Senin, 23 Agustus 2010 , 01:07:00 WIB Rakyat Merdeka
RMOL.Ratusan prajurit TNI yang terjangkit virus HIV/AIDS di Papua diduga suka ‘jajan’. Ditugaskan di wilayah konflik yang terpencil jauh dari keluarga, kerap memunculkan godaan liar. Panglima TNI disuruh meniru cara Amerika, dengan cara menyediakan kondom buat prajurit, agar anak buahnya tidak terjangkiti virus mematikan tersebut.
Data yang mengungkap 144 orang prajurit TNI terinfeksi virus HIV/AIDS menjadi kado kemerdekaan yang paling menyedihkan, jelang peringatan HUT RI ke-65 beberapa waktu lalu. Dari 144 prajurit Kodam XVII Cenderawasih itu empat di antaranya meninggal, sisanya kini sedang menjalani perawatan.
Sejak lebih dari satu dasawarsa silam, memang penyebaran virus HIV/AIDS di Papua begitu masif. Hingga akhirnya virus yang menggerogoti sistem kekebalan tubuh ini juga menjangkiti ratusan prajurit Kodam XVII Cenderawasih. Pengamat militer Andi Widjojanto menggugat peran Panglima Kodam (Pangdam). Seharusnya, kata Andi, sebagai pimpinan tertinggi, Pangdam sedini mungkin menyiapkan pencegahan, agar prajuritnya tidak terpapar HIV/AIDS. “Dia harus bertanggung jawab dalam kasus ini,” ujar Andi.
Andi menduga, virus HIV/AIDS yang menyerang ratusan oknum tentara, lantaran para prajurit ‘suka jajan’ alias seks bebas. Diakui Andi, memang bertugas di daerah konflik yang terpencil dalam waktu lama akan menyulitkan prajurit. Jadi sangat manusiawi jika seorang prajurit yang terpisah jauh dari isterinya, mencari pelampiasan biologis.
“Komandannya seharusnya mengerti dong masalah itu. Mereka harus bisa menguatkan mental para prajurit. Kalau memang tidak bisa, mereka harus mengatur cara penyelesaian masalah tersebut,” celotehnya. Bagaimana caranya? Andi mencontohkan, pola kebijakan yang diterapkan oleh angkatan perang Amerika Serikat (AS). Komandan tentara negeri adidaya itu memahami kalau prajuritnya mengalami persoalan seks. “Maka dari itu tentara Amerika yang ditugaskan di wilayah konflik diberikan sarana untuk menyalurkan kebutuhan (seks) tersebut. Misalnya mereka disediakan fasilitas kondom agar mereka tidak tertular AIDS,” tambahnya.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso mengaku sedih sekaligus kecewa saat mendengar kabar ratusan prajurit TNI terpapar HIV/AIDS. “Untuk itu saya akan minta Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dan Menhan Purnomo Yusgiantoro segera bertindak. Kedua pejabat itu harus bertanggung jawab penuh atas pembinaan prajurit,” kata Priyo di Jakarta.
Sedianya, Priyo akan berkoordinasi dengan ketua komisi pertahanan DPR untuk memanggil Djoko dan Purnomo agar secepatnya memberi perhatian serius terhadap persoalan ini. “Kalau bisa TNI harus menyiapkan program kerohanian. Itu diperlukan untuk mencegah hal seperti ini terulang. Bahkan kalau perlu TNI harus menyiapkan anggaran khusus untuk program ini,” cecar Priyo.
Priyo tak setuju dengan wacana pemberian sanksi bagi prajurit yang dijangkiti virus HIV/AIDS. Menurutnya, penyakit yang menimpa mereka sudah menjadi hukuman, jadi tak usah lagi diberi sanksi. Sebaliknya, para prajurit itu wajib diberi pengobatan. “Mereka kan perajurit yang banyak berjasa di lapangan.” Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menduga ratusan prajurit tersebut terinfeksi HIV/AIDS sebelum mereka menjadi tentara.
Soalnya, masa inkubasi virus HIV/AIDS itu berlangsung selama delapan tahun. Sedang penugasan parjurit TNI itu biasanya paling lama selama enam tahun. “Meski setiap tahun prajurit TNI wajib mengikuti medical cek up tapi bisa saja para penderita HIV/AIDS itu tidak terdeteksi, karena pada tahap inkubasi virus itu sulit untuk dideteksi,” ujarnya.
Sebaliknya, pensiunan perwira TNI ini, mengaku salut dengan langkah yang ditempuh Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen Hotma Marbun, yang sudah berupaya menyosialisasikan bahaya HIV/AIDS dan tidak mengisolir para prajurit yang terjangkit virus mematikan tersebut.
“Memang Ada Oknum Yang Memilih Jajan”
Mayjen Hotma Marbun, Pangdam XVII Cederawasih
Mayjen Hotma Marbun tanggapi santai data penularan virus HIV/AIDS yang menyerang anak buahnya. Dia bilang, wajar saja jika ada anggota TNI yang terjangkiti virus mematikan tersebut, mengingat Papua termasuk daerah yang tingkat penyebaran HIV/AIDS-nya paling tinggi di Indonesia.
“Sehingga sulit bagi para prajurit untuk menghindari penyakit tersebut. Karena penyebaran virus HIV/AIDS di Papua paling tinggi dan para prajurit berada di tengah-tengah. Wajar kalau mereka sampai terkena,” katanya kepada Rakyat Merdeka.
Dijelaskan Hotma, prajurit yang terjangkit HIV/AIDS umumnya disebabkan dua hal. Pertama, Papua sebagai wilayah konflik yang terpencil menyebabkan para prajurit tak bisa berkomunikasi dengan masyarakat dan sulit mendapat hiburan. Penyebab kedua, adalah lamanya rentang waktu penugasan para prajurit, sehingga mereka tidak bisa bertemu dengan anak dan isterinya.
“Memang ada oknum-oknum yang bandel, dan memilih untuk ‘jajan’. Tapi jika kita melihat dari situasinya, saya rasa itu sangat manusiawi,” ucapnya. Hotma mengungkapkan, sejatinya menjangkitnya virus HIV/AIDS di kalangan prajurit sudah cukup lama.
Selama ini, Kodam Cenderawasih sudah menyosialisasikan bahaya HIV/AIDS kepada para prajurit. Namun, karena rendahnya kesadaran prajurit untuk memeriksakan kesehatan saat itu, makanya sulit untuk diketahui. “Setelah kita memunculkan data tersebut di media, baru banyak prajurit yang sadar, dan memeriksakan kesehatannya,” ungkapnya.
Agar tidak merasa diasingkan, dibeberkan Hotma, prajurit TNI pengidap HIV/AIDS tetap ditugaskan sebagai staff administrasi.
"HIV/AIDS Pengaruhi Psikologis Prajurit TNI"
Nafsiah Mboi, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Beban kerja Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), Nafsiah Mboi, makin berat saja, setelah ratusan prajurit TNI dijangkiti virus HIV/AIDS.
Nafsiah hanya bisa berharap prajurit yang terjangkit penyakit mematikan tersebut tidak lantas dibebas tugaskan. Sebab, jika langsung dinonaktifkan, tak hanya akan mempengaruhi psikologis prajurit yang diserang HIV/AIDS itu saja, tapi juga juga berdampak terhadap psikologi pasukan secara keseluruhan.
“Kan masih banyak yang belum terjangkit AIDS. Kalau masih dalam taraf HIV kondisi tubuhnya tidak akan menurun, selama mereka menjalankan gaya hidup sehat dan tidak menularkannya kepada orang lain, biarkan saja,” kata Nafsiah.
Nafsiah menganjurkan, bagi para prajurit TNI yang terjangkit HIV agar menjaga pola makan, beristirahat cukup, jangan mengkonsumsi minuman alkohol, dan jangan ‘jajan’. Jika hal itu dilakukan, mereka tak usah lagi disuntik antiretroviral (ARV). “Nanti ARV baru diberikan jika sudah menjadi AIDS,” tambahnya.
Dibeberkan Nafsiah, tingkat penularan HIV/AIDS di Indonesia timur khususnya Papua, sedang hebat-hebatnya saat ini. Untuk mencegah penyebaran penyakit HIV/AIDS di kalangan TNI, Nafsiah menyarankan, agar panglima TNI mendisiplinkan anggotanya.
Sebab jika anggotanya masih ada yang suka ‘jajan’, bukan tidak mungkin jumlah prajurit TNI yang terpapar HIV/AIDS bakal bertambah. Ratusan prajurit TNI yang diserang HIV/AIDS itu adalah akumulasi data sejak tahun 2002. Dari data Kementerian Kesehatan per Juni 2010, Papua menjadi daerah rawan HIV/AIDS. Tingkat kumulatifnya mencapai 135,44 per 100 ribu jiwa. Jumlah itu 14,34 kali lipat dari tingkat kumulatif nasional yang hanya 9,44 per 100 ribu jiwa.
Posisi kedua dan ketiga yang menjadi kantong pengidap HIV/AIDS masing-masing ditempati Provinsi Bali dan DKI Jakarta. Bali dengan angka 5,2 kali angka kumulatif nasional, sedang DKI Jakarta 4,4 kali angka kumulatif nasional. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar