DenPost
Demam piala dunia benar-benar melanda seluruh dunia. Tak terkecuali warga masyarakat Indonesia umumnya, dan Bali khususnya. Piala dunia tahun 2010 ini diselenggarakan di Afrika Selatan sejak awal sudah menyedot perhatian, bukan saja oleh pemain atau yang senang bola, juga masyarakat umum sebagai sebuah tontonan hiburan. Tak mengherankan lantas ada warga yang berkomentar lebih senang menonton piala dunia lewat TV daripada harus mengunjungi Pesta Kesenian Bali yang juga sedang berlangsung saat ini.
Kegilaan pecinta bola di Bali bukan hanya sebagai penonton bola yang rela begadang, baik di rumah maupun dengan nonton bareng, juga diikuti dengan mengibarkan bendera sebagai tanda dukungan kepada peserta piala dunia yang mereka jagokan. Tak mengherankan pula langit Bali dihiasi oleh berbagai ukuran bendera negara peserta piala dunia dari yang kecil sampai ukuran raksasa. Kondisi itu tentu saja membuat pemandangan menjadi semrawut. Belum lagi pemasangan bendera tersebut jauh dari syarat aman, seperti kedalaman dan kekuatan tiang, tempatnya berdekatan dengan tiang listrik dan tiang telpon di pinggir jalan, sehingga mengundang kerawanan.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, pun mempertanyakan nasionalisme si pemasang bendera ketika dimintai tanggapan terhadap euforia penggila bola tersebut. Bahkan Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Rachmat Budiyanto, mengungkapkan bahwa pemasangan bendera negara-negara asing tersebut merupakan langkah bodoh. Pangdam juga mengungkapkan bahwa TNI tidak berhak menurunkan paksa bendera negara-negara lain tersebut.
Susah memang menilai atau menasehati orang yang lagi senang. Kita susah pula menakar nasionalisme seseorang hanya dari kesenangan yang meraka lakukan. Kalau orang lagi senang, biasanya tidak peduli terhadap orang lain, bahkan lingkungannya. Jangankan pengibaran bendera negara lain yang belum jelas aturan dan sanksinya, judi yang sudah jelas dilarang leat undang-undang dengan sanksi yang cukup berat masih banyak yang melanggarnya. Karena senang, para penjudi terkesan tidak takut atau tidak peduli resikonya, sehingga sering ada penjudi yang ditangkap saat main ceki, matejen, dan sebagainya. Bahkan pertandingan bola piala dunia tak luput menjadi ajang taruhan mencapai ratusan juta. Disebut melakukan tindakan bodoh pun para penggila bola tidak akan ambil pusing. ”Emang gue pikirin, yang penting gue happy mungkin begitu pikirnya.
Satu lagi kesenangan orang di Bali yang susah diatur, yani layang-layang. Terlebih-lebih jika mengikuti lomba, mereka terkesan arogan ketika akan menuju tempat lomba. Dengan layang-layang ukuran raksasa, mereka berkonvoi, membunyikan tetabuhan dan sirine, orang lain harus minggir. Bahkan ada yang sampai melanggar arus lalu lintas.
Sampai saat ini belum ada instansi terkait turun ke lapangan untuk menertibkan pemasangan bendera negara peserta piala dunia. Mungkin karena belum ada yang mengeluhkan atau merasa terganggu dangan keberadaan bendera-bendera tersebut, sehingga belum ada tindakan penertiban dari instansi terkait. Atau menunggu orang yang celaka tertimpa tiang bendera, baru ada penertiban. Memang dilematis.
Demam piala dunia benar-benar melanda seluruh dunia. Tak terkecuali warga masyarakat Indonesia umumnya, dan Bali khususnya. Piala dunia tahun 2010 ini diselenggarakan di Afrika Selatan sejak awal sudah menyedot perhatian, bukan saja oleh pemain atau yang senang bola, juga masyarakat umum sebagai sebuah tontonan hiburan. Tak mengherankan lantas ada warga yang berkomentar lebih senang menonton piala dunia lewat TV daripada harus mengunjungi Pesta Kesenian Bali yang juga sedang berlangsung saat ini.
Kegilaan pecinta bola di Bali bukan hanya sebagai penonton bola yang rela begadang, baik di rumah maupun dengan nonton bareng, juga diikuti dengan mengibarkan bendera sebagai tanda dukungan kepada peserta piala dunia yang mereka jagokan. Tak mengherankan pula langit Bali dihiasi oleh berbagai ukuran bendera negara peserta piala dunia dari yang kecil sampai ukuran raksasa. Kondisi itu tentu saja membuat pemandangan menjadi semrawut. Belum lagi pemasangan bendera tersebut jauh dari syarat aman, seperti kedalaman dan kekuatan tiang, tempatnya berdekatan dengan tiang listrik dan tiang telpon di pinggir jalan, sehingga mengundang kerawanan.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, pun mempertanyakan nasionalisme si pemasang bendera ketika dimintai tanggapan terhadap euforia penggila bola tersebut. Bahkan Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Rachmat Budiyanto, mengungkapkan bahwa pemasangan bendera negara-negara asing tersebut merupakan langkah bodoh. Pangdam juga mengungkapkan bahwa TNI tidak berhak menurunkan paksa bendera negara-negara lain tersebut.
Susah memang menilai atau menasehati orang yang lagi senang. Kita susah pula menakar nasionalisme seseorang hanya dari kesenangan yang meraka lakukan. Kalau orang lagi senang, biasanya tidak peduli terhadap orang lain, bahkan lingkungannya. Jangankan pengibaran bendera negara lain yang belum jelas aturan dan sanksinya, judi yang sudah jelas dilarang leat undang-undang dengan sanksi yang cukup berat masih banyak yang melanggarnya. Karena senang, para penjudi terkesan tidak takut atau tidak peduli resikonya, sehingga sering ada penjudi yang ditangkap saat main ceki, matejen, dan sebagainya. Bahkan pertandingan bola piala dunia tak luput menjadi ajang taruhan mencapai ratusan juta. Disebut melakukan tindakan bodoh pun para penggila bola tidak akan ambil pusing. ”Emang gue pikirin, yang penting gue happy mungkin begitu pikirnya.
Satu lagi kesenangan orang di Bali yang susah diatur, yani layang-layang. Terlebih-lebih jika mengikuti lomba, mereka terkesan arogan ketika akan menuju tempat lomba. Dengan layang-layang ukuran raksasa, mereka berkonvoi, membunyikan tetabuhan dan sirine, orang lain harus minggir. Bahkan ada yang sampai melanggar arus lalu lintas.
Sampai saat ini belum ada instansi terkait turun ke lapangan untuk menertibkan pemasangan bendera negara peserta piala dunia. Mungkin karena belum ada yang mengeluhkan atau merasa terganggu dangan keberadaan bendera-bendera tersebut, sehingga belum ada tindakan penertiban dari instansi terkait. Atau menunggu orang yang celaka tertimpa tiang bendera, baru ada penertiban. Memang dilematis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar