Rabu, 29 September 2010

Hari Kelam TNI di NTT

SELASA, 28 SEPTEMBER 2010 11:27 WIB
HARI-hari ini publik Nusa Tenggara Timur (NTT) gelisah, bahkan marah. Warga gelisah karena ada oknum anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) memukul Romo Beatus Ninu, Pr, Pastor Paroki Mater Dei Oepoli, di Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang. Warga juga marah karena yang teridentifikasi sebagai pelaku pemukulan itu adalah tiga oknum anggota TNI-AD dari Yonif 742/SWY, yang bertugas menjaga tapal batas antara Indonesia (NTT/Timor Barat) dengan salah satu daerah enclave Negara Timor Leste di Oecusse.

Di mata masyarakat sipil, kasus pemukulan oleh oknum anggota TNI itu merupakan perbuatan yang tidak sepatutnya. Sebab aparat yang mestinya bertugas menjaga, mengamankan dan mengayomi masyarakat, justeru melakukan tindakan yang sebaliknya. Menenggak minuman keras (miras) secara berlebihan sehingga mabuk, mengeluarkan kata-kata yang tidak etis dan ujung- ujungnya melakukan tindakan penganiayaan terhadap warga sipil, termasuk rohaniawan, seperti halnya yang dialami Rm Beatus Ninu, Pr memang tidak diinginkan semua pihak.

Perbuatan oknum anggota TNI dari Yonif 742/SWY itu sesungguhnya mencoreng citra institusi TNI sendiri dan mencederai hakekat dari tugas, fungsi dan peran TNI dalam berbangsa dan bernegara. Dinilai mencederai tugas, fungsi dan peran TNI, karena ketiga oknum tersebut tidak menunaikan tugas, fungsi dan perannya secara baik. Mereka malah menebar kegelisahan warga sipil, karena melakukan tindakan tidak terpuji dengan menganiaya seorang tokoh umat.

Berangkat dari realitas itu, maka sudah seharusnya pimpinan TNI mengambil tindakan tegas terhadap ketiga personel TNI Angkatan Darat itu. Pertama, menegakkan aturan hukum dengan memroses para pelaku sesuai aturan hukum yang berlaku. Kedua, pimpinan institusi ini sebaiknya membebastugaskan yang bersangkutan. Sebab saat mengemban tugas menjaga dan mengawal tapal batas negara dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia, ketiga oknum itu malah melakukan 'pembusukan' dari dalam.

Artinya, bukannya warga yang diajak untuk sama-sama menjaga dan menciptakan keamanan, khususnya di daerah tapal batas, tetapi malah menganiaya dan menindas kembali warga sipil. Perlu diketengahkan pula bahwa ketika kasus penganiayaan Romo Beatus Ninu itu terekspose, berbagai pendapat muncul ke permukaan. Salah satunya disampaikan oleh Anggota DPRD NTT. "Perbuatan oknum TNI-AD itu patut disesalkan. Tapi yang lebih penting, adalah bagaimana mengeliminasi faktor penyebab kebrutalan oknum TNI terhadap masyarakat sipil di daerah perbatasan," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD NTT Hendrik Rawambaku, di Kupang.

Pernyataan ini menyiratkan pesan bahwa sudah banyak kasus yang dilakukan aparat TNI di daerah tapal batas. Karena itu kita berharap agar dalam kasus ini, petinggi TNI perlu mengambil tindakan tegas. Tindakan yang tegas itu bisa menjadi pelajaran bagi aparat TNI lainnya agar tidak meniru, apalagi berbuat seperti yang dilakukan ketiga oknum TNI di Oepoli itu.

Kita berharap agar petinggi TNI, khususnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur memahami kegelisahan warga saat ini dan sesegera mungkin mengobati luka hati masyarakat dengan tindakan yang tepat dan memenuhi asas keadilan hukum. Dengan begitu, hari-hari kelam yang dialami TNI di NTT saat ini, lambat laun bisa berbuah kebaikan untuk hari-hari yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog