Sabtu, 24 April 2010 , 02:53:00
Kapal perang KRI Fatahillah bagian dari armada perang laut republik ini, diharapkan mampu jaga kedaulatan bangsa dan negara. (Repro TNI AL) PONTIANAK. (Harian Equator). Pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing marak terjadi di perairan Indonesia. Jumlah teratas diduduki oleh nelayan asal negara Vietnam. Khusus bulan ini saja ada puluhan kapal nelayan asal negara tersebut yang ditangkap.
Kapal perang KRI Fatahillah bagian dari armada perang laut republik ini, diharapkan mampu jaga kedaulatan bangsa dan negara. (Repro TNI AL) PONTIANAK. (Harian Equator). Pencurian ikan (illegal fishing) oleh nelayan asing marak terjadi di perairan Indonesia. Jumlah teratas diduduki oleh nelayan asal negara Vietnam. Khusus bulan ini saja ada puluhan kapal nelayan asal negara tersebut yang ditangkap.
“Sejak Senin ini (19/4) hingga Rabu (21/4) kapal pengawas Hiu Macan 001 milik KKP (Kementerian Kalautan dan Perikanan) kembali menangkap 10 kapal nelayan Vietnam,” ujar Bambang Nugroho, Kepala stasiun Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Pontianak kepada wartawan di kantornya, Jumat (23/4). Kapal-kapal itu ditangkap saat melakukan pencurian ikan di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) laut Tiongkok Selatan menggunakan bear trawl (pukat harimau). Penangkapan ini merupakan yang kedua kalinya. Minggu (11/4) lalu kapal pengawas Hiu Macan 001 juga menangkap 10 kapal nelayan asal Vietnam.
“Proses penangkapan yang terakhir ini hampir sama dengan penangkapan yang lalu. Kapal-kapal tersebut terpisah antara satu dengan lainnya dengan jarak beberapa mil,” ucap Bambang. Sepuluh kapal yang ditangkap ini membawa sekitar 70 Anak Buah Kapal (ABK), termasuk (tekong) kapten kapal. Namun dari jumlah 10 kapal tersebut, hanya sembilan kapal berikut sembilan tekong yang digiring ke stasiun P2SDKP Pontianak di kompleks Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Nipah Kuning, Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya (KKR) untuk mengikuti proses hukum. “Satu kapal digunakan untuk mengembalikan sisa ABK ke negara asalnya,” jelas Bambang.
Sembilan kapal Vietnam itu baru tiba di stasiun P2SDKP Pontianak, Jumat sore. Kapal terpisah dalam dua rombongan. Rombongan pertama yang terdiri dari empat kapal tiba sekitar pukul 15.40 dan sisanya tiba sekitar pukul 16.50. Kapal-kapal ini memiliki model yang hampir sama, lengkap dengan bendera Vietnam. Bobotnya cukup besar, yakni berada pada kisaran 20 gros ton (GT). Panjang kapal sekitar 20 meter. Sementara lebarnya sekitar 5 meter.
Kapal memiliki mesin yang berkapasitas sekitar 7 knot. Dibandingkan milik para nelayan Indonesia, kapal-kapal Vietnam ini terbilang canggih karena dilengkapi dengan perangkat komunikasi, Global Positioning System (GPS), echo sonar, serta sejumlah peralatan lainnya. “Saya belum tahu secara persis koordinat kapal-kapal ini saat ditangkap. Jumlah barang bukti ikan hasil tangkapan juga belum dihitung karena kapal tersebut belum diserahterimakan dari kapal Hiu Macan 001 ke stasiun P2SDKP Pontianak,” tukas Bambang.Kepala Bagian (Kabag) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSKP) Direktorat Jendral P2SDKP, Budi Halomoan mengatakan, dari sekian banyak penangkapan kapal nelayan asing, nelayan asal Vietnam menduduki peringkat atas. “Paling banyak nelayan asal Vietnam,” kata Budi. Menurut Budi, kasus pencurian ikan di laut Indonesia memang masih ada. Sayangnya upaya pengawasan kurang ditunjang dengan peralatan, terutama kapal patroli yang sesuai dengan luas laut Indonesia.
“Idealnya kita butuh 70 kapal. Tapi yang ada sekarang baru 24 kapal. Walau pun begitu, hasil tangkapan kita cukup banyak. Untuk se-Indonesia, stasiun P2SDKP Pontianak merupakan stasiun yang paling mendapat penyerahan kapal hasil tangkapan,” tuntas Budi. (bdu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar