Rabu, 03 Maret 2010

Gaji Kecil, Rumah pun tidak Dapat

Senin, 01 Maret 2010 00:12 WIB
(MI). DESAKAN berbagai kalangan agar ada moratorium penertiban rumah dinas TNI bertepuk sebelah tangan. Pemerintah tetap pada pendirian bahwa rumah dinas tentara hanyalah untuk para tentara, bukan bagi para anak keturunan mereka. Alasannya banyak tentara aktif yang belum memperoleh rumah dinas.

Meski bertugas bertahun-tahun sebagai prajurit pun, jika ia sudah purnatugas, mohon maaf, silakan hengkang. Bagaimana karut-marut rumah dinas itu terjadi? Berikut laporannya. Arif, seorang sersan dua TNI Angkatan Udara, hingga kini masih mengontrak rumah. Gajinya sebagai prajurit tidak cukup untuk ongkos membeli rumah dinas. Ternyata, rumah dinas yang disediakan negara juga harus dibeli. Tidak gratis.

Menurut Arif, harga satu rumah dinas yang berada di kawasan Halim Perdanakusuma sekitar Rp70 juta. "Paling murah Rp45 juta. Enggak mungkin Rp10 juta-Rp20 juta," ujarnya, pekan lalu. Uang tersebut dipakai untuk memperbaiki teras, biaya pemeliharaan rumah, dan uang bagi tentara yang sebelumnya menempati rumah dinas tersebut. "Sebagai prajurit muda, enggak sanggup saya menyediakan uang sejumlah itu," ujar Arif yang menerima gaji per bulan Rp2,6 juta ditambah uang lauk-pauk itu. Gaji tersebut, tukas Arif, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Apalagi saat ini istrinya tengah mengandung tujuh bulan.

Untuk mengontrak rumah, ia harus merogoh kocek Rp500 ribu per bulan, belum termasuk biaya listrik yang berkisar Rp100 ribu per bulan. Ia juga harus membayar cicilan utang di bank. Arif mengatakan ia meminjam uang ke bank sebesar Rp40 juta saat baru menjadi tentara untuk membantu orang tua.

Tidak tertarik tinggal di rumah dinas? "Pasti ingin. Tinggal di rumah dinas banyak untungnya. Tidak perlu memikirkan uang kontrakan, dekat dari kantor, dan keamanan terjamin. Tapi, saya tidak cukup punya uang."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog