Pengamat Pertahanan dan Politik luar Negeri dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Dr Andreas H. Pareira, mengatakan tidak adil dan malah sangat tak relevan jika kasus Gayus Tambunan dipakai sebagai alasan untuk menghentikan program remunerasi di lingkungan TNI.
”Sekadar background remunerasi di Kementrian Pertahanan (Kemenhan) termasuk TNI baru mulai tahun ini. Itupun setelah melalui upaya perjuangan panjang sejak tiga tahun yang lalu, ungkap mantan anggota komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan pada periode 2004-2009.
Dijelaskannya, ketika Menteri Keuangan (Menkeu) pada tahun 2007 menyampaikan rencana remunerasi di beberapa lembaga negara sebagai ’pilot project’ Komisi I DPR RI mempertanyakan , ”mengapa Kemenhan tidak dimasukkan ?.
”Kami pertanyakan itu, mengingat berat dan tinggi resiko tugas para prajurit TNI. Akhirnya setelah dua tahun Komisi I DPR RI ’Ngontot barulah tahun lalu rencana remunerasi di lungkup Kemenhan disetujui”, ungkapnya.
Oleh karena itu Andreas Pareira berulang-ulang menyatakan seputar ketidak relevanan dan ketidak adilan kalau lantaran perilaku seorang Gayus Tambunan yang dituduh memanipulasi pajaj serta pencucian uang, lalu membuat program yang merupakan bagian dari reformasi birokrasi itu dibatalkan di instansi lainnya. ”ingat Gayus Tambunan yang PNS peringkat Pelaksana ini sudah menikmati remunerasi di lingkungan Kemenkeu (dalam hal ini Ditjen Pajak red) dan menerima ’take home pay’ sebesar Rp 12 juta dari instansi basah pula , ujarnya.
Kondisi sangat berbeda terjadi di lingkungan TNI yang hingga kini masih menghadapi banyak sekali keprihatinan, mulai dari kondisi barak serta asrama prajurit tak layak huni hingga rendahnya tingkat kesejahteraan pada umumnya kata Andreas Pareira. Lihat saja kasus beberapa janda eks prajurit yang rumahnya mau di reslag pegadaian, atau para purnawirawan yang terpaksa kena gusur di mana-mana. Itu menunjukkan situasi sangat bertolak belakang dengan apa yang dialami PNS di Kemenkeu, terutama Ditjen Pajak termpatnya Gayus itu. ”katanya.
Padahal kata dia prajurit TNI dibutuhkan dalam mengawal NKRI ideologi Pancasila, kebinekaaan dan kelangsungan bangsa ini, Bagaimana para prajurit ini bisa meningkatkan kualitas profesionalitas dan semangat kejuangannya jika kelayakan dan kesejahteraan hidupnya memprihatiankan ? Padahal tantangan mengamankan NKRI, baik itu ideologi maupun kekayaan alamnya dari serbuan asing, termasuk tetangga semakin meningkat” katanya.
Agar kasus Gayus Tambunan ini tidak harus membatalkan remunerasi di lingkup Kemenkeu , termasuk TNI , menurut dia yang perlu dilakukan dan dievaluasi adalah merancang sistem yang bisa sesuai antara remunerasi dan peningkatan kinerja serta peningkatan Output. Dengan demikian, gaji naik diimbangi dengan kinerja prajurit TNI yang juga menjadi lebih baik, kata Andreas Pareira.
Sementara itu anggota Fraksi Partai Golkar di DPR RI, Fakyahun Andriadi juga mendukung remunerasi TNI. TNI sudah ikhlas untuk meninggalkan politik (praktis) dan bisnis (praktis), lantas kembali ke Barak. Perlu ada penghargaan dengan program remunerasi itu, ujarnya.
Dengan begitu, demikian Fakyahun Andriadi para anggota TNI itu akan fokus saja kepada peningkatan profesionalismenya sebagai tentara pejuang pembela NKRI serta ideologi Pancasila, dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya amanat sapta marga prajurit. Sekali lagi saya tegaskan , ini harus diberikan apresiasi berupa remunerasi lebih cepat lebih baik. Katanya ,menandaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar