Kamis, 09 September 2010

Pengganti Jaksa Agung dan Kapolri Masih Digodok

Kamis, 9 September 2010

JAKARTA (Suara Karya): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, pengganti Jaksa Agung Hendarman Supandji bisa dipilih dari pejabat karier atau nonkarier. Sementara untuk nama calon pengganti Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Presiden akan mengajukannya kepada DPR setelah Idul Fitri. Presiden berharap pelantikan Kapolri dan Jaksa Agung bisa dilakukan bersamaan.

Hal tersebut disampaikan Presiden di Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/9) malam, dalam acara ramah tamah dengan pimpinan media massa dan wartawan di Istana Kepresidenan. Hadir juga sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, antara lain Menko Polhukkam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.

Dalam acara itu, Presiden menjelaskan delapan isu penting yang dianggapnya sedang hangat dibicarakan, yakni pertama soal pergantian Panglima TNI, kedua soal tulisan opini perwira menengah TNI AU Kolonel Adjie Suradji di surat kabar yang berisi kritik terhadap kepemimpinan Presiden SBY.

Ketiga, rencana pergantian Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Isu keempat, yakni langkah penguatan Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Kejaksaan.

Isu kelima, menyangkut pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan keenam, yaitu stabilisasi harga bahan pokok. Isu ketujuh, mengenai bencana alam Gunung Sinabung sekaligus pencegahan bencana gempa bumi di masa mendatang.

Terakhir, isu kedelapan, menyangkut kemacetan parah yang terjadi di Jakarta.

"Khusus Kapolri, sedang digodog (namanya-Red), setelah Lebaran diajukan ke DPR. Saya menerima masukan nama dari Kapolri dan Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional-Red)," kata Presiden.

Presiden mengatakan, Undang-Undang Kepolisian memungkinkan tokoh yang terpilih menjadi kapolri akan mengemban tugas berat. Karena itu, pengganti Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri harus memunyai prestasi yang baik serta memiliki performa dalam pemberantasan korupsi dan terorisme.

"Saya pertimbangkan calon terbaik dan tidak perlu ada manuver dari mana pun, termasuk yang merasa layak dicalonkan," kata Kepala Negara.

Presiden menambahkan, figur Kapolri juga harus tidak terlibat masalah hukum dan hak asasi manusia (HAM). Selain itu, calon kapolri juga harus mendapat klarifikasi dari Komnas HAM, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Intelijen Negara.

Presiden juga menyatakan, pihaknya percaya DPR akan menyetujui calon kapolri yang diajukan dengan pertimbangan masak.

Sementara untuk calon jaksa agung, Presiden tidak menyatakan spesifik kapan akan memilih pengganti Jaksa Agung Hendarman Supandji. Namun, Presiden mengatakan, pengganti Hendarman bisa berasal dari pejabat karier maupun nonkarier.

"Saya berharap pelantikan keduanya (kapolri dan jaksa agung--Red) bisa dilakukan bersamaan. Harapan saya, kapolri dan jaksa agung baru bisa lebih efektif menegakkan hukum serta dapat melakukan upaya lebih dalam melakukan tugasnya," katanya.

Presiden juga berniat memisahkan anggaran Kompolnas dan Komisi Kejaksaan dari anggaran Polri dan kejaksaan. Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat kinerja kedua komisi itu.
Selama ini, menurut Presiden, anggaran untuk Kompolnas dan Komisi Kejaksaan dititipkan dalam lembaga Polri dan Kejaksaan Agung.

"Saya ingin terpisah, jadi dua komisi itu anggarannya terpisah sehingga dengan demikian tidak usah satu atap dengan lembaga utama tertentu," ujarnya.

Dengan demikian, Presiden berharap, Kompolnas dan Komisi Kejaksaan dapat menjalankan tugas pengawasan yang semakin baik dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penguatan Kompolnas dan Komisi Kejaksaan itu dimaksudkan untuk memperkuat penegakan hukum seiring dengan pergantian kapolri dan Jaksa Agung yang akan dilakukan oleh Presiden.

Terkait pemilihan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Agus Suhartono sebagai calon panglima TNI menggantikan Jenderal TNI Djoko Dantoso, Presiden mengatakan, sejak tahun 2004, dirinya telah mempertimbangkan sistem rotasi antara TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara, dan TNI Angkatan Laut.

Hal ini dilakukan tanpa meninggalkan kapasitas, integritas, dan kesiapan calon yang bersangkutan. Ditekankan pula dalam pemilihan tersebut, Presiden tetap tunduk pada peraturan dan perundangan yang berlaku.

Presiden SBY mengingatkan, tugas panglima TNI ke depan semakin berat, seperti meneruskan modernisasi sistem persenjataan TNI, memastikan kekuatan TNI, sistem senjata, kesiagaan, postur anggaran, dan keterampilan tempur TNI yang kuat.

Menyangkut kasus Kolonel Penerbang Adji Suradji yang bersikap kritis di media massa, Presiden SBY mengingatkan, tidak ada ruang bagi seorang perwira untuk mengkritik atasannya, baik secara kemiliteran maupun tingkat nasional. Presiden mengatakan, aturan itu secara tegas tercantum dalam kode etik perwira maupun Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Sebenarnya tidak ada ruang untuk mengkritik atasan, baik itu atasan organik di kemiliteran maupun tingkat nasional," ujarnya.

Presiden mengaku, sudah mendapat laporan dari Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso maupun Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI AU Imam Sufa`at tentang kasus Kolonel Adji Suradji yang menulis opini di sebuah harian nasional pada Senin, 6 September 2010, yang mengkritik kepemimpinan Presiden SBY tidak berani melakukan perubahan.

Kepala Negara sepenuhnya menyerahkan institusi TNI-AU, maupun Kementerian Pertahanan untuk menangani permasalahan hukum maupun disipliner yang akan dikenakan kepada Adji Suradji.

"Yang saya ingin sampaikan adalah sesuatu yang lebih fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Presiden menegaskan, sejak reformasi bergulir, TNI telah ikut direformasi pula untuk memisahkannya dari kegiatan politik praktis. Karena itu, meski demokrasi di Indonesia telah memekar, namun tidak boleh terjadi preseden yang dapat mengganggu proses reformasi, termasuk pemisahan tegas antara TNI dan politik praktis.

"Dengan demikian, tidak boleh terjadi preseden terhadap reformasi yang telah berjalan begitu jauh," ujarnya.

Presiden dalam pernyataannya menyatakan, setiap tindakan yang melibatkan TNI kembali mencampuri kegiatan politik praktis tentunya harus dicegah sesuai dengan undang-undang aturan yang berlaku di lingkungan TNI.

Mengenai calon pimpinan KPK, Presiden mengatakan akan berkonsultasi dengan DPR.

"Saya akan berkonsultasi dengan DPR untuk memikirkan mana yang paling penting untuk KPK dan kita semua," katanya.

SBY sempat memuji kapasitas Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas, yang dicalonkan menjadi Ketua KPK. Bambang dan Busyro, menurut SBY, merupakan calon yang terbaik.

"Saya percaya Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas adalah calon yang terbaik dan berharap DPR bisa menetapkan mana yang akan menjadi pimpinan KPK dari kedua calon itu," ujar Presiden. (Rully)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog