Rabu, 24 Februari 2010

TNI Pancang Tujuh Pilar, Rugikan Batas Wilayah RI

Selasa, 23 Februari 2010 11:51 WITA
KEFAMENANU, POS KUPANG. com -- Secara diam-diam dan tanpa koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Timor Tengah Utara (TTU), aparat TNI melakukan pemancangan tujuh patok pilar di perbatasan RI - Republic Demokratic Timor Leste (RDTL), tepatnya di perbatasan Desa Sunsea dan Distric Oecusse, pada tanggal 17 Januari 2009 lalu. Akibatnya, sekitar 500 meter wilayah RI `dihadiahkan kepada pihak RDTL secara gratis.

Kasus ini baru diungkapkan oleh Camat Naibenu, Gaspar Nono, kepada Komite I DPD RI yang datang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten TTU, Senin (22/2/2010) siang. Komite I DPD membidangi masalah pertanahan, tata ruang, perbatasan dan hutan. Komite I DPD dipimpin oleh Dani Anwar dan didampingi Sarah Lerry Mboeik dan 5 anggota DPD RI lainnya."Saya tidak tahu anggota TNI ini dari satuan mana saja. Tanpa koordinasi dengan Pemkab TTU maupun dengan saya sebagai camat, mereka diam-diam melakukan pemancangan pilar di perbatasan Oecusse (RDTL) dengan Desa Sunsea (TTU/RI)," jelas Camat Naibenu, ketika bertemu Komite I DPD RI di Lantai 2 Kantor Bupati TTU, Senin siang. Hadir saat itu, Wabup TTU, Raymundus S. Fernandes, S.Pt, Wakil Ketua DPRD TTU, Gildus Bone dan beberapa anggota Komisi A DPRD TTU serta Dandim 1618/TTU, Letkol Inf. Taufiq Hanafi.
Camat Naibenu menyebut ada tujuh pilar yang dipancang oleh anggota TNI. Kata dia, tujuh pilar baru ini tidak dipatok mengikuti pilar yang ditanam pemerintah Belanda sejak tahun 1915 lalu, tapi ditanam jauh ke dalam wilayah RI. "Tujuh pilar itu ditanam menjorok masuk ke wilayah RI sekitar 400 meter dari pilar batas sebenarnya, yang ditanam oleh pemerintah Belanda tahun 1915 lalu. Bahkan areal atau lahan pekuburan umum warga Desa Sunsea kini `dihadiahkan secara gratis kepada negara Timor Leste," ungkapnya.Camat Naibenu, Gaspar Nono, juga mengungkapkan pilar batas yang dipancang pemerintah Belanda pada tahun 1915 lalu, juga sudah `dicuri dan dipindahkan oleh oknum tertentu. "Pilar Belanda ini hilang tahun 2008 lalu. Setelah dicari, ditemukan kembali dan dipancang pada tempatnya. Namun bulan Desember 2009 lalu, hilang lagi hingga sekarang. Namun bekas pilar masih ada, kami sudah beri tanda," jelas Nono kesal. Ia menambahkan pada tahun 2005 lalu sempat terjadi perang tanding antara warga Desa Sunsea melawan warga Oecusse di tapal batas yang kini bermasalah.

Camat Bikomi Nilulat, Agustinus Solokana, S.Ip mengungkapkan kepada Komite I DPD RI, ada lahan seluas 6 hektar di jalur Subina - Obe hingga kawasan Nefotuke, kini jadi rebutan warga enam desa setempat melawan warga Distric Pasabe/RDTL. "Jika tidak segera ditangani, akan menjadi konflik berdarah di kemudian hari," jelas Solokana.Camat Insana Utara, Sanan Agustinus, kepada Komite I DPD RI mengungkapkan di Pantai Utara Wini sering terjadi pencurian hasil laut oleh nelayan Timor Leste. "Aparat kepolisian dan TNI di Pantai Utara tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya speed boat untuk mengejar nelayan nakal dari Timor Leste itu," keluh Sanan.

Menanggapi pengaduan ini, Ketua Tim Komite I DPD RI, Dani Anwar, mengatakan akan membawa persoalan perbatasan RI - RDTL ini dalam rapat bersama Menlu RI, Mendagri dan Presiden RI di Jakarta. "Kami sudah rekam semua pengaduan ini dan setelah kembali ke Jakarta, masalah ini akan kami bahas secara serius," tandas Anwar dibenarkan Sarah Lerry Mboeik. Dandim 1818/TTU, Letkol Inf. Taufiq Hanafi, yang dikonfirmasi terpisah mengaku belum tahu benar duduk persoalan kasus pemancangan pilar di batas oleh anggota TNI. "Saya pelajari dulu kasus itu. Nanti baru saya bahas," kata Hanafi melalui pesan singkatnya, ketika dihubungi Senin siang. Hanafi mengaku belum paham situasi di perbatasan karena baru 2 minggu bertugas di TTU. (ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog