Sabtu, 20 Maret 2010 07:53 WIB
Penulis : Dinny Mutiah
JAKARTA--MI: Latihan gabungan terorisme yang dilakukan TNI-Polri butuh dasar hukum yang lebih tegas agar bisa efektif diaplikasikan di lapangan. Tanpa UU, latihan gabungan dikhawatirkan tak bisa menghindarkan tumpang tindih kewenangan TNI-Polri.
Penulis : Dinny Mutiah
JAKARTA--MI: Latihan gabungan terorisme yang dilakukan TNI-Polri butuh dasar hukum yang lebih tegas agar bisa efektif diaplikasikan di lapangan. Tanpa UU, latihan gabungan dikhawatirkan tak bisa menghindarkan tumpang tindih kewenangan TNI-Polri.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Program Imparsial Al Araf di Jakarta, Jumat (19/3). "UU TNI memang mencantumkan tugas menanggulangi terorisme sebagai operasi militer selain perang (OMSP), tapi itu atas keputusan siapa. Kita butuh UU perbantuan untuk segera menyelesaikan tumpang tindih kewenangan," katanya.
Latihan bersama, tukas dia, tidak cukup untuk menegaskan batas tugas TNI dan Polri. UU Antiterorisme bahkan tidak pernah diturunkan dalam bentuk keputusan presiden sebagai panduan yang lebih teknis. Padahal, penanganan terorisme membutuhkan kebijakan terpadu dan terintegrasi antara dua aparat negara yang memiliki kewenangan yang sama. "Tidak ada kebijakan terpadu, dalam konteks ini antara UU Pertahanan, UU Kepolisian dan UU TNI, sehingga tidak menimbulkan masalah di masa datang. Tidak memberi ruang bagi TNI untuk melakukan tindakan yang tidak seharusnya," jelasnya.
Aturan yang tidak ketat bisa membuka TNI untuk menafsirkan sendiri aturan meski sudah ada garisan tegas bahwa TNI hanya bisa masuk jika ada keputusan politik. Itu, kata dia, sudah dibuktikan dengan tindakan TNI menangkapi teroris di Sulawesi tanpa ada koordinasi sebelumnya dengan polisi. "OMSP tidak menjelaskan lebih rinci, siapa yang memutuskan TNI bisa terlibat. Latgab akan bisa diimplementasikan ke depan jika ada landasan lebih kuat," tukasnya. Al Araf menegaskan bahwa pengaturan tugas perbantuan merupakan mandat dari UU Pertahanan, UU Kepolisian dan UU TNI. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk menolak pembahasan termasuk kepolisian.
"Tugas presiden desak kapolri tidak ambil keputusan sendiri. Ini sebenarnya karena presiden tidak tegas, presiden harus menekankan agar kepolisian harus ikut alur demokrasi dimana menempatkan kepolisian di bawah departemen untuk pembuat kebijakan," tandasnya. (DM/OL-0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar