Senin, 09 Agustus 2010

Penyelesaian Rumah Dinas TNI Butuh Konsensus Nasional

Senin, 9 Agustus 2010
JAKARTA (Suara Karya): Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai penertiban rumah dinas TNI yang dihuni oleh pihak-pihak yang tidak lagi punya korelasi dengan TNI sebaiknya diselesaikan melalui cara-cara humanis. Untuk itu, perlu ada konsensus nasional antarlembaga pemerintah terkait serta melibatkan Komisi I DPR. "Masalah ini tidak ringan penyelesaiannya. Perlu konsensus nasional pemerintah," kata Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis, usai menerima pengaduan keluarga purnawirawan korban pengusiran secara paksa rumah dinas TNI AD, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (6/8).

Lembaga yang perlu melakukan konsensus nasional adalah, Kepresidenan, Mabes TNI, Mabes TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara, TNI Angkatan Laut, Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan, dan DPR. Menurut Nur Kholis, penyelesaian penggusuran rumah dinas purnawirawan tidak bisa diselesaikan secara parsial atau kasus per kasus. "Untuk itu, TNI dan Menteri Pertahanan harus menahan diri tidak melakukan eksekusi. Buat moratorium rumah dinas di seluruh Indonesia," papar dia. Ia menambahkan, tanpa kebijakan nasional siapa pun tidak akan mampu menyelesaikan masalah penggusuran rumah dinas TNI. "Jika masih tetap dilakukan eksekusi berpotensi akan terjadi pelanggaran HAM dan tindak kekerasan secara terus menerus bagi keluarga purnawirawan TNI. Ini akan terkesan tidak baik," ujar dia.

Hidup Normal
Sebelumnya, keluarga purnawirawan TNI AD, Hendi mengadukan Kodam Siliwangi Jawa Barat ke Komnas HAM terkait pengusiran paksa dirinya dari rumah dinas TNI AD di Tegalega, Bandung. "Kami ingin hidup kembali normal, hak-hak saya normal dan istri bisa kembali kerja mengurus rumah tangga berjalan normal kembali. Kami membawa barangnya yang ditempatkan rumah yang disewakan Kodam hanya dua bulan," katanya.

Hendi merupakan mantu purnawirawan TNI AD yang menempati rumah dinas sejak tahun 1989. Ia mengharapkan ada negosiasi saling menguntungkan antar-kedua belah pihak (Hendi dan Kodam Siliwangi). Namun, negosiasi itu tidak ada titik temu, karena Kodam Siliwangi menganggap harga yang diajukan Hendi terlalu tinggi. "Mereka menuduh kami menuntut terlalu besar. Padahal saya inginkan negoisasi saling menguntungkan," ujarnya. Dia menjelaskan, awalnya ditawari oleh Kodam Siliwangi uang pengganti Rp 40 juta, namun dirinya menolak. Kemudian ditawari Rp 75 juta dan terakhir Rp 100 juta. Alasan Hendi tidak menerima tawaran tersebut karena selama mendiami atau sejak tahun 1989 dirumah dinas, dirinya sudah mengeluarkan biaya perawatan. (Feber S).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog