Kamis, 29 April 2010

KPK Surati Panglima TNI dalam Kasus Miranda

Rabu, 28 April 2010 16:15 WIB Peristiwa Hukum/Kriminal Dibaca 443 kali
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirim surat kepada Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso terkait dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda Swaray Goeltom. Wakil Ketua KPK Chandra Martha Hamzah dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi III DPR RI Rabu menjelaskan, surat itu berisi pemberitahuan tentang adanya beberapa mantan anggota DPR dari Fraksi TNI/Polri yang kemungkinan menerima cek yang diduga suap tersebut.

"Surat itu bernomor 866 tanggal 11 Maret 2010," kata Chandra. Menurut Chandra, mantan anggota DPR itu adalah R. Sulistyadi (TNI AL), Darsup Yusup (TNI AD), Suyitno (TNI AU), dan Udju Djuhaeri (Polri). Chandra menjelaskan, berdasar ketentuan, KPK tidak bisa mengadili anggota TNI di peradilan umum. Oleh karena itu, KPK memutuskan untuk memberitahukan hal itu ke Panglima TNI, terutama terkait dengan status R. Sulistyadi, Darsup Yusup, dan Suyitno. "Pada saat kejadian, mereka adalah anggota TNI aktif," kata Chandra.
Sementara itu, ketentuan membolehkan KPK untuk mengusut anggota Polri melalui sistem peradilan umum. Oleh karena itu, KPK melimpahkan perkara Udju Djuhaeri ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Udju didakwa menerima suap ketika menjadi anggota Fraksi TNI/Polri. Dia diduga menerima suap bersama tiga rekannya, yaitu R. Sulistyadi (TNI AL), Darsup Yusup (TNI AD), dan Suyitno (TNI AU). Keempat orang itu diangkat dan diberhentikan sebagai anggota DPR RI periode 1999-2004 oleh Panglima TNI. Hal itu berarti pertanggungjawaban keempat orang itu kepada Panglima TNI dan berada di wilayah peradilan militer.

Sebelumnya, Tim Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan anggota DPR RI periode 1999-2004 dari fraksi TNI/Polri, Udju Djuhaeri menerima suap Rp500 juta. Penuntut Umum Edy Hartoyo menguraikan, Udju menerima uang tersebut bersama dengan rekannya yang juga anggota Komisi IX DPR RI, R. Sulistyadi, Darsup Yusup dan Suyitno. Udju bersama rekannya itu mengikuti proses pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 8 Juni 2004. Para calon Deputi Gubernur Senior BI yang mengikuti pemilihan itu adalah Miranda S. Goeltom, Budi Rochadi dan Hartadi A. Sarwono. Pada akhirnya, Miranda memenangkan pemilihan itu melalui mekanisme voting. Setelah pemilihan selesai, Udju menerima telepon dari seorang bernama Nunun Nurbaeti untuk menemui seorang bernama Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo di kantor Nunun.

Permintaan itu dipenuhi Udju yang kemudian berangkat bersama Darsup Yusup dan Suyitno ke kantor Nunun, PT Wahana Esa Sejati, yang beralamat di Jalan Riau, Jakarta Pusat. Setelah bertemu Arie Malangjudo di tempat itu, ketiganya diduga menerima sejumlah cek masing-masing senilai Rp500 juta.

Atas perbuatan itu, Tim Penuntut Umum menjerat Udju dengan pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kesatu. Tim Penuntut Umum juga menggunakan pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog