Kamis, 15 April 2010 19:17 WIB
KUPANG, POS KUPANG. com -- Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Timur (STPPIT) Markas Besar TNI, Letnan Kolonel Infantri Arman Dahlan menyatakan, seluruh wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga memerlukan jaringan telekomunikasi yang kuat.
KUPANG, POS KUPANG. com -- Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Timur (STPPIT) Markas Besar TNI, Letnan Kolonel Infantri Arman Dahlan menyatakan, seluruh wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga memerlukan jaringan telekomunikasi yang kuat.
"Saya sering datangi pos-pos pengamanan perbatasan dan hampir semuanya tidak bisa menangkap sinyal telekomunikasi dengan baik. Kalaupun ada, itu adalah sinyal telekomunikasi dari Timor Telecom milik negara tetangga kita," katanya di Kupang, Rabu (14/4/2010).
Dahlan yang juga Komandan Batalion Infantri 742/Satya Wira Yudha berkedudukan di Mataram, NTB, menyatakan, satuan tugas militer yang kini dia pimpin memiliki 38 pos pengamanan di sepanjang hampir 300 kilometer garis perbatasan kedua negara. Dia memberi ilustrasi, jika sedang melakukan peninjauan lapangan di satu pos pengamanan STPPIT Markas Besar TNI, maka telepon genggamnya akan menangkap sinyal dari Timor Telecomm, satu perusahaan telekomunikasi Timor Timur yang sebagian besar pengelolaannya dioperasikan Australia.
"Tarifnya luar biasa mahal. Terima dan kirim sms saja bisa Rp10.000 sekali kirim untuk pesan maksimal 160 karakter. Kalau menelepon atau menerima, bisa Rp 60.000 semenit, sementara tunjangan kami sangat terbatas," katanya.
Hal itu, katanya, sangat membebani operasionalisasi pengamanan satuan tugas yang kini dia pimpin. Anak buahnya sering harus menahan hasrat berkomunikasi dengan sejawat dan keluarga, karena terbentur biaya yang sangat tinggi itu.Menurut dia, keadaan topografis pos-pos pengamanan banyak yang terpencil dan jauh dari pemukiman penduduk. "Jangankan menara sinyal telekomunikasi, aliran listrik dan air bersih saja sulit didapat di bagian-bagian itu," katanya.
Dia menyebutkan, kehadiran sinyal telekomunikasi yang kuat penting sekali perannya ditinjau dari berbagai aspek. Jika terjadi ancaman dan gangguan keamanan serta pertahanan negara, maka komunikasi akan menjadi sangat mudah dengan adanya sinyal yang kuat.
Mungkin para perusahaan telekomunikasi dan pemerintah nanti bisa membangun menara sinyalnya di titik-titik strategis tertentu. "Jika sinyal telekomunikasi bisa ditangkap secara baik, kami yakin proses pembangunan di areal terpencil itu bisa terbantu secara cukup berarti," katanya.Kebanyakan pos-pos pengamanan itu berada di Kabupaten Belu, NTT, yang berbatasan dengan Distrik Bobonaro dan Distrik Maliana, Timor Timur.
Sisanya berada di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, yang berbatasan langsung dengan Distrik Oekusi, Timor Timur. Distrik ini menjadi satu enklav wilayah negara itu yang terpisah sejauh kurang lebih 80 kilometer dari wilayah induk negara baru tersebut.
Untuk menyiasati keadaan yang tidak menguntungkan itu, pencarian titik-titik yang bisa menangkap sinyal telekomunikasi dari PT Telkomsel Tbk selalu dilakukan anak buahnya di sekitar pos pengamanan, di mana mereka ditempatkan, dan terkadang membuahkan hasil.Pos Aplal di Kabupaten Belu Timor Tengah Utara, NTT, yang terletak sekitar tiga jam berkendara dari Kefamenenu, ibukota kabupaten itu, cukup beruntung.
"Karena sekitar satu jam dari pos itu terdapat satu perbukitan yang bisa menangkap sinyal Telkomsel. Jadi anggota yang ingin berkomunikasi bisa meminta izin komandan pos untuk mendatangi 'bukit sinyal' itu dan berbicara sesuai keperluannya. Itu juga tidak boleh lama-lama dan harus bergantian, sehingga tugas patroli bisa tetap berjalan baik," katanya.Keadaan itu bisa bertambah buruk jika cuaca tidak bersahabat alias turun hujan lebat. Jalan menuju "bukit sinyal" itu menjadi sulit dilalui dan bisa dipastikan sinyal juga punah sudah. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar