Rabu, 25 Agustus 2010

Pemerintah Pastikan Bukan Organik TNI

Laporan wartawan KOMPAS Suhartono
Selasa, 24 Agustus 2010 | 22:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memastikan, senjata yang digunakan oleh para pelaku perampokan sejumlah bank dan toko emas baru-baru ini, ternyata bukan senjata organik yang dimiliki oleh Tentara Nasional Indonesia.

Senjata-senjata tersebut ditengarai berasal dari daerah konflik Aceh, yang belum dikumpulkan pasca ditandatanganinya Perjanjian Damai Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki tahun 2005.

Kepastian itu disampaikan Djoko Santoso dan Purnomo Yusgiantoro saat ditanya pers secara terpisah, sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Selasa (24/8/2010).

Sementara, di tempat yang sama, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan asal usul senjata tersebut masih diselidiki oleh Kepolisian Negara RI. "Dengan tertangkapnya pelaku perampokan di Medan baru-baru ini, Polri bisa menelusuri dari masa kebaradaan senjata-senjata tersebut," tandasnya.

Menurut Djoko Suyanto, senjata-senjata yang beredar secara ilegal itu sama sekali tidak dibenarkan. Kalau ada yang masih memakainya ya harus ditangkap, tambahnya.

Hasil penelitian TNI

Lebih jauh Djoko Santoso menyatakan, berdasarkan hasil penelitian TNI, senjata-senjata yang beredar dan digunakan oleh para perampok baru-baru ini, bukan senjata organik TNI. "Jadi, dari hasil penelitian kami, itu bukan punya TNI," ujarnya.

Ditanya, apakah itu berarti milik Polri, Djoko menjawab, "Ya, tanya Polri."

Didesak pers lagi dengan pertanyaan, mengapa senjata berbahaya itu bisa leluasa digunakan oleh orang-orang sipil dalam perampokan bank di Medan, Djoko menjawab lagi, "Ya, saya tidak tahu."

Djoko kemudian mengatakan, "Dulu, kan, ada senjata-senjata (yang dikumpulkan) di Aceh dan sebagainya."

Menurut dia, dengan semakin leluasanya senjata-senjata organik di masyarakat, Polri bersama-sama aparat lainnya harus bersama-sama melakukan penertiban.

Pegangan TNI SS-1 dan SS-2

Purnomo juga menyatakan hal yang sama. "Oh, jelas, itu bukan milik TNI. Kita sudah cek itu, termasuk cek ke gudang TNI," tandasnya.

Diperkirakan Purnomo, senjata-senjata yang kini beredar itu bekas konflik Aceh pasca Perjanjian Damai Helsinki. "Kita dapat laporan dari Panglima Kodam (Pangdam) Aceh, saat pengumpulan senjata pasca Perjanjian Damai Aceh, tidak semuanya senjata itu dikumpulkan. Jadi, itu, sekarang yang akan kita minta klarifikasi kembali," lanjutnya.

Dikatakan Purnomo, TNI akan menghitung kembali jumlah senjata bekas konflik Aceh tersebut. "Dulu, jumlahnya berapa dan yang sudah terkumpul juga berapa. Kemudian, yang masih beredar itu berapa dan di mana saja peredarannya sekarang," paparnya.

Dari senjata-senjata yang digunakan para perampok, Purnomo mengatakan senjata yang dipegangnya adalah jenis senjata AK-47 . Padahal, yang digunakan TNI sekarang adalah peralihan antar M-16 ke SS-1 dan SS-2. "Kalau mereka pakai SS-1 atau SS-2, ketahuan itu pasti TNI, karena itu senjata organik TNI," tambah Purnomo.

Ditanya siapa saja yang berhak memegang senjata organik tersebut, Purnomo mengaku selain TNI dan Polri juga ada institusi lain. Namun, Purnomo tidak mau merinci institusi tersebut. "Saya tidak mau mengatakan. Akan tetapi, ada (yang memegang) . Memang, ada institusi lain yang berhak memegang," ungkapnya.

Diakui Purnomo, jumlah senjata yang dikeluarkan cukup banyak sekali dan ia mengaku tidak bisa menghitungnya.

Tentang asal usul senjata lainnya di luar bekas konflik Aceh, Purnomo mengatakan , jika bukan dari sisa-sisa Aceh atau dari selundupan mengingat luasnya wilayah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog