Surabaya, 15 September 2010 06:22
Tiang layar depan kapal latih TNI AL, KRI Dewaruci, patah akibat diterjang ombak, dalam perjalanan dari Pelabuhan Weser Point, Jerman, menuju Pelabuhan Cagliari, Italia.
Kepala Dinas Penerangan Komando Armada RI Kawasan Timur, Letkol Laut (Kh) Yayan Sugiana, di Surabaya, Selasa (14/9), mengatakan, insiden itu tidak mengakibatkan korban jiwa, baik dari anggota TNI-AL maupun kadet Akademi Angkatan Laut yang menjalankan misi diplomasi di beberapa negara Eropa itu.
"Namun ombak yang menghantam kapal hingga 30 jam itu juga memporakpordandakan isi ruangan kapal," katanya, mengutip keterangan dari Komandan KRI Dewaruci, Letkol Laut (P) Suharto, dari Cagliari. Menurutnya, ombak setinggi tujuh meter itu mengepung kapal tersebut hingga mengalami kemiringan 40 derajat. "Kondisi itu sangat berbahaya dan tidak biasa terjadi, mengingat keadaan angin dan tekanan udara dalam keadaan normal," katanya.
Pada saat peristiwa itu terjadi, kecepatan angin 10-20 knot, sedangkan tekanan udara 1.010-1.020 mb. "Keadaan normal kembali setelah kapal memasuki English Channel (Selat Inggris)," katanya. Informasi cuaca yang disampaikan Suharto melalui "Weather Fax" menyebutkan bahwa tekanan udara 1.005 mb terus meningkat sampai 1.020 mb selama 24 jam.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, angin itu membawa gelombang yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan seluruh awak kapal dan kadet harus berjibaku melawan ganasnya ombak dan alam yang kurang bersahabat itu selama 30 jam. Peristiwa ombak tinggi yang dialami KRI Dewaruci saat ini lebih tinggi daripada peristiwa saat KRI Dewaruci dihantam ombak pada 2004 di Okinama, Jepang.
KRI Dewaruci kembali melanjutkan perjalanan menuju Cagliari setelah menjalani perbaikan di Brest, Prancis. KRI Dewaruci meninggalkan Jerman setelah mengikuti "Sail Bremerhaven" selama lima hari. Di Jerman, awak KRI Dewaruci mengucapkan "Ich komme nach hause". Istilah Jerman tersebut bermakna, "Saya pulang kampung". Hal itu menjadi sangat mengesankan karena KRI Dewaruci merupakan kapal layar tiang tinggi buatan Hamburg, Jerman, pada 1952.
Kapal jenis latih milik TNI-AL tersebut sudah 58 tahun mengabdi di Indonesia dan melanglang buana dengan mengemban misi diplomasi tingkat dunia. Tak heran bila masyarakat Jerman tumpah ruah di Pelabuhan Bremerhaven menyambut kedatangan KRI Dewaruci yang disertai dengan berbagai atraksi kesenian.
Selanjutnya pergelaran seni di Jerman digelar dua kali dalam satu hari dan merupakan hal yang sangat istimewa karena warga Jerman berkesempatan mengunjungi KRI Dewaruci. Apalagi kegiatan itu tidak hanya digelar di atas geladak, melainkan juga di panggung utama yang tersedia.
Sementara itu, awak KRI Dewaruci berlebaran di atas perairan laut Mediterania dengan penuh kecemasan karena perairan itu terkenal ganas, seperti Teluk Biscay, Samudera Atlantik, dan Selat Gibraltar. "Tetapi kami bersyukur, laut sangat bersahabat selama enam hari di Biscay, Atlantik, dan Gibraltar," kata Perwira Navigasi KRI Dewaruci Lettu Hadi yang pernah merasakan ganasnya Teluk Biscay selama masih menjadi kadet pada 2005.
Takbir pun menggema di geladak tengah diiringi dengan irama perkusi diiringi beduk, bas, drum, dan tenor. Juga terlihat ada yang membawa botol, piring, dan lempengan besi untuk menyemarakkan acara malam takbiran di tengah kegelapan malam Laut Mediterania. [TMA, Ant]
Tiang layar depan kapal latih TNI AL, KRI Dewaruci, patah akibat diterjang ombak, dalam perjalanan dari Pelabuhan Weser Point, Jerman, menuju Pelabuhan Cagliari, Italia.
Kepala Dinas Penerangan Komando Armada RI Kawasan Timur, Letkol Laut (Kh) Yayan Sugiana, di Surabaya, Selasa (14/9), mengatakan, insiden itu tidak mengakibatkan korban jiwa, baik dari anggota TNI-AL maupun kadet Akademi Angkatan Laut yang menjalankan misi diplomasi di beberapa negara Eropa itu.
"Namun ombak yang menghantam kapal hingga 30 jam itu juga memporakpordandakan isi ruangan kapal," katanya, mengutip keterangan dari Komandan KRI Dewaruci, Letkol Laut (P) Suharto, dari Cagliari. Menurutnya, ombak setinggi tujuh meter itu mengepung kapal tersebut hingga mengalami kemiringan 40 derajat. "Kondisi itu sangat berbahaya dan tidak biasa terjadi, mengingat keadaan angin dan tekanan udara dalam keadaan normal," katanya.
Pada saat peristiwa itu terjadi, kecepatan angin 10-20 knot, sedangkan tekanan udara 1.010-1.020 mb. "Keadaan normal kembali setelah kapal memasuki English Channel (Selat Inggris)," katanya. Informasi cuaca yang disampaikan Suharto melalui "Weather Fax" menyebutkan bahwa tekanan udara 1.005 mb terus meningkat sampai 1.020 mb selama 24 jam.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, angin itu membawa gelombang yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan seluruh awak kapal dan kadet harus berjibaku melawan ganasnya ombak dan alam yang kurang bersahabat itu selama 30 jam. Peristiwa ombak tinggi yang dialami KRI Dewaruci saat ini lebih tinggi daripada peristiwa saat KRI Dewaruci dihantam ombak pada 2004 di Okinama, Jepang.
KRI Dewaruci kembali melanjutkan perjalanan menuju Cagliari setelah menjalani perbaikan di Brest, Prancis. KRI Dewaruci meninggalkan Jerman setelah mengikuti "Sail Bremerhaven" selama lima hari. Di Jerman, awak KRI Dewaruci mengucapkan "Ich komme nach hause". Istilah Jerman tersebut bermakna, "Saya pulang kampung". Hal itu menjadi sangat mengesankan karena KRI Dewaruci merupakan kapal layar tiang tinggi buatan Hamburg, Jerman, pada 1952.
Kapal jenis latih milik TNI-AL tersebut sudah 58 tahun mengabdi di Indonesia dan melanglang buana dengan mengemban misi diplomasi tingkat dunia. Tak heran bila masyarakat Jerman tumpah ruah di Pelabuhan Bremerhaven menyambut kedatangan KRI Dewaruci yang disertai dengan berbagai atraksi kesenian.
Selanjutnya pergelaran seni di Jerman digelar dua kali dalam satu hari dan merupakan hal yang sangat istimewa karena warga Jerman berkesempatan mengunjungi KRI Dewaruci. Apalagi kegiatan itu tidak hanya digelar di atas geladak, melainkan juga di panggung utama yang tersedia.
Sementara itu, awak KRI Dewaruci berlebaran di atas perairan laut Mediterania dengan penuh kecemasan karena perairan itu terkenal ganas, seperti Teluk Biscay, Samudera Atlantik, dan Selat Gibraltar. "Tetapi kami bersyukur, laut sangat bersahabat selama enam hari di Biscay, Atlantik, dan Gibraltar," kata Perwira Navigasi KRI Dewaruci Lettu Hadi yang pernah merasakan ganasnya Teluk Biscay selama masih menjadi kadet pada 2005.
Takbir pun menggema di geladak tengah diiringi dengan irama perkusi diiringi beduk, bas, drum, dan tenor. Juga terlihat ada yang membawa botol, piring, dan lempengan besi untuk menyemarakkan acara malam takbiran di tengah kegelapan malam Laut Mediterania. [TMA, Ant]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar