Jakarta (Bali Post) -
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menindaklanjuti pengelolaan dana operasionalisasi rumah sakit di bawah Kementerian Pertahanan, serta pemanfaatan fasilitas Dinas Dishidros TNT AL senilai Rp 589,37 miliar, yang diduga tidak sesuai ketentuan."Kalau BPK menemukan terjadi kejanggalan, silakan diusut. Tidak ada masalah, kalau memang diduga telah terjadi kerugian negara," ujar Kepala Biro Humas Dephan Brigjen I Wayan Midhio di Jakarta, Kamis (25/3) kemarin.
Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2009, BPK menemukan sejumlah kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, yang salah satunya terjadi di Kementerian Pertahanan. Dokumen itu menyebutkan, mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan penerimaan negara dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan. Terdapat pengelolaan dana Yanmasum RS (Pelayanan Masyarakat Umum Rumah Sakit -red) dan hasil pemanfaatan Fasdin Dishidros (Fasilitas Dinas Dinas Hidro-oseonografi -red) UO TNI-AL senilai Rp 589,37 miliar tidak sesuai ketentuan dan belum memperoleh izin Menteri Keuangan. Hasil demikian sebenarnya merupakan"ulangan" hasil audit BPK tahun-tahun sebelumnya atas operasionalisasi rumah sakit dan lembaga berada di bawah manajemen Kemenhan dan TNI, seperti RSP AD, RS Mintohardjo, dan RS Pusat Rehabilitasi Cacat Dr. Suyoto. Wayan Midhio menjelaskan, yang dipermasalahkan BPK sebenarnya terkait dengan pungutan yang dilakukan rumah sakit-rumah sakit tersebut terhadap pasien sipil. BPK menganggap pungutan tersebut tak wajar karena dilakukan tanpa dasar hukum. (ant)
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menindaklanjuti pengelolaan dana operasionalisasi rumah sakit di bawah Kementerian Pertahanan, serta pemanfaatan fasilitas Dinas Dishidros TNT AL senilai Rp 589,37 miliar, yang diduga tidak sesuai ketentuan."Kalau BPK menemukan terjadi kejanggalan, silakan diusut. Tidak ada masalah, kalau memang diduga telah terjadi kerugian negara," ujar Kepala Biro Humas Dephan Brigjen I Wayan Midhio di Jakarta, Kamis (25/3) kemarin.
Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2009, BPK menemukan sejumlah kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, yang salah satunya terjadi di Kementerian Pertahanan. Dokumen itu menyebutkan, mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan penerimaan negara dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan. Terdapat pengelolaan dana Yanmasum RS (Pelayanan Masyarakat Umum Rumah Sakit -red) dan hasil pemanfaatan Fasdin Dishidros (Fasilitas Dinas Dinas Hidro-oseonografi -red) UO TNI-AL senilai Rp 589,37 miliar tidak sesuai ketentuan dan belum memperoleh izin Menteri Keuangan. Hasil demikian sebenarnya merupakan"ulangan" hasil audit BPK tahun-tahun sebelumnya atas operasionalisasi rumah sakit dan lembaga berada di bawah manajemen Kemenhan dan TNI, seperti RSP AD, RS Mintohardjo, dan RS Pusat Rehabilitasi Cacat Dr. Suyoto. Wayan Midhio menjelaskan, yang dipermasalahkan BPK sebenarnya terkait dengan pungutan yang dilakukan rumah sakit-rumah sakit tersebut terhadap pasien sipil. BPK menganggap pungutan tersebut tak wajar karena dilakukan tanpa dasar hukum. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar