Wednesday, 22 September 2010
JAKARTA (SINDO) – Penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak menjadikan institusi militer tersebut melemah. Sebaliknya, penguatan perspektif HAM di TNI justru akan meningkatkan profesionalisme. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM Ifdhal Kasim mengatakan, penegakan HAM sangat penting untuk menjadikan TNI semakin profesional. “Seringnya terjadi pelanggaran HAM merupakan bukti adanya penyalahgunaan wewenang. Ini menandakan tidak profesional,” ungkap Ifdhal saat menerima Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shiddiq di Kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin.
Mahfudz didampingi Wakil Ketua Komisi I Agus Gumiwang Kartasasmita, anggota Komisi I Tanthowi Yahya,Tri Tamtomo, Azwar Abubakar, serta Effendy Choirie. Kedatangan rombongan Komisi I ke Komnas HAM tersebut untuk mencari rekam jejak calon Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono yang menurut rencana hari ini akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Untuk kepentingan penegakan HAM di institusi militer tersebut, Ifdhal mengatakan, persepsi Panglima TNI ke depan,terutama dalam penanganan isu-isu pelanggaran HAM masa lalu yang diduga melibatkan sejumlah prajurit TNI, harus berubah. Selama ini,Komnas HAM selalu mendapatkan hambatan serius dalam penyelesaian soal tersebut. “Misalnya ada pemanggilan dari Komnas, sering kali permintaan tersebut diabaikan.
Dengan alasan menjadi keputusan kelembagaan. Kalau persepsi ini tidak jelas, maka tidak akan ada kemajuan berarti dalam konteks penegakan HAM. Karena itu,Panglima TNI harus diuji betul komitmennya,” tegasnya. Ifhdal juga mengungkapkan, masih cukup banyak persoalan penegakan HAM dalam tubuh TNI yang harus menjadi perhatian Panglima TNI.Yang paling mengemuka, ungkapnya, terkait gesekangesekan dengan masyarakat sipil terutama dalam persoalan kepemilikan tanah. Pengaduan gesekan ini datang dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Begitu pun dengan sengketa rumah dinas antara purnawirawan dengan institusi TNI. “Pengaduan kasus terkait properti tanah yang diklaim menjadi milik TNI datang dari Sabang sampai Merauke. Misalnya di Sabang, hampir seluruh tanah diklaim milik TNI AL. Akibatnya, masyarakat tidak lagi memiliki akses atas tanah.
Ini mengakibatkan gesekan-gesekan,” ujarnya. Ifdhal juga menekankan, untuk akselerasi penuntasan reformasi di tubuh TNI, diperlukan penyelesaian UU Peradilan Militer yang sampai sekarang tidak jelas. “Keinginan TNI masih keras meletakkan sistem eksklusif dalam sistem peradilan. Ini akhirnya dead-lock. Panglima TNI yang baru harus memperbaiki ini,”tandasnya.
Wakil Ketua Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo mengatakan, profesionalisme memiliki makna bahwa prajurit TNI mengerti kewenangan serta batasannya dan hukum-hukum humaniter. Karena itu, anggapan bahwa pengenalan penegakan HAM dalam tubuh TNI akan melemahkan institusi tersebut tidak berdasar. “Selama ini prajurit TNI terkesan ragu dalam melaksanakan tugas karena tidak ingin bersinggungan dengan permasalahan HAM. Dengan itu, pengenalan HAM justru menjadikan prajurit lebih profesional dalam bertindak,” ujarnya. Saat ini Komnas HAM juga terlibat dalam perancangan kurikulum HAM bagi satuan khusus TNI AD, Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Stanley–sapaan akrab Yosep juga mengungkapkan, beberapa tahun terakhir kondisi penegakan HAM di tubuh TNI sudah berjalan positif.
“Pelanggaran HAM oleh TNI sudah menurun meski tetap butuh perbaikan pemahaman,” paparnya. Pengaduan pelanggaran HAM yang dilakukan TNI saat ini didominasi sengketa pertanahan dengan masyarakat sipil serta sengketa rumah dinas dengan purnawirawan. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, penegakan HAM justru akan memperkokoh eksistensi TNI baik di dalam maupun dunia internasional,sekaligus memperbaiki interaksi TNI di dunia internasional.
“Penegakan HAM merupakan salah satu catatan terbesar dunia internasional dan ini memengaruhi kerja sama militer bahkan hubungan diplomatik antarnegara,”katanya. Dalam kesempatan tersebut, Ifdhal Kasim mengungkapkan penilaian terhadap rekam jejak Laksamana TNI Agus Suhartono dalam penegakan HAM. Menurut Ifdhal, dari catatan karier dapat dinilai,Kepala Staf Angkatan Laut tersebut mendapatkan pendidikan humaniter yang cukup baik serta banyak memperkenalkan pendidikan HAM di institusi TNI AL. Ifdhal juga menyatakan,Komnas HAM tidak mendapatkan data yang kuat bahwa calon tunggal Panglima TNI tersebut pernah melakukan pelanggaran HAM berat.
“KSAL pernah memimpin operasi mencegah masuknya kapal yang membawa simpatisan Timor Timur (sekarang Timor Leste). Namun, tidak ada laporan ada insiden saat itu,”ungkapnya. Selain Komnas HAM,Komisi I DPR juga mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para wakil rakyat itu melakukan klarifikasi terhadap laporan harta kekayaan dan rekam jejak calon tunggal Panglima TNI Laksamana TNI AL Agus Suhartono.
Setidaknya, lima anggota Komisi I DPR menemui pimpinan KPK, di antaranya Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin dan Hayono Isman. Tubagus menyatakan, laporan rekam jejak dari KPK akan dijadikan pertimbangan oleh Komisi I dalam melakukan uji kepatutan dan kelayakan hari ini, Kamis (23/9).“Ini akan jadi pertimbangan bagi kami jika memang ada penyimpangan yang dilakukan,” ungkap Tubagus seusai bertemu pimpinan KPK kemarin.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto menyatakan, Agus Suhartono tidak memiliki catatan buruk dalam melaporkan harta kekayaan. Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK juga tidak pernah menerima laporan dugaan korupsi atas nama Agus Suhartono.“Untuk pencegahan (korupsi), Pak Agus termasuk perwira yang patuh lapor harta. Laporan kasus di penindakan, penyidikan, dan penuntutan juga tidak ada,”jelas Bibit. Data Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK menyebutkan, total harta calon panglima itu pada Juni 2009 sebesar Rp3,4 miliar. Jumlah ini meningkat dibanding laporan tahun 2006 yang hanya senilai Rp1,7 miliar dan pada laporan pertama Februari 2004 hanya Rp817 juta.
Bangun TNI Tangguh
Sementara itu, calon Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan, dirinya siap membangun TNI yang lebih tangguh. Agus pun mengaku siap menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Sehari sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan,Agus terlihat menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dari hasil pertemuan itu,Agus diminta presiden menyiapkan diri untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebaik mungkin.
“Saya sudah menyiapkan materinya, paparan saya,dan persiapanpersiapan yang tentunya mengantisipasi jawaban-jawaban dari pertanyaan di DPR,” tegas Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta,kemarin. Ditanya mengenai prioritas yang akan dilakukan saat menjadi Panglima TNI,Agusbelum maumenjelaskan nya secara rinci.
Namun, pria asal Blitar,Jawa Timur,tersebut mengatakan,penambahan kekuatan militer, termasuk di kawasan perbatasan Malaysia,akan menjadi perhatian utamanya.“Itu sudah dalam program.Intinya,saya ingin mewujudkan TNI yang tangguh,”tandasnya. Agus akan menjadi Panglima TNI yang ke-13 atau yang kedua dari lingkungan Angkatan Laut setelah Laksmana TNI Widodo AS . (pasti liberti/rd kandi/maesaroh)
JAKARTA (SINDO) – Penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak menjadikan institusi militer tersebut melemah. Sebaliknya, penguatan perspektif HAM di TNI justru akan meningkatkan profesionalisme. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM Ifdhal Kasim mengatakan, penegakan HAM sangat penting untuk menjadikan TNI semakin profesional. “Seringnya terjadi pelanggaran HAM merupakan bukti adanya penyalahgunaan wewenang. Ini menandakan tidak profesional,” ungkap Ifdhal saat menerima Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shiddiq di Kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin.
Mahfudz didampingi Wakil Ketua Komisi I Agus Gumiwang Kartasasmita, anggota Komisi I Tanthowi Yahya,Tri Tamtomo, Azwar Abubakar, serta Effendy Choirie. Kedatangan rombongan Komisi I ke Komnas HAM tersebut untuk mencari rekam jejak calon Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono yang menurut rencana hari ini akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Untuk kepentingan penegakan HAM di institusi militer tersebut, Ifdhal mengatakan, persepsi Panglima TNI ke depan,terutama dalam penanganan isu-isu pelanggaran HAM masa lalu yang diduga melibatkan sejumlah prajurit TNI, harus berubah. Selama ini,Komnas HAM selalu mendapatkan hambatan serius dalam penyelesaian soal tersebut. “Misalnya ada pemanggilan dari Komnas, sering kali permintaan tersebut diabaikan.
Dengan alasan menjadi keputusan kelembagaan. Kalau persepsi ini tidak jelas, maka tidak akan ada kemajuan berarti dalam konteks penegakan HAM. Karena itu,Panglima TNI harus diuji betul komitmennya,” tegasnya. Ifhdal juga mengungkapkan, masih cukup banyak persoalan penegakan HAM dalam tubuh TNI yang harus menjadi perhatian Panglima TNI.Yang paling mengemuka, ungkapnya, terkait gesekangesekan dengan masyarakat sipil terutama dalam persoalan kepemilikan tanah. Pengaduan gesekan ini datang dari hampir seluruh wilayah Indonesia. Begitu pun dengan sengketa rumah dinas antara purnawirawan dengan institusi TNI. “Pengaduan kasus terkait properti tanah yang diklaim menjadi milik TNI datang dari Sabang sampai Merauke. Misalnya di Sabang, hampir seluruh tanah diklaim milik TNI AL. Akibatnya, masyarakat tidak lagi memiliki akses atas tanah.
Ini mengakibatkan gesekan-gesekan,” ujarnya. Ifdhal juga menekankan, untuk akselerasi penuntasan reformasi di tubuh TNI, diperlukan penyelesaian UU Peradilan Militer yang sampai sekarang tidak jelas. “Keinginan TNI masih keras meletakkan sistem eksklusif dalam sistem peradilan. Ini akhirnya dead-lock. Panglima TNI yang baru harus memperbaiki ini,”tandasnya.
Wakil Ketua Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo mengatakan, profesionalisme memiliki makna bahwa prajurit TNI mengerti kewenangan serta batasannya dan hukum-hukum humaniter. Karena itu, anggapan bahwa pengenalan penegakan HAM dalam tubuh TNI akan melemahkan institusi tersebut tidak berdasar. “Selama ini prajurit TNI terkesan ragu dalam melaksanakan tugas karena tidak ingin bersinggungan dengan permasalahan HAM. Dengan itu, pengenalan HAM justru menjadikan prajurit lebih profesional dalam bertindak,” ujarnya. Saat ini Komnas HAM juga terlibat dalam perancangan kurikulum HAM bagi satuan khusus TNI AD, Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Stanley–sapaan akrab Yosep juga mengungkapkan, beberapa tahun terakhir kondisi penegakan HAM di tubuh TNI sudah berjalan positif.
“Pelanggaran HAM oleh TNI sudah menurun meski tetap butuh perbaikan pemahaman,” paparnya. Pengaduan pelanggaran HAM yang dilakukan TNI saat ini didominasi sengketa pertanahan dengan masyarakat sipil serta sengketa rumah dinas dengan purnawirawan. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, penegakan HAM justru akan memperkokoh eksistensi TNI baik di dalam maupun dunia internasional,sekaligus memperbaiki interaksi TNI di dunia internasional.
“Penegakan HAM merupakan salah satu catatan terbesar dunia internasional dan ini memengaruhi kerja sama militer bahkan hubungan diplomatik antarnegara,”katanya. Dalam kesempatan tersebut, Ifdhal Kasim mengungkapkan penilaian terhadap rekam jejak Laksamana TNI Agus Suhartono dalam penegakan HAM. Menurut Ifdhal, dari catatan karier dapat dinilai,Kepala Staf Angkatan Laut tersebut mendapatkan pendidikan humaniter yang cukup baik serta banyak memperkenalkan pendidikan HAM di institusi TNI AL. Ifdhal juga menyatakan,Komnas HAM tidak mendapatkan data yang kuat bahwa calon tunggal Panglima TNI tersebut pernah melakukan pelanggaran HAM berat.
“KSAL pernah memimpin operasi mencegah masuknya kapal yang membawa simpatisan Timor Timur (sekarang Timor Leste). Namun, tidak ada laporan ada insiden saat itu,”ungkapnya. Selain Komnas HAM,Komisi I DPR juga mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para wakil rakyat itu melakukan klarifikasi terhadap laporan harta kekayaan dan rekam jejak calon tunggal Panglima TNI Laksamana TNI AL Agus Suhartono.
Setidaknya, lima anggota Komisi I DPR menemui pimpinan KPK, di antaranya Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin dan Hayono Isman. Tubagus menyatakan, laporan rekam jejak dari KPK akan dijadikan pertimbangan oleh Komisi I dalam melakukan uji kepatutan dan kelayakan hari ini, Kamis (23/9).“Ini akan jadi pertimbangan bagi kami jika memang ada penyimpangan yang dilakukan,” ungkap Tubagus seusai bertemu pimpinan KPK kemarin.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto menyatakan, Agus Suhartono tidak memiliki catatan buruk dalam melaporkan harta kekayaan. Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK juga tidak pernah menerima laporan dugaan korupsi atas nama Agus Suhartono.“Untuk pencegahan (korupsi), Pak Agus termasuk perwira yang patuh lapor harta. Laporan kasus di penindakan, penyidikan, dan penuntutan juga tidak ada,”jelas Bibit. Data Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK menyebutkan, total harta calon panglima itu pada Juni 2009 sebesar Rp3,4 miliar. Jumlah ini meningkat dibanding laporan tahun 2006 yang hanya senilai Rp1,7 miliar dan pada laporan pertama Februari 2004 hanya Rp817 juta.
Bangun TNI Tangguh
Sementara itu, calon Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan, dirinya siap membangun TNI yang lebih tangguh. Agus pun mengaku siap menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Sehari sebelum menjalani uji kelayakan dan kepatutan,Agus terlihat menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dari hasil pertemuan itu,Agus diminta presiden menyiapkan diri untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebaik mungkin.
“Saya sudah menyiapkan materinya, paparan saya,dan persiapanpersiapan yang tentunya mengantisipasi jawaban-jawaban dari pertanyaan di DPR,” tegas Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta,kemarin. Ditanya mengenai prioritas yang akan dilakukan saat menjadi Panglima TNI,Agusbelum maumenjelaskan nya secara rinci.
Namun, pria asal Blitar,Jawa Timur,tersebut mengatakan,penambahan kekuatan militer, termasuk di kawasan perbatasan Malaysia,akan menjadi perhatian utamanya.“Itu sudah dalam program.Intinya,saya ingin mewujudkan TNI yang tangguh,”tandasnya. Agus akan menjadi Panglima TNI yang ke-13 atau yang kedua dari lingkungan Angkatan Laut setelah Laksmana TNI Widodo AS . (pasti liberti/rd kandi/maesaroh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar