diplomatik RI-Malaysia memanas September lalu, muncul di media massa data tentang alat perang RI. Jenis tank, Indonesia hanya memiliki 350 unit, kalah dari Singapura 450 unit meski luas wilayah Indonesia hampir 3.000 kali lebih besar dari Singapura. Di Asia Tenggara, jumlah tank yang dimiliki TNI AD hanya berada di posisi keempat setelah Vietnam 1.935 unit, Thailand 848 unit, Singapura 450 unit. Tidak aneh, bila kemudian, anggota Komisi I DPR RI Ibas yang tak lain adalah putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan peralatan perang Indonesia tidak mampu menghadapi Malaysia, karena banyak yang sudah kuno.
Walau pernyataan itu kemudian memicu ketersinggungan banyak kalangan, namun itu sebuah gambaran bahwa Indonesia tidak siap menghadapi ancaman dari luar. Memang menyedihkan sekaligus mengerikan! Peralatan perang bagi sebuah negara tidak bisa dipungkiri menjadi barometer kekuatan negara itu sendiri. Peralatan perang memang bukan untuk mencari musuh, tetapi lebih untuk mempertahankan kedaulatan negara tersebut serta harga diri.
Apalagi seperti Indonesia yang secara geografis berada di peta strategis dan terbuka dengan negara kepulauan, maka sudah menjadi keperluan mutlak memiliki peralatan perang canggih baik di darat, udara apalagi laut. Jadi, jangan sampai ada lagi sindiran, bahwa armada laut RI, kalah cepat ketika mengusir kapal nelayan asing yang masuk perairan Indonesia, hanya karena kapal kita kalah canggih.
red: DhenySumber: Banjarmasin Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar