Kamis, 25 Februari 2010

Soal Rumah Dinas TNI, Presiden Harus Angkat Bicara

Puluhan warga kompleks rumah dinas Kodam Jaya menggelar aksi jalan kaki di Jalan Otto Iskandar Dinata III, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Senin (8/2/2010). Aksi ini sebagai reaksi atas rencana pengosongan paksa terhadap enam rumah dinas yang akan dilakukan oleh pihak TNI.

Rabu, 24 Februari 2010 13:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai tidak bisa tinggal diam dengan maraknya persoalan seputar rumah dinas TNI. Presiden diminta untuk angkat bicara mengenai sengketa ini agar tidak menjadi berlarut-larut dan terus terjadi. Keluarga TNI bisa pecah. Ini bahaya, karena TNI ini adalah pilar bangsa.

Hal itu disampaikan oleh sejumlah purnawirawan dan putra-putri purnawirawan usai digelarnya sidang putusan kasus Komplek Kostrad, Kebayoran Lama, Rabu (24/2/2010), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan ini akhirnya ditundak karena majelis hakim yang diketuai Jupriadi berhalangan hadir. "Kalau masalah rumah TNI ini sudah beragam komentar dari berbagai pihak. Tinggal Presiden yang belum. Saya yakin kalau dia bicara ini akan beres. Tetapi dia biarkan saja sehingga ini terus menggelinding," kata salah seorang purnawirawan yang menolak namanya disebutkan.

Dia mengatakan, Presiden sebagai pucuk pimpinan tertinggi TNI memiliki andil dan komando untuk menyelesaikan masalah rumah TNI secara menyeluruh. Presiden, sebutnya, harus memberikan penyelesaian konkret jangka panjang untuk mencegah persoalan ini berulang dari generasi ke generasi TNI. Dikhawatirkan, masalah ini akan bergulir menjadi efek domino. "Jika tidak ada solusi menyeluruh, ya terus-terusan akan begini. Dari yang masih aktif sekarang ini, ketika dia purnawirawan, ketemu lagi dengan masalah ini," tuturnya.

Dia juga mengingatkan akan adanya ancaman perpecahan besar di tubuh TNI jika isu rumah TNI ini tetap dilaksanakan dengan cara sepihak berupa perintah pengosongan. Konflik internal TNI ini bahkan bisa berujung pada disintegrasi bangsa. "Nanti bisa menjadi benturan-benturan membahayakan. Keluarga TNI bisa pecah. Ini bahaya, karena TNI ini adalah pilar bangsa," tegasnya.

Hal senada disampaikan oleh Didit, salah seorang warga perumahan TNI di Bulak Rantai, Condet, Jakarta Timur. Dia mengatakan, penanganan rumah dinas TNI kerap dilakukan tidak kooperatif terhadap para anak-anak purnawirawan TNI. Dia juga tidak mengelak bahwa kerap terjadi tindakan kekerasan pada saat eksekusi pengosongan. "Kami harap TNI betul-betul memerhatikan apa yang menjadi hak kami. Bukan hanya menyudutkan bahwa anak-anak purnawirawan yang tidak mau mengalah dengan TNI aktif," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog