Jakarta, Jawa Post
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Muladi berpendapat, hak pilih untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberikan pada 2019. Sebab, TNI masih harus pengawal proses regenerasi total kepemimpinan Nasional 2014.
Muladi mengatakan, pada 2014 mendatang, kepemimpinan nasional sudah akan berganti kepada generasi baru. Politisi lama sudah lengser, Biarlah TNI-Polri mengawal regenerasi total dulu dengan solid, baru 2019 harus diberikan hak pilihnya. Dibutuhkan untuk mengawal regenerasi total 2014. Jadi jangan dikasih dulu kesempatan hak pilih, ditunda sampai 2019, ” kata Muladi setelah membuka seminar di Gedung Lemhanas, Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan , TNI belum siap jika diberikan hak pilih pada 2014. Politik itu menghalalkan segala cara. PNS itu untuk mendapatkan jabatan dia ikut kampanye gubernur. Padahal kan nggak boleh. Kalau TNI dibikin begitu, bisa dar der dor di lapangan, ”ujarnya.
Soal hak pilih TNI, kata Muladi tidak bisa diserahkan kepada kehendak masyarakat ataupun internal TNI. Kalau di-polling pasti terpecah. Kalau ditanyakan ke TNI sendiri akan terpecah. Jadi ini suatu politic will yang tidak bisa diserahkan ke proses alamiah. Harus ada sikap dari pemerintah, ” katanya.
Di tempat yang sama, Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, pemberian hak pilih TNI sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah dan DPR. ” Itu bukan kewenangan TNI, tapi menjadi kewenangan presiden dan DPR untuk merumuskan UU,” katanya.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemberian hak pilih TNI membutuhkan proses, sebab dalam UU TNI tegas dinyatakan bahwa TNI harus netral. ”Jadi (dengan hak pilih) dikatakan dia sudah tidak netral, UU diubah dulu. Nah untuk mengubah UU itu harus mendengarkan suara stakeholder. Suara TNI sendiri bagaimana maunya. Ini perlu proses, ” kata Purnomo.
Sementara itu LSM, pemerhati hak asasi manusia Imparsial menilai, TNI saat ini belum siap mendapatkan kembali hak politiknya. Sebab, reformasi militer yang diharapkan terjadi di tubuh TNI belum selesai. ” Belum ada kepastian revisi tentang UU 31 tahun 1997 (tentang peradilan militer). Tanpa itu , sebainya hak pilih TNI tidak diberikan, ”kata Al Arag, direktur Program Imparsial, dalam keterangan pers di Jakarta kemarin.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Muladi berpendapat, hak pilih untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberikan pada 2019. Sebab, TNI masih harus pengawal proses regenerasi total kepemimpinan Nasional 2014.
Muladi mengatakan, pada 2014 mendatang, kepemimpinan nasional sudah akan berganti kepada generasi baru. Politisi lama sudah lengser, Biarlah TNI-Polri mengawal regenerasi total dulu dengan solid, baru 2019 harus diberikan hak pilihnya. Dibutuhkan untuk mengawal regenerasi total 2014. Jadi jangan dikasih dulu kesempatan hak pilih, ditunda sampai 2019, ” kata Muladi setelah membuka seminar di Gedung Lemhanas, Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan , TNI belum siap jika diberikan hak pilih pada 2014. Politik itu menghalalkan segala cara. PNS itu untuk mendapatkan jabatan dia ikut kampanye gubernur. Padahal kan nggak boleh. Kalau TNI dibikin begitu, bisa dar der dor di lapangan, ”ujarnya.
Soal hak pilih TNI, kata Muladi tidak bisa diserahkan kepada kehendak masyarakat ataupun internal TNI. Kalau di-polling pasti terpecah. Kalau ditanyakan ke TNI sendiri akan terpecah. Jadi ini suatu politic will yang tidak bisa diserahkan ke proses alamiah. Harus ada sikap dari pemerintah, ” katanya.
Di tempat yang sama, Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, pemberian hak pilih TNI sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah dan DPR. ” Itu bukan kewenangan TNI, tapi menjadi kewenangan presiden dan DPR untuk merumuskan UU,” katanya.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemberian hak pilih TNI membutuhkan proses, sebab dalam UU TNI tegas dinyatakan bahwa TNI harus netral. ”Jadi (dengan hak pilih) dikatakan dia sudah tidak netral, UU diubah dulu. Nah untuk mengubah UU itu harus mendengarkan suara stakeholder. Suara TNI sendiri bagaimana maunya. Ini perlu proses, ” kata Purnomo.
Sementara itu LSM, pemerhati hak asasi manusia Imparsial menilai, TNI saat ini belum siap mendapatkan kembali hak politiknya. Sebab, reformasi militer yang diharapkan terjadi di tubuh TNI belum selesai. ” Belum ada kepastian revisi tentang UU 31 tahun 1997 (tentang peradilan militer). Tanpa itu , sebainya hak pilih TNI tidak diberikan, ”kata Al Arag, direktur Program Imparsial, dalam keterangan pers di Jakarta kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar