Rabu, 16 Juni 2010
JAKARTA (Suara Karya): Penglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Marsetio mengakui, alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Koarmabar beserta jajarannya masih jauh dari kebutuhan minimum. Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang cukup luas, idealnya sudah seharusnya memiliki kapal-kapal patroli cepat dan kapal perang yang dilengkapi persenjataan berteknologi canggih.
"Untuk sebuah kekuatan itu kan biasanya adalah memenuhi esensi. Tapi, kita ini baru mau mulai untuk menimum. Jadi untuk minimum saja masih belum," kata Marsetio di sela-sela pameran fotografi di Makoarmabar, Jakarta, Selasa (15/6). Tampak hadir, Komandan Korps Marinir Mayjen TNI Mohammad Alfan Baharuddin, Panglima Kolinlamil Laksda TNI Slamet Yulistiyono, Komandan Lantamal III Jakarta, Laksma TNI Iskandar Sitompul dan Kepala Dinas Penerangan Armabar Letkol TNI Supriyono.
Sebagaimana diketahui, terkait dengan alutsista untuk tahun 2010, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso baru saja melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI. Dari anggaran yang diajukan sekitar Rp 2,7 triliun untuk penambahan alutsista, DPR hanya menyetujui sekitar Rp 352 miliar. TNI AL sendiri hanya mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 50 miliar.
Marsetio menyebutkan, pemenuhan kebutuhan pokok minimum (minimum essential force/MEF) untuk wilayah armabar sangat dibutuhkan. Alasannya, wilayah tersebut memiliki perairan yang tingkat kerawanannya tinggi, salah satunya Selat Malaka. Selat ini setidaknya dilalui oleh 40.000 kapal dari seluruh dunia. "Kita memiliki tantangan yang besar dalam mengamankan Selat Malaka. Selat ini memiliki kesibukan yang luar biasa. Dan menjadi selat terpadat nomor dua di dunia," ujarnya.
Kapal Kecil
Marsetio menambahkan, alutsista yang dibutuhkan oleh armabar adalah pengadaan kapal-kapal kecil, yang ukurannya sekitar 30-40 meter dan memiliki kecepatan tinggi. Ini karena wilayah perairan di armabar umumnya terdiri dari perairan di antara pulau dan selat. Namun demikian, kapal-kapal kecil tersebut juga perlu dilengkapi dengan torpedo maupun peluru kendali (rudal).
Dalam kesempatan itu, ia juga membantah bahwa armabar membutuhkan kapal selam. Menurutnya, kapal selam lebih cocok untuk armada wilayah timur (armatim) karena perairan di wilayah tersebut memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Sedangkan wilayah armabar, wilayah perairannya tidak terlalu dalam. Sebaliknya, armabar lebih mencakup wilayah kepulauan yang kecil-kecil.
"Kalau kita belum membutuhkan kapal selam. Wilayah kita perairannya kebanyakan di antara pulau-pulau. Sehingga, butuh kapal-kapal kecil dengan high speed. Jadi kapal selam tidak cocok untuk wilayah barat," ujarnya. (Feber Sianturi)
JAKARTA (Suara Karya): Penglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Marsetio mengakui, alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki Koarmabar beserta jajarannya masih jauh dari kebutuhan minimum. Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang cukup luas, idealnya sudah seharusnya memiliki kapal-kapal patroli cepat dan kapal perang yang dilengkapi persenjataan berteknologi canggih.
"Untuk sebuah kekuatan itu kan biasanya adalah memenuhi esensi. Tapi, kita ini baru mau mulai untuk menimum. Jadi untuk minimum saja masih belum," kata Marsetio di sela-sela pameran fotografi di Makoarmabar, Jakarta, Selasa (15/6). Tampak hadir, Komandan Korps Marinir Mayjen TNI Mohammad Alfan Baharuddin, Panglima Kolinlamil Laksda TNI Slamet Yulistiyono, Komandan Lantamal III Jakarta, Laksma TNI Iskandar Sitompul dan Kepala Dinas Penerangan Armabar Letkol TNI Supriyono.
Sebagaimana diketahui, terkait dengan alutsista untuk tahun 2010, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso baru saja melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI. Dari anggaran yang diajukan sekitar Rp 2,7 triliun untuk penambahan alutsista, DPR hanya menyetujui sekitar Rp 352 miliar. TNI AL sendiri hanya mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 50 miliar.
Marsetio menyebutkan, pemenuhan kebutuhan pokok minimum (minimum essential force/MEF) untuk wilayah armabar sangat dibutuhkan. Alasannya, wilayah tersebut memiliki perairan yang tingkat kerawanannya tinggi, salah satunya Selat Malaka. Selat ini setidaknya dilalui oleh 40.000 kapal dari seluruh dunia. "Kita memiliki tantangan yang besar dalam mengamankan Selat Malaka. Selat ini memiliki kesibukan yang luar biasa. Dan menjadi selat terpadat nomor dua di dunia," ujarnya.
Kapal Kecil
Marsetio menambahkan, alutsista yang dibutuhkan oleh armabar adalah pengadaan kapal-kapal kecil, yang ukurannya sekitar 30-40 meter dan memiliki kecepatan tinggi. Ini karena wilayah perairan di armabar umumnya terdiri dari perairan di antara pulau dan selat. Namun demikian, kapal-kapal kecil tersebut juga perlu dilengkapi dengan torpedo maupun peluru kendali (rudal).
Dalam kesempatan itu, ia juga membantah bahwa armabar membutuhkan kapal selam. Menurutnya, kapal selam lebih cocok untuk armada wilayah timur (armatim) karena perairan di wilayah tersebut memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Sedangkan wilayah armabar, wilayah perairannya tidak terlalu dalam. Sebaliknya, armabar lebih mencakup wilayah kepulauan yang kecil-kecil.
"Kalau kita belum membutuhkan kapal selam. Wilayah kita perairannya kebanyakan di antara pulau-pulau. Sehingga, butuh kapal-kapal kecil dengan high speed. Jadi kapal selam tidak cocok untuk wilayah barat," ujarnya. (Feber Sianturi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar