Tuesday, 19 October 2010
JAKARTA (SINDO) – Komitmen modernisasi alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai masih lemah. Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, lemahnya komitmen untuk melakukan modernisasi alutsista tersebut tergambar dengan jelas dalam rapat kerja antara pemerintah dengan Komisi I DPR ,Senin (18/10) lalu.
Seperti diberitakan, Kementerian Keuangan hanya menyanggupi menyediakan anggaran tambahan sebesar Rp2 triliun dari Rp11 triliun yang dibutuhkan Kementerian Pertahanan dan TNI untuk melaksanakan renstra tahap pertama mewujudkan kekuatan pokok minimum atau minimum essential force. “Komitmen untuk modernisasi alutsista masih lemah,” ujarnya di Jakarta kemarin. Jika pemerintah memiliki komitmen yang serius,ujar Jaleswari, seharusnya politik anggaran dapat mengimplementasikan arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang pentingnya pengembangan dan modernisasi alutsista TNI.
“Presiden telah menyatakan akan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk modernisasi. Tapi, pemerintah kan tidak hanya presiden, ada juga menteri terkait.Harusnya Menteri Keuangan dan Bappenas dapat mempersiapkan sumber-sumber keuangan untuk membiayai,” ujarnya. Namun Jaleswari mengingatkan, dengan besarnya anggaran pertahanan yang dikelola Kementerian Pertahanan dan TNI dibutuhkan efisiensi serta transparansi.“
Alokasi anggaran harus ada perencanaan yang matang dan harus dikaitkan dengan kebutuhan prioritas,”katanya. Sementara, usai membuka Rapat Koordinasi Kesehatan Kementerian Pertahanan dan TNI di Kantor Kemhan kemarin, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyampaikan, jika kekuatan pokok minimum tidak terpenuhi bisa dipastikan akan menimbulkan risiko terjadinya pelanggaranpelanggaran atas wilayah kedaulatan Indonesia.
Dia melanjutkan, negara di kawasan Pasifik seperti Selandia Baru secara perlahan sudah meningkatkan kekuatan pertahanan dalam rangka perimbangan kekuatan di kawasan.“Kita pun perlu meningkatkan kekuatan tersebut dalam rangka perimbangan kekuatan di kawasan.Apalagi wilayah kita sangat strategis. Dan kita pun sudah di bawah minimum 30%,”ujarnya. Namun Purnomo mengakui, di sisi yang berbeda ada kekhawatiran dari otoritas keuangan akan terjadi kenaikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Jadi,ada dua risiko di dua kutub yang berbeda. Satu risiko fiskal dua resiko kedaulatan.Tinggal hitung-hitungannya bagaimana kompromi itu bisa terjadi,” katanya. Sementara anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan mengatakan, penambahan atau pengurangan alokasi anggaran pada satu kementerian akan berdampak pada kementerian lainnya. Tetapi penguatan alutsista kita itu adalah kebutuhan, bahkan mutlak untuk saat ini.
“Tugas Menteri Keuangan-lah bagaimana menambahkan alokasi anggaran pertahanan sebagaimana diinginkan Kementerian Pertahanan dan didukung oleh Komisi I,”ujarnya. Namun,jika alokasi penambahan anggaran sektor pertahanan belum bisa dioptimalkan melalui kebijakan politik anggaran, perlu diformulasikan solusi lainnya. (pasti liberti)
JAKARTA (SINDO) – Komitmen modernisasi alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai masih lemah. Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, lemahnya komitmen untuk melakukan modernisasi alutsista tersebut tergambar dengan jelas dalam rapat kerja antara pemerintah dengan Komisi I DPR ,Senin (18/10) lalu.
Seperti diberitakan, Kementerian Keuangan hanya menyanggupi menyediakan anggaran tambahan sebesar Rp2 triliun dari Rp11 triliun yang dibutuhkan Kementerian Pertahanan dan TNI untuk melaksanakan renstra tahap pertama mewujudkan kekuatan pokok minimum atau minimum essential force. “Komitmen untuk modernisasi alutsista masih lemah,” ujarnya di Jakarta kemarin. Jika pemerintah memiliki komitmen yang serius,ujar Jaleswari, seharusnya politik anggaran dapat mengimplementasikan arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang pentingnya pengembangan dan modernisasi alutsista TNI.
“Presiden telah menyatakan akan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk modernisasi. Tapi, pemerintah kan tidak hanya presiden, ada juga menteri terkait.Harusnya Menteri Keuangan dan Bappenas dapat mempersiapkan sumber-sumber keuangan untuk membiayai,” ujarnya. Namun Jaleswari mengingatkan, dengan besarnya anggaran pertahanan yang dikelola Kementerian Pertahanan dan TNI dibutuhkan efisiensi serta transparansi.“
Alokasi anggaran harus ada perencanaan yang matang dan harus dikaitkan dengan kebutuhan prioritas,”katanya. Sementara, usai membuka Rapat Koordinasi Kesehatan Kementerian Pertahanan dan TNI di Kantor Kemhan kemarin, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyampaikan, jika kekuatan pokok minimum tidak terpenuhi bisa dipastikan akan menimbulkan risiko terjadinya pelanggaranpelanggaran atas wilayah kedaulatan Indonesia.
Dia melanjutkan, negara di kawasan Pasifik seperti Selandia Baru secara perlahan sudah meningkatkan kekuatan pertahanan dalam rangka perimbangan kekuatan di kawasan.“Kita pun perlu meningkatkan kekuatan tersebut dalam rangka perimbangan kekuatan di kawasan.Apalagi wilayah kita sangat strategis. Dan kita pun sudah di bawah minimum 30%,”ujarnya. Namun Purnomo mengakui, di sisi yang berbeda ada kekhawatiran dari otoritas keuangan akan terjadi kenaikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Jadi,ada dua risiko di dua kutub yang berbeda. Satu risiko fiskal dua resiko kedaulatan.Tinggal hitung-hitungannya bagaimana kompromi itu bisa terjadi,” katanya. Sementara anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan mengatakan, penambahan atau pengurangan alokasi anggaran pada satu kementerian akan berdampak pada kementerian lainnya. Tetapi penguatan alutsista kita itu adalah kebutuhan, bahkan mutlak untuk saat ini.
“Tugas Menteri Keuangan-lah bagaimana menambahkan alokasi anggaran pertahanan sebagaimana diinginkan Kementerian Pertahanan dan didukung oleh Komisi I,”ujarnya. Namun,jika alokasi penambahan anggaran sektor pertahanan belum bisa dioptimalkan melalui kebijakan politik anggaran, perlu diformulasikan solusi lainnya. (pasti liberti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar