Minggu, 29 Agustus 2010

TNI Tunggu Perintah Perangi Malaysia

MINGGU, 29 AGUSTUS 2010 02:23 WITA
Jakarta, Tribun - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Djoko Santoso mengatakan, TNI tinggal menunggu perintah untuk memerangi siapapun demi menjaga kedaulatan negara. Soal Malaysia, TNI kini masih menunggu hasil perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia yang akan digelar 6 September 2010 terkait memanasnya hubungan kedua negera. Perundingan ini juga akan membahas soal perbatasan kedua negara.Ketegangan ini dipicu oleh penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau oleh Marine Police Malaysia (MPM) di perairan Tanjung Berakit, Bintan, saat mengamankan nelayan liar dari Malaysia yang menangkap ikan di perairan Indonesia, 13 Agustus lalu.

"Tugas TNI adalah menjaga kedaulatan negara, integritas, keutuhan wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indoensia), serta menjaga keselamatan bangsa. Anggota TNI selalu dalam keadaan siap perang setiap saat karena sudah menjadi tugas pokok dari tentara," kata Djoko di Jambi, Sabtu (28/8). Djoko yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Berada di Jambi untuk melantik Ketua PBSI jambi. Menyangkut sikap Indonesia yang selama ini mengedapankan diplomasi ketimbang konfrontasi, TNI selalu siap apa pun keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam perundingan 6 September itu. Menurut Djoko, salah satu prioritas utama TNI adalah menjaga integritas Tanah Air dan keselamatan negara. Karena itu TNI selalu siap untuk setiap tugas penyelamatan negara.

Namun, katanya, TNI adalah alat pertahanan yang tidak bisa melepaskan dari keputusan politik. Karena itu, TNI akan bertindak sesuai aturan dan sesuai keputusan politik dan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan TNI itu sesuai dengan keputusan otoritas politik.

Sikap SBY. Anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani menyayangkan langkah Presiden SBY dengan berkirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia Tun Najib Razak. Langkah SBY itu sebgai sikap yang lembek dan ketidaktegasan pemerintah atas sikap arogansi Malaysia yang merendahkan dan meremehkan Indonesia."Saya menganggap, surat itu tidak menegaskan posisi kita sebagai sebua negara yang berdaulat. Padahal kedaulatan kita sedang diinjak-injak.," kata Muzani yang juga Sekjen Partai Gerindra itu, di Jakarta, kemarin.

Menurut Muzani, surat SBY tidak menyelesaikan masalah yang terjadi akhir-akhir ini. Surat itu tidak menyentuh esensi atas kekecewaan rakyat, tapi hanya kehendak antarkepala negara harus bersahabat. "Jadi surat itu sama sekali tidak ngaruh," cetus dia. Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai, surat SBY kepada PM Malaysia memberikan sinyal SBY tidak ingin perang dan kedua belah pihak harus duduk secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang sedang mendera dua negara."Bukan diperuntukkan menekan tapi mengajak Malaysia bersama-sama duduk membahas persoalan yang hangat," katanya dalam diskusi, di Warung Daun, Jakarta, kemarin.

Selain itu, lanjut dia, komunikasi antardua kepala negara adalah sebuah bentuk pertanggungjawaban SBY sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara guna menghindarkan kedua rakyat yang berseberangan satu sama lain tidak berperang. "Itu dilakukan agar rakyat masing-masing negara tidak berkonfrontasi, sebagai pemerintah bertanggung jawab, sudah seharusnya berkumpul, itu kan hindari perang, " jelasnya. Semestinya, kata mantan anggota Tim 8 ini, Presiden SBY tidak berhenti di titik pengiriman surat saja. Tetapi, harus ada tindak lanjut yang berikutnya harus dilakukan. "Surat itu proses awal, langkah selanjutnya pertemuan. Jangan seperti di Ambalat, permasalahan yang dihadapi masalah perbatasan, bisa membatasi di masalah itu saja, " tandasnya.

Jumat (27/8), Menkopolhukam Djoko Suyanto menjelaskan, SBY berkirim surat kepada Najib mengenai ajakan damai menyelesaikan kemelut atau hubungan tidak serasi antara Indonesia-Malaysia akhir-akhir ini. Hak Angket Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak) mendorong DPR berani menggulirkan hak angket atas sikap SBY yang dianggap bertentangan dengan kemarahan masyarakat terhadap Malaysia. "Sikap SBY berkirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia, tidak menjawab permasalahan sebenarnya," kata juru bicara Kompak Ray Rangkuti. Namun, Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq justru memaklumi sikap SBY tersebut. Secara politis, sebut dia, pimpinan kedua negara sudah sepantasnya mendinginkan suasana atas ketegangan yang terjadi saat ini.

"Jadi, secara politis, presiden sudah seharusnya melakukan demikian. Tinggal persoalannya harus didorong dengan langkah-langkah yang lebih kongkrit, memaksa kedua belah pihak, duduk melanjutkan perundingan soal tapal batas. Karena sumber utama pemasalahan ini adalah soal tapal batas," ujar Mahfudz.

Memperpanas situasi, imbuh politisi PKS itu, mengeskalasi konflik antara Indonesia dan Malaysia, hanya akan merugikan kedua belah pihak. Kalau ingin mengedepankan rasionalitas, yang diperlukan adalah mencari sumber masalah sesungguhnya, yaitu soal perbatasan. "Sampai saat ini, baik Indonesia dan Malaysia kan saling klaim. Itu masalahnya. Ada ide menarik, sambil masalah ini selesai, wilayah yang kini sama-sama diklaim, dijadikan kawasan bersama untuk sementara waktu. Sehingga nelayan Malaysia dan Indonesia dan pihak keamanan kedua negara sama-sama menjaga kawasan ini," kata Mahfudz. (tribunnews/yat/wil)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog