INILAH.COM, Jakarta – Program remunerasi di Kementrian Keuangan menelan dana hingga Rp13,92 triliun. Sebuah angka besar dan membuat iri pegawai lain serta mengundang kerawanan sosial. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengatakan, kasus Gayus Tambunan merupakan contoh kecil dari kesalahan kebijakan yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani selain bailout Bank Century yang bermasalah.
Menurutnya, biaya reformasi birokrasi mencapai Rp13,92 triliun di RAPBN-P 2010 itu amat mahal serta hasil utang dari Bank Dunia. "Eksperimen Menkeu ini tidak wajar dan sembrono. Harusnya naikan dulu kinerja pegawainya baru evaluasi menaikan benefitnya," kata Rizal Ramli dalam diskusi Radio Trijaya, di Warung Daun, Cikini, Jakarta , kemarin.
"Dulu, ketika zaman Menteri Keuangan Ali Wardana juga pernah dilakukan hal seperti ini, dan ketika itu gagal juga. Lha kok sekarang diulangi lagi?," kata ekonom senior itu seraya menyarankan pemerintah agar membatalkan program itu. Kebijakan ini juga hanya menciptakan kasta birokrasi ala kapitalis neoliberal. PNS Kementrian Keuangan bisa mendapat remunerasi 70% dari skenario merit sistem.
”Kantor Sekneg hanya memperoleh 70 persen dari Kementerian Keuangan atau 0,49 dari skenario. Instansi lain yang belum dapat remunerasi akan mengikuti pola Sekneg. Reformasi di Kementerian Keuangan hanya naik gaji tanpa perubahan prilaku dan etos kerja,’’katanya. Sementara pengamat militer Indria Samego menilai, kebijakan remunerasi gaji para pegawai pajak, berpotensi menimbulkan kecemburuan di kalangan aparat negara. Terutama bagi prajurit TNI, Polri dan guru.
"Gaji mereka untuk hidup sehar-hari saja tidak cukup, apalagi untuk membeli rumah atau menyekolahkan anak-anak," ujar pengamat militer, Indria Samego, kepada INILAH.COM, Minggu (4/4). Sebagai contoh, seorang anggota TNI dengan pangkat Prajurit Dua memperoleh gaji pokok Rp1.100.000 per bulan. Ditambah tunjangan, beras dan lauk-pauk sebesar Rp 229.490/bulan.
Sedangkan anggota dengan pangkat Kapten dan sudah mengabdi 24 tahun di Kodam Jaya, mendapat gaji total Rp4.020.000/bulan. Gaji tersebut sudah termasuk tunjangan dan lauk-pauk. "Kami berharap agar rencana pemerintah menaikkan gaji PNS, anggota Polri dan TNI segera terwujud," ujar seorang anggota TNI berpangkat Kapten. Para anggota TNI ini bekerja selama 24 jam dan tinggal di asrama. "Tapi kami happy mas, nikmati saja apa adanya," tambah anggota yang lain.
Indira mengakui gaji pegawai negeri sipil (PNS) pada umumnya masih rendah. Hanya PNS di lingkungan kantor pajak yang tinggi menyusul diberlakukannya remunerasi. Dengan diberlakukannya sistem remunerasi oleh Menteri Keuangan, gaji PNS di lingkungan Ditjen Pajak jadi berlipat-lipat. Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin yang menilai bahwa remunerasi gaji PNS perlu dikaji ulang. Terutama prioritas kepentingan nasional.
Mencuatnya kasus Gayus, menurut Lukman Hakim, bisa menjadi momentumnya. Selain mengkaji remunerasi pajak, pemerintah harus memprioritaskan remunerasi TNI dan Polri. "Para prajurit TNI dan Polri, serta para guru yang berhadapan langsung dengan pelayanan publik gajinya masih kecil. Kesejahteraan mereka jauh dari memadai," ujar Lukman.
Lukman mengusulkan agar sistem remunerasi diberlakukan juga bagi prajurit TNI/Polri dan PNS di bidang pendidikan, terutama golongan rendahan. Mereka adalah golongan PNS yang berhadapan langsung dengan pelayanan publik. Kebijakan ini perlu dilakukan agar terjadi keadilan: tidak ada diskriminasi dan tidak ada pula pengistimewaan.
Ia mengakui selama ini ada gap kesejahteraan PNS di lingkungan kantor pajak dengan di instansi-insatansi lain. Padahal, tugas dan tanggung jawab mereka sama. Jika kesenjangan itu dibiarkan dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan. "Kalau ada kecemburuan dapat menimbulkan kerawanan sosial," papar Lukman. Memang tidak ada jaminan pemberlakuan sistem remunerasi dapat menjamin peningkatan profesionalisme dan kejujuran di kalangan pegawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar