JAKARTA, NusaBali
Dugaan suap yang melibatkan 39 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) peri ode 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom dinilai memprihatinkan. Hal ini
membuktikan DPR masih sangat rentan dengan terjadinya transaksi politik.
"Dengan terkuaknya 39 anggota dewan yang diduga terlibat menerima suap dari Miranda saat akan menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini membuktikan bahwa Lembaga DPR sangat . rentan dengan tranksakisonal politik. Hal seperti ini tidak seharusnya terjadi, karena DPR merupakan lembaga yang dipilih langsung oleh rakyat," kata pengamat hukum HIJ' D Institute IChie Siregar di Jakarta, Minggu (21 /3).
Menurut Ichie, 39 angota dewan yang diduga menerima suap tersebut terkuak dalam fakta persidangan yang saat ini kasusnya sedang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mereka terdiri dari 19 orang dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 12 dari Partai Golongan Karya (Golkar), 4 orang anggota dewan dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan dari unsur TNI/Polri sebanyak 4 orang.
"Fenomena dugaan suap ini . menjadi pintu masuk kearah upaya peninjauan kembali undang-undang terkait yang mengharuskan setiap pejabat N~gara harus melewati seleksi di DPR. Tidak menutup kemungkinan dugaan suap juga terjadi dalam pemilihan pejabat Negara yang lain," jelasnya di lansir detikcom.
Sejumlah pejabat Negara, lanjut Ichie, yang hams dipilJl melalui seleksi anggota DPR seperti pemilihan ketua Komisi Pemberansan Korupsi (KPK), ketua Mahkamah Agung (MA), Kapolri, ketua Komisi Yudhisial (KY) serta pejabat tinggi negam lainya.
"Kita ingin, ketua lembaga tertentu yang dipilih oleh DPR merupakan orang sangat berkualitas dibidangnya bukan orang yang karena banyak materilnya," ujarnya. "Sangat memprihatinkan, kelakuan 39 anggota dewan tersebut. Akuntantabilitas moral seorang. pejabat yang dipilih oleh DPR ternyata diduga melakllkan suap. Sudah saatnya untuk meninjau kembali Undang-undang tersebut agar tidak terjadi transaksi politik di di DPR lagi," pungkasnya.
Dugaan suap yang melibatkan 39 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) peri ode 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom dinilai memprihatinkan. Hal ini
membuktikan DPR masih sangat rentan dengan terjadinya transaksi politik.
"Dengan terkuaknya 39 anggota dewan yang diduga terlibat menerima suap dari Miranda saat akan menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini membuktikan bahwa Lembaga DPR sangat . rentan dengan tranksakisonal politik. Hal seperti ini tidak seharusnya terjadi, karena DPR merupakan lembaga yang dipilih langsung oleh rakyat," kata pengamat hukum HIJ' D Institute IChie Siregar di Jakarta, Minggu (21 /3).
Menurut Ichie, 39 angota dewan yang diduga menerima suap tersebut terkuak dalam fakta persidangan yang saat ini kasusnya sedang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mereka terdiri dari 19 orang dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 12 dari Partai Golongan Karya (Golkar), 4 orang anggota dewan dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan dari unsur TNI/Polri sebanyak 4 orang.
"Fenomena dugaan suap ini . menjadi pintu masuk kearah upaya peninjauan kembali undang-undang terkait yang mengharuskan setiap pejabat N~gara harus melewati seleksi di DPR. Tidak menutup kemungkinan dugaan suap juga terjadi dalam pemilihan pejabat Negara yang lain," jelasnya di lansir detikcom.
Sejumlah pejabat Negara, lanjut Ichie, yang hams dipilJl melalui seleksi anggota DPR seperti pemilihan ketua Komisi Pemberansan Korupsi (KPK), ketua Mahkamah Agung (MA), Kapolri, ketua Komisi Yudhisial (KY) serta pejabat tinggi negam lainya.
"Kita ingin, ketua lembaga tertentu yang dipilih oleh DPR merupakan orang sangat berkualitas dibidangnya bukan orang yang karena banyak materilnya," ujarnya. "Sangat memprihatinkan, kelakuan 39 anggota dewan tersebut. Akuntantabilitas moral seorang. pejabat yang dipilih oleh DPR ternyata diduga melakllkan suap. Sudah saatnya untuk meninjau kembali Undang-undang tersebut agar tidak terjadi transaksi politik di di DPR lagi," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar