Rabu, 24 Februari 2010 03:23 WIB
KUPANG--MI: Konflik di kawasan perbatasan kembali mencuat di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, dengan Distrik Ambenu, Timor Leste. Konflik itu terjadi menyusul klaim dari warga Ambenu atas areal pertanian seluas enam hektare sebagai milik mereka. Anggota DPD RI Sarah Lery Mboeik yang tengah melakukan kunjungan ke perbatasan dengan Timor Leste ketika dikontak melalui telepon seluler di Kefamenanu, Selasa, mengatakan, perebutan lahan di garis perbatasan antara Timor Tengah Utara dan Distrik Ambenu harus segera diatasi, guna menghindari kemungkinan terjadinya perang tanding antarwarga perbatasan.
"Persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus mengantisipasi konflik sebelum terjadi pertumpahan darah," katanya. Dia mengatakan, wilayah yang diklaim itu terletak di Desa Obe, Kecamatan Bikomi Nululat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lahan itu diklaim oleh warga dari Distrik Ambenu, Timor Leste, sebagai milik mereka, sehingga mendapat protes keras dari warga Bikomi Nunulat. Sarah bersama sejumlah anggota Komite I DPD yang membidangi masalah pertanahan, tata ruang, perbatasan dan hutan, melakukan kunjugan kerja ke perbatasan Timor Leste dua hari terakhir.
"Pemerintah pusat perlu melihat kembali Traktat 1904, dengan melihatkan pemangku adat yang punya wilayah adat di perbatasan kedua negara, agar persoalan yang terkait dengan eksistensi adat dan hak-hak tradisional bisa diatasi," katanya. Traktat 1904 tersebut, kata dia, berkaitan dengan pembagian wilayah kekuasaan antara penjajah Belanda yang menguasai Timor bagian barat dan penjajah Portugis yang menguasai wilayah Timor bagian timur yang kini dikenal sebagai negara Timor Leste. Menurut Sarah, sehari sebelumnya, Camat Bikomi Nilulat Agustinus Solokana, melaporkan klaim warga Timor Leste itu dalam pertemuan dengan anggota DPD bersama para camat dan muspida Timor Tengah Utara.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap bahwa Camat Naibenu Gaspar Nono juga melaporkan bahwa wilayahnya juga diklaim. Bahkan pada 2005 nyaris meletus perang tanding antara warga di kecamatan tersebut dengan warga Timor Leste. "Ada pilar yang dipasang Belanda pada tahun 1915 di perbatasan dengan Timor Leste, tetapi pilar itu dipindahkan orang tidak dikenal sejak 2009," kata Lery Mboeik mengutip camat Solokana dan menambahkan, DPD akan segera menyampaikan persoalan ini kepada pemerintah pusat, untuk mengambil langkah penyelesaian secepat mungkin, sebelum konflik antarwarga di perbatasan pecah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar