Denpasar, Nusa Bali-Puluhan anak buah kapal (ABK) Benoa terlibat bentrok fisik di tengah laut, pemicunya adalah banyaknya rompon liar yang terpasang di tengah laut. Untungnya bentrok dengan saling lempar batu dan pisau ini tidak sampai meluas hingga di darat. Hanya saja beberapa perkumpulan nelayan di Benoa hingga saat ini masih siaga jika sedang melaut.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu perkumpulan ABK di Benoa yang tergabung dalam Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI). Menurutnya bentrok fisik itu terjadi saat ada kapal STS 5 dengan kapal Bintang Bahagia. Mendadak karena dipicu banyaknya rumpon bertebaran, beberapa ABK terpancing emosi hingga akhirnya terjadi saling serang dengan lempar-lempar benda membahayakan, seperti tombak, pisau, batu , balok kayu dan lainnya. “Nahoda kami ada yang terluka karena kena benda di bagian kepalanya. “kata Ketua Umum ATLI Kasdi Taman, Senin (26/7). Merasa kalah jumlah Bintang Bahagia yang tergabung dalam Longline kabur ke daratan dan meminta bantuan Kapal-kapal lainnya.
Setidaknya dalam kejadian yang sudah berlangsung beberapa waktu lalu ini ada 50 kapal yang tanpa dikomando mencari keberadaan kapal penyerang tersebut di tengah laut. Untung saat dicari kapal yang bersangkutan sudah menyelamatkan diri, tidak ingin dibuat kecewa ratusan ABK itu kemudian melakukan perusakan jaring di tengah laut.
“Ini yang kita khawatirkan, potensi terjadinya bentrok secara fisik sangat besar, ini karena banyaknya rumpon illegal di laut kita. “jelasnya” Jika rumpon tradisional pihaknya mendukung, namun yang ada saat ini adalah rumpon besar yang dinilai tidak ada izinnya. “Kita juga sudah meminta kepada TNI AL untuk melakukan sidak di laut, “urainya. Pasalnya jika yang melakukan sweeping adalah kapal patroli kepolisian, maka secara fisik kata dia kapal polisi kalah kuat dan kalah besar. “Mereka yang memakai rumpon ini memakai kapal besi,”ungkapnya.
Ketergantungan TNI Pada Amerika
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu perkumpulan ABK di Benoa yang tergabung dalam Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI). Menurutnya bentrok fisik itu terjadi saat ada kapal STS 5 dengan kapal Bintang Bahagia. Mendadak karena dipicu banyaknya rumpon bertebaran, beberapa ABK terpancing emosi hingga akhirnya terjadi saling serang dengan lempar-lempar benda membahayakan, seperti tombak, pisau, batu , balok kayu dan lainnya. “Nahoda kami ada yang terluka karena kena benda di bagian kepalanya. “kata Ketua Umum ATLI Kasdi Taman, Senin (26/7). Merasa kalah jumlah Bintang Bahagia yang tergabung dalam Longline kabur ke daratan dan meminta bantuan Kapal-kapal lainnya.
Setidaknya dalam kejadian yang sudah berlangsung beberapa waktu lalu ini ada 50 kapal yang tanpa dikomando mencari keberadaan kapal penyerang tersebut di tengah laut. Untung saat dicari kapal yang bersangkutan sudah menyelamatkan diri, tidak ingin dibuat kecewa ratusan ABK itu kemudian melakukan perusakan jaring di tengah laut.
“Ini yang kita khawatirkan, potensi terjadinya bentrok secara fisik sangat besar, ini karena banyaknya rumpon illegal di laut kita. “jelasnya” Jika rumpon tradisional pihaknya mendukung, namun yang ada saat ini adalah rumpon besar yang dinilai tidak ada izinnya. “Kita juga sudah meminta kepada TNI AL untuk melakukan sidak di laut, “urainya. Pasalnya jika yang melakukan sweeping adalah kapal patroli kepolisian, maka secara fisik kata dia kapal polisi kalah kuat dan kalah besar. “Mereka yang memakai rumpon ini memakai kapal besi,”ungkapnya.
Ketergantungan TNI Pada Amerika
Kedatangan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Michael Gates ke Indonesia dan pertemuannya dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan reformasi TNI berjalan sesua dengan petunjuk AS. Dalam kesempatan itu, misalnya, SBY mengatakan Indonesia sudah menjalankan reformasi di tubuh TNI dan menjamin bakal mengawal jalannya reformasi di tubuh militer Indonesia. Buah dari manutnya Indonesia kepada AS itulah , Indonesia dan AS , pasca kedatangan Gates, terjadi babak baru hubungan militer kedua Negara.
Namun, paparan di atas menunjukkan adanya sebuah ketergantungan yang tinggi Indonesia kepada AS dalam masalah militer. Seolah-olah bila tanpa bantuan militer AS, Kopassus tidak bias mendapat latihan yang berarti. Lihat saja Panglima TNI Djoko Santoso sampai mengatakan berterima kasih kepada AS yang bersedia melakukan normalisasi hubungan dengan Kopassus.
Dipulihkannya kerja sama militer antara AS dan Kopassus TNI AD menimbulkan reaksi bagi penggiat HAM. Menurut mereka, maksih banyak pelanggaran yang belum terungkap dan kelak akan semakin menguburkan masalah-masalah masa lalu.
Dua belas tahun sudah tragedy 1998 berlalu. Sebuah tragedy ketika empat mahasiswa Universitas Tri Sakti-Hary Hartono, Hendriawan, Hafidin Royan dan Elang Mulia Lesmana tertembak mati dalam sebuah aksi demonstrasi menuntut turunnya Soeharto. Meski sudah dua belas tahun , kasus tersebut hingga saat ini masih terkatung-katung. Tak heran bila setiap tahun pihak keluarga korban peristiwa itu selalu menuntut keadilan. Tragedi 12 Mei sendiri merupakan rentetan dari peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudah jatuhnya Presiden Soeharto, seperti Tragedi Semanggi I, Semanggi II dan kasus penculikan aktivis.
Tidak tuntasnya kasus-kasus tersebut bisa terjadi karena, pertama adanya siasa-sisa orde baru yang masih bercokol kuat di dalam pemerintaha. Kedua tidak sepakatnya DPR bahwa kasus itu sebagai pelanggaran berat. Ketiga, tidak seriusnya sebagian pihak dalam kasus itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar