Surat Pembaca, Bali Post
Saat ini dunia politik di Indonesia sedang Hot-hotnya membicarakan kasus video mesum oknum artis ternama di Indonesia, menenggelamkan isu wacana penggunaan hak pilih bagi prajurit TNI yang sejak pemilu 2004 tidak lagi ada hak politiknya.
Kalau kita amati, telah terjadi pro dan kontra tentang wacana penggunaan hak pilih TNI dalam pemilu mendatang. Masalahnya adalah kalau melarang prajurit TNI menggunakan hak pilihnya, itu sama saja melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai sila ke lima Pancasila.
TNI adalah alat negara untuk menjaga keamanan teritorial wilayah Indonesia, tentu fungsi tugasnya berbeda dengan alat negara lainnya. Namun terlepas dari beda fungsi tugasnya dengan aparatur lainnya, pada prinsipnya hak politik tiap prajurit TNI perlu disalurkan. Hal itu sama saja dengan hak politik PNS yang pada Pemilu 2004 boleh menggunakan hak pilihnya.
Sudah semestinya masyarakat tidak khawatir bahwa apabila prajurit TNI menggunakan hak pilihnya akan menimbulkan ekses pemerintahan yang otoriter. Dinamika politik pascareformasi saat ini jauh berbeda dengan politik Orde Baru. Dalam Pemilu 1955, terbukti keterlibatan anggota TNI menggunakan hak politiknya tidak menimbulkan ekses politik otoriter. Justru parpollah yang sangat dominan dalam tatanan politik tahun 1955. Paling tidak kondisi politiknya mirip-mirip situasi politik saat ini.
Oleh sebab itu, barangkali patut kita renungkan dalam upaya terwujudnya demokrasi politik yang lebih elegan, apabila PNS dan Polri bolerh menggunakan hak pilihnya dalam tiap pemilu, kenapa tidak untuk anggota TNI.
Syahnan Rajasati
Jl. Wahid Hasyim, Medan Baru
Kota Medan, Sumut.
Kalau kita amati, telah terjadi pro dan kontra tentang wacana penggunaan hak pilih TNI dalam pemilu mendatang. Masalahnya adalah kalau melarang prajurit TNI menggunakan hak pilihnya, itu sama saja melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai sila ke lima Pancasila.
TNI adalah alat negara untuk menjaga keamanan teritorial wilayah Indonesia, tentu fungsi tugasnya berbeda dengan alat negara lainnya. Namun terlepas dari beda fungsi tugasnya dengan aparatur lainnya, pada prinsipnya hak politik tiap prajurit TNI perlu disalurkan. Hal itu sama saja dengan hak politik PNS yang pada Pemilu 2004 boleh menggunakan hak pilihnya.
Sudah semestinya masyarakat tidak khawatir bahwa apabila prajurit TNI menggunakan hak pilihnya akan menimbulkan ekses pemerintahan yang otoriter. Dinamika politik pascareformasi saat ini jauh berbeda dengan politik Orde Baru. Dalam Pemilu 1955, terbukti keterlibatan anggota TNI menggunakan hak politiknya tidak menimbulkan ekses politik otoriter. Justru parpollah yang sangat dominan dalam tatanan politik tahun 1955. Paling tidak kondisi politiknya mirip-mirip situasi politik saat ini.
Oleh sebab itu, barangkali patut kita renungkan dalam upaya terwujudnya demokrasi politik yang lebih elegan, apabila PNS dan Polri bolerh menggunakan hak pilihnya dalam tiap pemilu, kenapa tidak untuk anggota TNI.
Syahnan Rajasati
Jl. Wahid Hasyim, Medan Baru
Kota Medan, Sumut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar