Friday, 30 July 2010
YOGYA - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Imam Sufaat menyatakan, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak perwira yang bisa belajar di Amerika Serikat. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi kemiliteran terkini, penting agar kemampuan militer Indonesia bisa mengejar ketertinggalan pasca embargo militer. "Saya ingin banyak perwira Indonesia mendapat pendidikan di AS. SDM penting agar kita bisa menguasai teknologi agar tak tertinggal. Mereka bisa berasal dari Sesko, Lemhanas untuk mengikuti short course tentang safety, " kata Imam usai memimpin peringatan Hari Bhakti ke-63 TNI AU, di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta, Kamis (29/7).
YOGYA - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Imam Sufaat menyatakan, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak perwira yang bisa belajar di Amerika Serikat. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi kemiliteran terkini, penting agar kemampuan militer Indonesia bisa mengejar ketertinggalan pasca embargo militer. "Saya ingin banyak perwira Indonesia mendapat pendidikan di AS. SDM penting agar kita bisa menguasai teknologi agar tak tertinggal. Mereka bisa berasal dari Sesko, Lemhanas untuk mengikuti short course tentang safety, " kata Imam usai memimpin peringatan Hari Bhakti ke-63 TNI AU, di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta, Kamis (29/7).
Ia pun menjelaskan, dirinya baru saja pulang dari Amerika Serikat dan telah bertemu dengan pejabat US Air Force. Selama berdiskusi telah disepakati perlunya peningkatan kerjasama pendidikan dan latihan militer dalam konteks US Pacific Air Command. "Kini ada lima perwira kita yang tengah menjalani pendidikan di AS. Kalau semakin banyak itu bagus dan kita memang mendapatkan pelatihan gratis di sana," ungkap Imam kemudian. Pengiriman perwira ke AS, terakhir dilakukan pada 1990 dan setelah embargo militer, pemerintah Indonesia tak bisa melakukan kerjasama untuk pelatihan sehingga lebih dari 15 tahun terakhir tidak ada peningkatan SDM yang secara khusus belajar di AS. Terkait dengan tekad TNI AU dalam rangka mewujudkan pencapaian upaya meminimalkan kecelakaan atau program zero accident, Imam mengharapkan, adanya peningkatan budaya disiplin dalam operasional penerbangan. "Kita juga mendapat kesempatan perbaikan pesawat Hercules secara gratis dengan depo level maintenance," katanya.
Kebijakan untuk kelayakan pesawat menurutnya, sangat ketat. Hal yang umum di dirgantara, pesawat usia 30 tahun harusnya diganti. Ada limitasi jam terbang kecuali memang ada pro long dengan ekstension hingga 8.000 jam terbang. Hercules, misalnya, masa pemakaiannya ada yang sampai 40 tahun. Sekarang ada empat pesawat yang diperbaiki di Bandung. Kebijakan itu dipilih karena pembelian pesawat baru cukup mahal. Pesawat yang telah dioperasionalkan TNI AU memiliki limitasi jam terbang. "Pada 2009 lalu sudah dialokasikan anggaran sebesar 94 juta dolar AS dan pada 2010 dianggarkan sebanyak 280 juta dolar AS. "Pesawatnya belum datang tapi kita sudah pesan," tandas Imam. kt2-skh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar