Selasa, 30 Maret 2010 15:55 WIB
KOTABARU, KOMPAS.com - Sekitar 450 ranjau laut yang masih aktif sisa Perang Dunia (PD) II diperkirakan masih berserakan di pesisir Pulau Laut, satu dari 110 kepulauan di wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
KOTABARU, KOMPAS.com - Sekitar 450 ranjau laut yang masih aktif sisa Perang Dunia (PD) II diperkirakan masih berserakan di pesisir Pulau Laut, satu dari 110 kepulauan di wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Itu sebabnya, Komandan Pangkalan TNI AL Kotabaru, Letkol Laut (P) Andi Abdul Aziz, mengingatkan perlu kehati-hatian jika pemerintah ingin melakukan aktifitas di daerah tersebut. "Perlu deteksi ranjau terlebih dahulu, sebelum melakukan aktifitas, saat hendak memasang tiang pancang jembatan," kata Abdi Abdul Azis di Kotabaru, Selasa (30/3/2010). Peringatan Andi ini terkait rencana PT Sebuku Iron Laterit Ores (SILO) membangun jembatan Pulau Laut-Kotabaru sepanjang 3,5 Km dengan dana sekitar Rp 700-Rp 800 miliar.
Jembatan itu sebagai bentuk konpensasi pertambangan batu bara dan bijih besi kepada masyarakat Kotabaru dari Silo. Dia memperkirakan, saat ini keberadaan ranjau-ranjau sisa Perang Dunia II itu telah terbenam di dalam lumpur dengan kedalaman bervariasi. "Diperkirakan ada yang sampai lima meter lebih," jelasnya.
Ranjau tersebut tidak dapat dilihat dari permukaan, sehingga perlu peralatan khusus untuk mendeteksi. Menurut dia, ranjau-ranjau yang masih aktif itu perlu diledakkan terlebih dahulu untuk memastikan agar tidak mengganggu aktifitas pembangunan jembatan.
Sebelumnya, TNI AL menemukan 19 unit ranjau yang masih aktif di perairan Pulau Sebuku, Kotabaru. Komandan Satgas Penyapuan Ranjau TNI AL Kolonel Laut (P) GIG JM Sipasulta, pernah mengatakan, ranjau tersebut ditemukan di kawasan seluas 85 hektare di perairan Tanjung Nusantara, Pulau Sebuku, Kotabaru. "Berdasarkan deteksi awal, kami menemukan 15 titik ranjau yang masih aktif," kata dia.
Namun, setelah diledakkan, dalam satu titik terkadang terdapat dua sampai tiga kali ledakan yang dahsyat. "Itu artinya ranjau yang terpasang di titik tersebut terdapat dua sampai tiga unit yang dipasang oleh Jepang pada Perang Dunia II," ujarnya. Menurut dia, ranjau-ranjau yang masih aktif dan berbahaya itu telah terbenam di kedalaman lumpur antara dua sampai enam meter. Ranjau sisa perang dunia II tersebut merupakan jenis "ranjau pengaruh" dan telah diledakkan dengan bom rakitan TNI AL seberat 175 Kg, dengan 15 kali ledakan. Jepang saat itu diperkriakan menyebarkan 400.000 lebih ranjau di perairan wilayah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar