Selasa, 22 Juni 2010 15:12 WIB
JAKARTA--MI: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau agar wacana pemulihan hak pilih Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak dijadikan polemik yang berkepanjangan. Dalam pidatonya pada pembukaan seminar nasional ketahanan nasional di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, Selasa (22/6), Presiden mengatakan kebebasan mengeluarkan pendapat memang tidak dilarang di Indonesia. Namun, menurut Presiden, semua perdebatan harus dilakukan dengan pikiran jernih berdasarkan dengan peraturan. "Nanti gimana, apa betul-betul boleh nyoblos atau tidak? Ya lihat undang-undangnya," ujarnya.
JAKARTA--MI: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau agar wacana pemulihan hak pilih Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak dijadikan polemik yang berkepanjangan. Dalam pidatonya pada pembukaan seminar nasional ketahanan nasional di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, Selasa (22/6), Presiden mengatakan kebebasan mengeluarkan pendapat memang tidak dilarang di Indonesia. Namun, menurut Presiden, semua perdebatan harus dilakukan dengan pikiran jernih berdasarkan dengan peraturan. "Nanti gimana, apa betul-betul boleh nyoblos atau tidak? Ya lihat undang-undangnya," ujarnya.
Menurut Presiden, bisa atau tidaknya TNI memiliki hak pilih dalam Pemilu nantinya tentu akan diatur dalam undang-undang. "Siapa yang bikin undang-undangnya? Tentu Presiden dan DPR yang diberikan mandat oleh Undang-Undang Dasar," ujarnya. Kepala Negara mengatakan polemik yang tidak didasari oleh pikiran jernih hanya akan melelahkan dan membuang energi.
Sebelumnya, Presiden juga telah menegaskan persoalan hak pilih TNI dalam Pemilu 2014 akan ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh DPR dan Presiden dengan mendengarkan pendapat berbagai kalangan. Apabila kedewasaan politik semakin matang termasuk pemahaman di kalangan militer untuk bisa menjaga jiwa kebersamaan, Presiden mengatakan.
Sementara itu, Gubernur Lemhannas Muladi menyatakan ketidaksetujuannya apabila TNI diberikan hak pilih pada Pemilu 2014. Menurut dia, dari TNI masih dibutuhkan kekompakan atau soliditasnya untuk menjaga kedaulatan negara. Muladi mencontohkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberikan hak pilih saja ternyata masih melakukan pelanggaran dengan melakukan kampanye diam-diam. "Karena politik nanti terjadi " dar der dor"(tembak-tembakan, red) nanti," ujarnya.
Muladi menyatakan pemulihan hak pilih TNI di Indonesia masih memerlukan banyak persiapan. Untuk itu, ia mengusulkan agar hal tersebut dilakukan saja pada Pemilu 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar