Wednesday, 03 February 2010
JAKARTA(SI) – Penertiban rumah dinas yang masih ditempati para purnawirawan TNI dinilai rawan politisasi. Karena itu,Pepabri meminta penanganannya dilakukan secara selektif. Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri),Jenderal TNI(Purn) Agum Gumelar, mensinyalir terdapat kelompok-kelompok tertentu yang sedang menunggu dan akan memanfaatkan momentum munculnya sengketa dalam proses penertiban rumah dinas untuk dipolitisasi. “Saya ini bekas orang intel.Naluri saya mengatakan kelompok itu memang ada.Ini akan dieksploitasi oleh suatu kekuatan tertentu dengan tujuan politik tertentu,”ujar Agum seusai pertemuan tertutup antara Pepabri dengan Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Kantor DPP Pepabri, Jakarta,kemarin. Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid itu melanjutkan, permasalahan rumah dinas harus dicermati secara jernih pokok permasalahannya. Pasalnya tidak semua masalah rumah dinas tersebut serupa. “Kita harus mengenali persoalannya dengan benar, tidak bisa membabi buta dikatakan tidak berhak dan diusir dengan cara yang tidak manusiawi.Ini jangan dilakukan agar tidak menimbulkan masalah baru,”ujarnya. Namun Agum mendukung langkah tegas TNI jika ternyata penempatan rumah dinas tersebut memang tidak selayaknya seperti disewakan atau dikontrakkan kepada pihak lain. Pepabri, lanjut Agum,juga memahami keterbatasan anggaran negara untuk memenuhi perumahan dinas prajurit dan memahami bahwa ketentuan serta peraturan yang berlaku tentang rumah dinas sebagai aset negara yang tidak bisa dialihkan sebagai milik individu.
“Situasi ini yang memang harus ditertibkan.Karena yang namanya rumah dinas adalah aset negara dan kita menyadari betul kebutuhan rumah dinas untuk prajurit-prajurit aktif,”katanya. Terkait itu,Pepabri juga telah meminta data dari seluruh perwakilan Pepabri di daerah tentang rumah-rumah dinas yang masih ditempati para purnawirawan dan keluarganya,termasuk yang sudah beralih status dan fungsi. “Kami juga telah meminta persatuan purnawirawan di tiap angkatan untuk mendata rumah-rumah dinas yang masih ditempati purnawirawan dan keluarganya,”ujarnya. Sementara itu,Wakil Menhan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI sepakat untuk melakukan penertiban secara terukur.Penertiban rumah dinas kata Sjafrie hanya dilakukan bagi yang tidak berhak untuk menempati rumah dinas tersebut. Misalnya rumah tersebut tidak ditempati lagi oleh purnawirawan atau istri, tetapi anak yang sudah bekerja serta telah dipindahtangankan ke orang lain yang sudah tidak memiliki hubungan darah.”Rumah yang ditempati purnawirawan dan anakanaknya yang belum bekerja itu masih diberi toleransi dengan catatan jangan dipindahtangankan kepada orang yang tidak berhak,” ujarnya.
Terkait banyaknya klaim kepemilikan, mantan Pangdam Jaya tersebut menyampaikan bahwa barang milik negara tidak bisa dimiliki secara individu.Karena itu untuk kasus-kasus tersebut Kemenhan dan TNI akan melakukan inventarisasi serta mengkaji kasuskasus tersebut. “Bagaimanapun aset negara tidak dapat diambil alih atau dilimpahkan kepada pihak ketiga.Bisa saja,melalui tukar guling, tetapi itu pun prosesnya panjang, tidak mudah, dan bukan atas nama individu,”katanya. Untuk itu,lanjut Sjafrie,pekan depan Kemhan dan TNI bersama Pepabri akan memformulasikan pokja untuk mendata kembali rumah- rumah dinas yang masih ditempati purnawirawan.
Dari data yang dilansir pekan lalu,TNI dan Kemenhan masih kekurangan 159.704 rumah dinas dari kebutuhan rumah dinas ideal sejumlah 357.874 unit. Sampai saat ini baru dapat direalisasikan sekitar 198.170 unit. Dari realisasi itu, yang dihuni anggota aktif sekitar 80% atau 158.661 unit,sisanya masih dihuni purnawirawan. DPR mendesak pemerintah untuk melakukan upaya memenuhi kebutuhan rumah bagi seluruh prajurit dan purnawirawan TNI.Upaya itu dinilai dapat dicapai dengan terlebih dahulu membuat konsep pembangunan perumahan prajurit hingga 25 tahun mendatang. Langkah itu dinilai penting agar tidak ada lagi konflik terkait penggunaan rumah dinas TNI.
“Solusinya, harus ada konsep perumahan 25 tahun ke depan,”kata Wakil Ketua Komisi I DPR Hayono Isman di Gedung DPR. Dalam konsep itu,kata Hayono, para prajurit tidak hanya menempati rumah dinas, tapi berkesempatan memiliki rumah sendiri,misalnya dengan memberikan berbagai kemudahan untuk memperoleh rumah. Hal itu sebagai salah satu bentuk penghormatan atas pengabdiannya. Menurut Hayono, pemenuhan kebutuhan tanah bagi perumahan prajurit bukan hal sulit.Pasalnya, TNI memiliki lahan yang luas.“Kalau memperjuangkan anggaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) saja bisa, tentunya untuk perumahan TNI juga bisa,” tuturnya. Dia menegaskan,Komisi I DPR telah membentuk panitia kerja (panja).Panja dalam waktu dekat akan bertemu dengan Panglima TNI untuk membahas tentang persoalan itu.
Hayono melanjutkan, pemenuhan kebutuhan perumahan bagi TNI penting karena bukan tidak mungkin prajurit yang saat ini masih aktif akan mengalami hal serupa dengan purnawirawan pada 25 tahun mendatang. Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menilai, Panja DPR dapat menjadi negosiator antara TNI dan penghuni rumah dinas guna mencari titik temu atas persoalan ini. Dia mengungkapkan, permasalahan ini timbul karena adanya perbedaan persepsi.Bagi TNI, rumah yang ditempati para purnawirawan adalah aset negara. Sebaliknya, penghuni sudah menganggap itu sebagi rumahnya. Pasalnya, penghuni merasa orang tuanya atau keluarganya telah berjasa kepada negara sehingga menganggap layak mendapatkan rumah yang ditempatinya. Dia mengusulkan adanya kompensasi kepada penghuni apabila TNI ingin melakukan pengosongan rumah. (pasti liberti /madam prawira)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar