Gianyar, Nusa Bali
Tidak banyak orang tahu bahwa Pura Bukit Darma Durga Kutri di Desa Pakraman Kutri, Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh Gianyar identik dengan tempat suci untuk pasupati senjata. Bahkan jajaran Kodam IX/Udayana juga melakukan pasupati senjata di Pura Bukit Darma Durga Kutri, pura tua warisan penguasa Kerajaan Bali Dwipa dari Dinasti Warmadewa.
Pasupati senjata itu biasanya dilakukan setiap momen HUT Kodam IX/Udayana atau hari-hari suci tertentu. Selain dipercaya bertuah untuk pasupati senjata, Pura Bukit Darma Kutri juga sering didatangi umat Hindu untuk nunas tirta pengelukatan(Pembersihan) Sudamala.
Menurut penuturan krama di sekitar Pura Bukit Darma Kutri, umat Hindu yang datang mohon tirta pengelukatan umumnya mereka yang merasa pikiran, tubuh, barang tertentu, rumah, pekarangan atau merajannya cemar (kotor secara niskala). Dibandingkan air suci di lain tempat, tirta Sudamala di Pura Bukit Darma Durga Kutri tergolong aneh. Tempatnya di belakang jejeran pelinggih Pura, tersembunyi dalam goa kecil.
Keanehan lainnya, tirta sudamala di Pura Bukit Darma Durga Kutri ini sama seperti air atau tirta umumnya. Namun jika diambil dan kemudian dikocok, maka warnanya akan langsung memutih. Sebagaimana keyakinan umat Hindu, putih adalah langbang kesucian.
Menurut Manggala Pura Bukit Darma Durga Kutri, I Wayan Windra, tirta sudamala ini paling sering dimohon oleh umat yang biasanya untuk melukat dan menyembuhkan penyakit setelah berobat baik di Balian/dukun maupun medis, Namun sifat tirta sudamala di Pura Bukit Darma Durga Kutri ini sangat pingit, karena lokasi medal (keluarnya) ada di dalam gook (goa kecil). Dengan demikian yang boleh mengambil tirta ini hanya jero mangku pura setempat, ”ungkap Wayan Windra kepada Nusa Bali.
Dijelaskan Wayan Windra, jajaran Kodam IX/Udayana juga biasanya menggelar pasupati senjata dan pataka di Pura Bukit Darma Durga Kutri. Wayan Windra yang pensiunan TNI berpangkat Letkol mengatakan, kegiatan ritual pasupati ini bertujuan untuk mengadakan pencerahan kepada prajurit TNI dan senjata.
Hal ini dikaitkan dengan nama Kodam Udayana yang memiliki latar belakang historis dan kebesaran nama Raja Udayana Warmadewa, penguasa Bali Dwipa di masa silam. Selain itu Universitas Udayana melalui perwakilan beberapa dosen dan mahasiswanya, juga melakukan gotong-royong penghijauan menanam pohon, dan medana punia di Pura Bukit Darma Durga Kutri. Makna kegiatan ini, kata Wayan Windra , karena nama universitas tersebut juga diambil dari kebesaran nama Raja Udayana Warmadewa.
Pura Bukit Darma Durga Kutri sendiri diyakini memiliki rencang (ular pendek) atau lelipi kendang (lu), yang berkepala dua, juga ada samong (macan) dan bojog putih (kera berbulu putih).
Keberadaan dan munculnya rencang duwe ini bisa dilihat secara sekala atau nyata maupun niskala oleh orang yang menguasai dunia gaib. Keangkeran dan keberadaan binatang duwe ini dibuktikan dengan perilaku pengendara mobil atau motor yang selalu membunyikan klakson jika lewat di depan pura Bukit Darma Durga Kutri saat malam hari.
Di Pura Bukit Darma Durga Kutri juga terdapat beberapa pohon tua, yang tidak ada yang mengetahui kapan tumbuhnya. Diantaranya, kayu jelema, yang dipercaya berkhasiat sebagai obat lumpuh. Salah satu pohon tersebut kaju jelema, karena getahnya seperti darah manusia,”jelas Wayan Windra.
Hanya saja keberadaan kayu jelema di Pura Bukit Darma Durga Kutri saat ini sulit ditemukan . Selain itu juga ada pohon pelase yang digunakan sebagai sarana upacara Nyekah, serta pohon pule untuk tapel atau tapakan.
Tidak banyak orang tahu bahwa Pura Bukit Darma Durga Kutri di Desa Pakraman Kutri, Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh Gianyar identik dengan tempat suci untuk pasupati senjata. Bahkan jajaran Kodam IX/Udayana juga melakukan pasupati senjata di Pura Bukit Darma Durga Kutri, pura tua warisan penguasa Kerajaan Bali Dwipa dari Dinasti Warmadewa.
Pasupati senjata itu biasanya dilakukan setiap momen HUT Kodam IX/Udayana atau hari-hari suci tertentu. Selain dipercaya bertuah untuk pasupati senjata, Pura Bukit Darma Kutri juga sering didatangi umat Hindu untuk nunas tirta pengelukatan(Pembersihan) Sudamala.
Menurut penuturan krama di sekitar Pura Bukit Darma Kutri, umat Hindu yang datang mohon tirta pengelukatan umumnya mereka yang merasa pikiran, tubuh, barang tertentu, rumah, pekarangan atau merajannya cemar (kotor secara niskala). Dibandingkan air suci di lain tempat, tirta Sudamala di Pura Bukit Darma Durga Kutri tergolong aneh. Tempatnya di belakang jejeran pelinggih Pura, tersembunyi dalam goa kecil.
Keanehan lainnya, tirta sudamala di Pura Bukit Darma Durga Kutri ini sama seperti air atau tirta umumnya. Namun jika diambil dan kemudian dikocok, maka warnanya akan langsung memutih. Sebagaimana keyakinan umat Hindu, putih adalah langbang kesucian.
Menurut Manggala Pura Bukit Darma Durga Kutri, I Wayan Windra, tirta sudamala ini paling sering dimohon oleh umat yang biasanya untuk melukat dan menyembuhkan penyakit setelah berobat baik di Balian/dukun maupun medis, Namun sifat tirta sudamala di Pura Bukit Darma Durga Kutri ini sangat pingit, karena lokasi medal (keluarnya) ada di dalam gook (goa kecil). Dengan demikian yang boleh mengambil tirta ini hanya jero mangku pura setempat, ”ungkap Wayan Windra kepada Nusa Bali.
Dijelaskan Wayan Windra, jajaran Kodam IX/Udayana juga biasanya menggelar pasupati senjata dan pataka di Pura Bukit Darma Durga Kutri. Wayan Windra yang pensiunan TNI berpangkat Letkol mengatakan, kegiatan ritual pasupati ini bertujuan untuk mengadakan pencerahan kepada prajurit TNI dan senjata.
Hal ini dikaitkan dengan nama Kodam Udayana yang memiliki latar belakang historis dan kebesaran nama Raja Udayana Warmadewa, penguasa Bali Dwipa di masa silam. Selain itu Universitas Udayana melalui perwakilan beberapa dosen dan mahasiswanya, juga melakukan gotong-royong penghijauan menanam pohon, dan medana punia di Pura Bukit Darma Durga Kutri. Makna kegiatan ini, kata Wayan Windra , karena nama universitas tersebut juga diambil dari kebesaran nama Raja Udayana Warmadewa.
Pura Bukit Darma Durga Kutri sendiri diyakini memiliki rencang (ular pendek) atau lelipi kendang (lu), yang berkepala dua, juga ada samong (macan) dan bojog putih (kera berbulu putih).
Keberadaan dan munculnya rencang duwe ini bisa dilihat secara sekala atau nyata maupun niskala oleh orang yang menguasai dunia gaib. Keangkeran dan keberadaan binatang duwe ini dibuktikan dengan perilaku pengendara mobil atau motor yang selalu membunyikan klakson jika lewat di depan pura Bukit Darma Durga Kutri saat malam hari.
Di Pura Bukit Darma Durga Kutri juga terdapat beberapa pohon tua, yang tidak ada yang mengetahui kapan tumbuhnya. Diantaranya, kayu jelema, yang dipercaya berkhasiat sebagai obat lumpuh. Salah satu pohon tersebut kaju jelema, karena getahnya seperti darah manusia,”jelas Wayan Windra.
Hanya saja keberadaan kayu jelema di Pura Bukit Darma Durga Kutri saat ini sulit ditemukan . Selain itu juga ada pohon pelase yang digunakan sebagai sarana upacara Nyekah, serta pohon pule untuk tapel atau tapakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar