Minggu, 25 April 2010 22:54 WIB
Penulis : Anindityo Wicaksono
JAKARTA--MI: Kementerian Kehutanan berjanji untuk tetap mengusut kompleks Rindam Jaya dan sejumlah vila yang diakui sebagai aset TNI-AD di atas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Penulis : Anindityo Wicaksono
JAKARTA--MI: Kementerian Kehutanan berjanji untuk tetap mengusut kompleks Rindam Jaya dan sejumlah vila yang diakui sebagai aset TNI-AD di atas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Setelah melakukan penertiban 122 vila liar atas nama pribadi, Kemenhut akan menelusuri sejarah pembangunan dan kebenaran peruntukan aset-aset TNI itu sebagai tahap penegakan selanjutnya. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Darori mengatakan, meskipun sama-sama menyalahi ketentuan dengan seluruh vila liar lainnya, bagaimanapun aset TNI merupakan aset negara meski kebenaran status dan kesesuaian peruntukannya perlu diteliti lebih lanjut. "Penyelesaiannya akan tetap dilakukan setelah prioritas penertiban vila-vila liar atas nama pribadi tuntas," ujarnya ketika dihubungi, Minggu (25/4).
Menurut dia, setelah tahap pertama penertiban vila-vila ilegal rampung, pihaknya akan segera mengadakan pembicaraan dengan TNI. Secara bersama, seluruh pihak akan mencari penyelesaian yang terbaik bagi kepentingan negara. Baik dari segi aspek plus minus keberadaan aset TNI di sana, hingga melihat kesesuaian dokumen dan izin prinsip yang digunakan sebagai dasar pembangunan fasilitas latihan militer Kodam Jaya di sana. "Kita lihat dan saling cocokkan dokumen-dokumennya," ujarnya.
Menurut dia, dari penelusuran dan penyocokan dokumen itu, barulah akan diketahui sejarah dan kebenaran peruntukan aset TNI di sana. Baik untuk fasilitas pelatihan dan barak di kompleks Rindam Jaya, maupun mes para instruktur atau para petinggi TNI-AD di kompleks Vila Nur Inka yang berlokasi di luar kompleks Rindam Jaya. Dari sana akan diketahui apakah keduanya satu kepemilikan aset, atau ada pengalihan mendadak.
"Banyak yang perlu kita pelajari sebelum mengambil tindakan," ujarnya. Namun demikian, dia tidak memungkiri jika keberadaan aset-aset TNI sekalipun merupakan fasilitas negara sudah menyalahi ketentuan semula. Pasalnya, berdasarkan dokumen yang dimilikinya, izin prinsip pinjam pakai kawasan yang diterbitkan Menteri Kehutanan melalui surat keputusan (SK) No 497/1994 pada 25 April 1994 kepada Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) selaku pemohon hanya berlaku untuk kegiatan pertanian tanaman semusim.
Namun karena LVRI tak kunjung sanggup menyanggupi penyediaan ahan pengganti dengan perbandingan 1:1 hingga dua tahun setelah izin prinsip diterbitkan, hak garap itu gugur demi hukum. "Berdasarkan pertemuan bersama pun LVRI tegas menyatakan tidak bertanggung jawab atas seluruh bangunan liar dan mendukung penuh tindakan penertiban," ujarnya. Untuk itu, imbuhnya, selain akan mengadakan pertemuan dengan TNI-AD, saat ini sebuah tim gabungan independen sudah terus bekerja mempersiapkan zonasi yang akan ditentukan setelah penertiban tahap pertama kepada 122 vila ilegal rampung.
Tim independen itu diketuai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan beranggotakan di antaranya akademisi Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemkab Bogor. Merekalah yang membuat pembagian zonasi dari segi ilmiah dan asas lingkungan hidup. Nantinya hasilnya akan dipresentasikan dan diberikan secara tertulis kepada Kementerian Kehutanan untuk mendapat pengesahan dan disahkan melalui SK Menteri Kehutanan tentang pembagian zonasi di TNGHS.
SK itu itu nantinya akan membagi-bagi kawasan TNGHS ke dalam beberapa zona kawasan, di antaranya zona inti, zona pemanfaatan, dan zona rimba. Adapun pembagian zonasi itu akan ditentukan berdasarkan tingkat kelerengan kawasan, keragaman satwa dan vegetasi, serta rindangnya pepohonan. Ketika nanti sudah ditetapkan, sesuai peruntukannya, tidak boleh ada satupun bangunan yang berdiri di atas zona inti. Bangunan hanya boleh ada di zona pemanfaatan. "Termasuk seluruh aset TNI sekalipun," ujar Darori.
Selain zona-zona zona itu, Kemenhut juga akan menetapkan pembentukan desa konservasi yang menjadi titik relokasi masyarakat setempat yang sudah hidup turun-temurun di sana. Pun jika hasil kajian menunjukkan ada lahan-lahan yang baik untuk wisata, Kemenhut akan melepaskan kawasan itu menjadi lokasi wisata dengan konsep eko wisata. Sementara itu, dia menegaskan untuk menindak para pemilik vila yang sampai sekarang terus memasang badan dan menolak upaya penertiban. Dalam pertemuan di Mabes Polri akhir pekan lalu, pihaknya pun telah sepakat dengan kejaksaan dan kepolisian untuk mengambil langkah penegakan selanjutnya.
Saat ini ada sebanyak 12 orang pemilik vila yang dijadikan target operasi (TO) kepolisian karena didalangi menjadi provokator yang menggalang massa dan membiayai demonstrasi penolakan dan menghalang-halangi upaya penertiban vila-vila liar di TNGHS. Pihaknya bersama aparat penegak terkait pun mengaku sudah memiliki data identitas diri seluruh pelaku yang diduga berdiri di belakang aksi-aksi penolakan.
"Aparat intelejen pun sudah sejak awal sudah mengikuti seluruh gerakan mereka. Termasuk tindakan nakal mereka menghimpun massa untuk menunjukkan penolakan," ujarnya. Untuk itu, ujarnya, jika kesemuanya terus membandel dan menolak pembongkaran, kepolisian akan segera melakukan upaya penegakan dengan melakukan penyidikan dengan prosedur pemanggilan maksimal tiga kali. "Kita akan panggil untuk disidik. Kalau tiga kali dipanggil tidak datang, kita tangkap dan diancam pidana," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar