Kamis, 22 April 2010

Perdamaian Kongo di Tangan Seorang Kartini

Rabu, 21/04/2010 14:30 WIB
M. Rizal Maslan - detikNews
Jakarta - Situasi di Kongo pagi hari itu masih belum menentu. Perang saudara sungguh membuat rakyat ketakutan. Tentara bayaran merajalela dan kian menambah kekacauan. Pagi itu seorang tentara wanita berjalan keluar masuk desa. Tanpa senjata, hanya helm pelindung dan rompi anti peluru. Tugasnya memang khusus, Military Observer, dia harus mengumpulkan data dan informasi situasi terkini dari perang saudara. Di seragamnya ada warna bendera Merah Putih.

Wanita itu adalah Mayor Caj (Kowad) Sri Indarti. Dia merupakan anggota pasukan TNI Kontingen Garuda di Kongo. Dalam perbincangan dengan detikcom di Markas Besar TNI Angkatan Darat, Jl Veteran, Jakarta, Selasa (20/4/2010) kemarin, dia berkisah awal-awal tugasnya memang cukup mencekam. "Awalnya saya sempat was-was juga. Apalagi Kongo tengah berkecamuk perang saudara, perang antara tentaranya, perang dengan para gerilyawan pemberontak, perang antar tentara bayaran. Tapi, itu tugas Military Observer, kita memang tidak dilengkapi senjata," kata Sri.

Bila perempuan satu ini sedang berpakaian sipil, orang mungkin tak akan mengira dia seorang anggota Korps Wanita Angkata Darat (Kowad). Badannya relatif kurus dengan tinggi sekitar 168 cm. Namun, tersemat logo satu melati kuning di pundak baju seragamnya. Mayor Sri, kini bertugas di Sub Dinas Penulisan Informasi Strategis di Dinas Penerangan AD. Saat bertugas di Kongo, Sri adalah salah satu dari 14 anggota Korps Wanita TNI lainnya yang mengikuti tugas sebagai penjaga perdamaian PBB di luar negeri. Memang tidak banyak tentara wanita di TNI jika dibandingkan laki-lakinya, apalagi sampai bertugas sebagai pasukan perdamaian PBB. Sri pun awalnya bekerja sebagai guru honorer di Malang, Jawa Timur. Namun dia memang datang dari keluarga tentara. Sri pun ikut pendidikan Kowad pada tahun 1992-1993.

Selesai pendidikan wajib militer, Sri bertugas di Dinas Peralatan AD di Matraman, Jakarta Timur, lalu pindah tugas ke Dinas Analisa Informasi TNI AD sejak 1994. Suami Sri juga adalah anggota TNI, Mayor Ckm Herman yang bertugas di RS Meureksa milik Kesehatan Kodam (Kesdam) Jaya.

Menurut Sri, sejumlah tentara wanita dari Korps Wanita TNI diberikan kesempatan bergabung dengan Pasukan Perdamaian PBB yang ditangani khusus di Mabes TNI. Sri ikut seleksi dan terpilih, lalu ikut pendidikan sebagai Pasukan Perdamaian PBB dalam Kontingen Garuda yang diterjunkan di Kongo, Afrika. Sri adalah Kowad yang ketiga dipilih untuk bergabung sebagai Military Observer dalam Pasukan Perdamaian PBB di Kongo atau United Nations Organization Mission in the Democratic Republic of Congo (UN-Munoc). Sri pun berada di wilayah konflik bersenjata paling berdarah-darah itu sejak 15 Januari 2009-15 Januari 2010.

"Sebagai Military Observer memang jarang sekali tentara wanita, saya saja gelombang kedua. Saya dipercaya untuk terus mendampingi Komandan Munoc, seorang perwira berpangkat jenderal bintang tiga," kenang perempuan 44 tahun ini. Selama setahun menjadi Military Observer, Sri memang tidak dilengkapi senjata. Hal ini memang untuk memudahkan keluar masuk daerah rawan untuk mencari informasi, mulai dari kontak tembak, sampai kondisi masyarakat. Tanpa senjata, Military Observer bisa lebih mudah diterima masyarakat setempat. Untuk itu, Sri dibantu pasukan PBB bersenjata. Dengan kewaspadaan tinggi, Sri bisa menghindarkan diri dari penyergapan gerilyawan atau jebakan kontak tembak. Yang menjadi hiburannya adalah saat bercengkrama dengan anak-anak Kongo.

"Itu paling menarik, apalagi melihat anak-anak. Jadi ini bisa menghilangkan kerinduan saya kepada anak-anak di tanah air selain berkomunikasi melalui telepon," ungkapnya. Dalam peringatan Hari Kartini tanggal 21 April 2010 ini, Sri ingin merefleksikan betapa perjuangan emansipasi telah sampai kepada titik dimana perempuan bisa sejajar dengan kaum laki-laki. Meski demikian, Sri juga mengingatkan sesamanya untuk tidak melupakan kodrat sebagai perempuan. "Wanita Indonesia itu sifatnya menjaga sopan santun, saling menghargai, terutama menghargai suaminya. Keberhasilan tugas saya juga karena dukungan suami juga," tegasnya.

Sri menambahkan, sifat santun orang Indonesia sangat dikenal di dunia. Bahkan, PBB sangat tertarik untuk menambah tentara wanita TNI di dalam jajaran pasukan perdamaian PBB. Para Kartini Indonesia rupanya punya kekuatan tersendiri di mata organisasi internasional itu untuk membantu menciptakan perdamaian dunia. "TNI telah mengirimkan sekitar 15 personel Korps Wanita TNI untuk pasukan perdamaian PBB," pungkasnya. (zal/fay)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog