Senin, 1 Nopember 2010
JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, TNI telah sangat intensif menanggulangi dan mengevakuasi korban bencana alam di Kepulauan Mentawai, Sumbar; maupun korban letusan Gunung Merapi, Yogyakarta. Hampir seluruh kekuatan TNI, katanya, dimobilisasi untuk membantu korban. "Panglima TNI telah memerintahkan seluruh jajaran TNI Angkatan Darat (AD), TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Udara (AU) agar aktif membantu para korban bencana," ujar Purnomo kepada Suara Karya di Padang, Sumbar, Sabtu (30/10). Menhan menjelaskan, tiga matra TNI telah mengirimkan armada masing-masing untuk mengangkut logistik ke lokasi bencana alam di Mentawai dan Yogyakarta ini. "Untuk membantu korban bencana di Mentawai, misalnya, TNI mengerahkan sekitar satuan setingkat batalyon plus alutsista darat, seperti TNI-AD mengerahkan helikopter, TNI-AL mengerahkan kapal LST dan KRI, serta TNI-AU mengerahkan pesawat Hercules dan Casa yang dipimpin langsung panglima kodam," ujar Purnomo.
Menhan menambahkan, sesuai UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, TNI bertugas melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP) dan operasi militer perang (OMP). "Dalam mempertahankan negara, TNI turut serta dalam penanggulangan korban bencana alam. TNI ikut membantu pencarian dan memberikan pertolongan dalam kecelakaan transportasi," ujarnya.Purnomo menegaskan, TNI siap melaksanakan tugas pokok sesuai UU tentang TNI, antara lain penanggulangan bencana alam. "Didukung aset yang dimiliki, TNI siap melaksanakan tugas nonperang," ujarnya.Secara terpisah, Ketua Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Masardi mengatakan, keberadaan TNI sangat strategis untuk mengatasi dan menanggulangi korban bencana alam di Mentawai dan Yogyakarta. Karena itu, Adhie menilai, pemerintah pusat maupun pemda tidak perlu sungkan meminta bantuan TNI.
"Tiap bencana pasti melahirkan kepanikan, ketidakpastian, dan kebingungan bagi masyarakat yang tertimpa bencana alam. Kepanikan dan kebingungan itu harus dibawa ke arah keteraturan. Dalam hal ini, peran TNI sangat penting," ujarnya.Adhie menambahkan, TNI sangat dibutuhkan untuk menanggulangi korban bencana alam. TNI punya doktrin kedisiplinan sehingga dapat diandalkan untuk memobilisasi penanggulangan korban. "TNI menjalankan operation other than war. Di China kita saksikan tentara berbaju loreng berbaris rapi di tengah banjir menolong orang tua, anak-anak, dan wanita menyeberang," ujar Adhie.Penanggulangan korban bencana alam di Mentawai dan Yogyakarta, menurut Adhie, belum efektif dan kurang terkoordinasi.
"Kelemahan utama penanganan dampak bencana tsunami dan letusan Merapi yang dirasakan rakyat adalah lambannya mobilisasi peralatan utama penanggulangan bencana," katanya. Adhie mencontohkan, mobilisasi dapur umum untuk penyediaan makanan dan minuman bagi pengungsi terkesan lamban dilakukan. "Juga terkesan semrawut dalam hal evakuasi orang tua, anak-anak, dan wanita. Tidak tersedia kendaraan evakuasi. Di lokasi pengungsi bencana juga tidak tersedia air minum yang memadai. Penanganan harta benda pengungsi, seperti sapi dan barang berharga lain, tidak ada pihak yang mengaturnya. Penanganan korban di rumah sakit dan penyaluran bantuan masyarakat semuanya terkesan tanpa terorganisasi," ujarnya. Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kembali mengingatkan masyarakat bahwa aktivitas Gunung Merapi masih cukup berbahaya. Masyarakat diminta tetap berada di luar radius 10 kilometer dari puncak Merapi.
"Energi yang tersimpan di Gunung Merapi sekarang ini tiga kali lipat lebih besar dibanding energi letusan pada tahun 1997, 2001, dan 2006. Jadi, masyarakat harus tetap waspada dan menjauhi daerah berbahaya yang telah ditetapkan," kata Kepala PVMBG Surono di Yogyakarta, Minggu (31/10). Sementara itu, Minggu kemarin, Merapi kembali mengeluarkan sedikitnya lima kali letusan -- tiga kali di antaranya menyemburkan awan panas. Semalam, aktivitas Merapi bahkan makin meningkat.
Awan panas dan hujan debu yang disemburkannya mengakibatkan Bandara Adi Sumarmo, Solo, pun ditutup selama satu jam akibat terganggu hujan debu dari Merapi. Bandara itu ditutup mulai pukul 19.00 WIB karena gangguan hujan debu. Informasi ini diumumkan petugas PT Angkasa Pura melalui pengeras suara di Bandara Adi Sumarmo, Solo, Minggu. Korban tewas terkait letusan Gunung Merapi sendiri terus bertambah. Sabtu lalu, dua orang dilaporkan menyusul menjadi korban tewas. Ipoen, balita berusia 2 tahun dari Trihanggo, Sleman, meninggal dengan bibir berwarna biru. Menurut dokter yang memeriksanya, Ipoen diduga terlalu banyak menghisap debu dan abu vulkanik.
Korban tewas lain adalah Ny Sugiyem (70) dari Candi Binangun, Pakem, Sleman. Wanita ini cedera berat di bagian kepala akibat kecelakaan lalu lintas saat mengungsi. Data korban tewas terkait letusan Gunung Merapi hingga Minggu kemarin tercatat 37 orang. Sementara korban tewas akibat gelombang tsunami di Mentawai 449 orang plus 96 orang hilang.
"Sebelumnya, korban tewas berhasil ditemukan 413 orang, namun Minggu (31/10) sekitar pukul 12.25 WIB bertambah menjadi 449 orang," kata Kabid Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Ade Edwar, di Padang, Minggu. Sedangkan warga yang belum ditemukan Tim SAR akibat gempa dan tsunami ini berjumlah 96 orang.
Cuaca di sekitar Mentawai sendiri tidak bersahabat. Sabtu lalu, kapal milik PLN terbalik akibat dihantam gelombang besar di perairan pantai Mentawai ketika dalam perjalanan membawa barang dari posko bantuan bagi korban tsunami di Desa Saumanganyak. Menurut Humas PLN Sumbar, Edison, kapal itu berangkat dari Pelabuhan Sikakap membawa genset serta peralatan lain. "Satu kapal berisi 15 orang penumpang, sedangkan kapal yang lain berisi penumpang lima orang," katanya.
Minggu kemarin, helikopter yang membawa Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat Jusuf Kalla dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najjamudin tidak bisa kembali ke Bandara Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, karena cuaca buruk. (Antara/Feber Sianturi/Dwi Putro AA)
JAKARTA (Suara Karya): Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, TNI telah sangat intensif menanggulangi dan mengevakuasi korban bencana alam di Kepulauan Mentawai, Sumbar; maupun korban letusan Gunung Merapi, Yogyakarta. Hampir seluruh kekuatan TNI, katanya, dimobilisasi untuk membantu korban. "Panglima TNI telah memerintahkan seluruh jajaran TNI Angkatan Darat (AD), TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Udara (AU) agar aktif membantu para korban bencana," ujar Purnomo kepada Suara Karya di Padang, Sumbar, Sabtu (30/10). Menhan menjelaskan, tiga matra TNI telah mengirimkan armada masing-masing untuk mengangkut logistik ke lokasi bencana alam di Mentawai dan Yogyakarta ini. "Untuk membantu korban bencana di Mentawai, misalnya, TNI mengerahkan sekitar satuan setingkat batalyon plus alutsista darat, seperti TNI-AD mengerahkan helikopter, TNI-AL mengerahkan kapal LST dan KRI, serta TNI-AU mengerahkan pesawat Hercules dan Casa yang dipimpin langsung panglima kodam," ujar Purnomo.
Menhan menambahkan, sesuai UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, TNI bertugas melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP) dan operasi militer perang (OMP). "Dalam mempertahankan negara, TNI turut serta dalam penanggulangan korban bencana alam. TNI ikut membantu pencarian dan memberikan pertolongan dalam kecelakaan transportasi," ujarnya.Purnomo menegaskan, TNI siap melaksanakan tugas pokok sesuai UU tentang TNI, antara lain penanggulangan bencana alam. "Didukung aset yang dimiliki, TNI siap melaksanakan tugas nonperang," ujarnya.Secara terpisah, Ketua Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Masardi mengatakan, keberadaan TNI sangat strategis untuk mengatasi dan menanggulangi korban bencana alam di Mentawai dan Yogyakarta. Karena itu, Adhie menilai, pemerintah pusat maupun pemda tidak perlu sungkan meminta bantuan TNI.
"Tiap bencana pasti melahirkan kepanikan, ketidakpastian, dan kebingungan bagi masyarakat yang tertimpa bencana alam. Kepanikan dan kebingungan itu harus dibawa ke arah keteraturan. Dalam hal ini, peran TNI sangat penting," ujarnya.Adhie menambahkan, TNI sangat dibutuhkan untuk menanggulangi korban bencana alam. TNI punya doktrin kedisiplinan sehingga dapat diandalkan untuk memobilisasi penanggulangan korban. "TNI menjalankan operation other than war. Di China kita saksikan tentara berbaju loreng berbaris rapi di tengah banjir menolong orang tua, anak-anak, dan wanita menyeberang," ujar Adhie.Penanggulangan korban bencana alam di Mentawai dan Yogyakarta, menurut Adhie, belum efektif dan kurang terkoordinasi.
"Kelemahan utama penanganan dampak bencana tsunami dan letusan Merapi yang dirasakan rakyat adalah lambannya mobilisasi peralatan utama penanggulangan bencana," katanya. Adhie mencontohkan, mobilisasi dapur umum untuk penyediaan makanan dan minuman bagi pengungsi terkesan lamban dilakukan. "Juga terkesan semrawut dalam hal evakuasi orang tua, anak-anak, dan wanita. Tidak tersedia kendaraan evakuasi. Di lokasi pengungsi bencana juga tidak tersedia air minum yang memadai. Penanganan harta benda pengungsi, seperti sapi dan barang berharga lain, tidak ada pihak yang mengaturnya. Penanganan korban di rumah sakit dan penyaluran bantuan masyarakat semuanya terkesan tanpa terorganisasi," ujarnya. Sementara itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kembali mengingatkan masyarakat bahwa aktivitas Gunung Merapi masih cukup berbahaya. Masyarakat diminta tetap berada di luar radius 10 kilometer dari puncak Merapi.
"Energi yang tersimpan di Gunung Merapi sekarang ini tiga kali lipat lebih besar dibanding energi letusan pada tahun 1997, 2001, dan 2006. Jadi, masyarakat harus tetap waspada dan menjauhi daerah berbahaya yang telah ditetapkan," kata Kepala PVMBG Surono di Yogyakarta, Minggu (31/10). Sementara itu, Minggu kemarin, Merapi kembali mengeluarkan sedikitnya lima kali letusan -- tiga kali di antaranya menyemburkan awan panas. Semalam, aktivitas Merapi bahkan makin meningkat.
Awan panas dan hujan debu yang disemburkannya mengakibatkan Bandara Adi Sumarmo, Solo, pun ditutup selama satu jam akibat terganggu hujan debu dari Merapi. Bandara itu ditutup mulai pukul 19.00 WIB karena gangguan hujan debu. Informasi ini diumumkan petugas PT Angkasa Pura melalui pengeras suara di Bandara Adi Sumarmo, Solo, Minggu. Korban tewas terkait letusan Gunung Merapi sendiri terus bertambah. Sabtu lalu, dua orang dilaporkan menyusul menjadi korban tewas. Ipoen, balita berusia 2 tahun dari Trihanggo, Sleman, meninggal dengan bibir berwarna biru. Menurut dokter yang memeriksanya, Ipoen diduga terlalu banyak menghisap debu dan abu vulkanik.
Korban tewas lain adalah Ny Sugiyem (70) dari Candi Binangun, Pakem, Sleman. Wanita ini cedera berat di bagian kepala akibat kecelakaan lalu lintas saat mengungsi. Data korban tewas terkait letusan Gunung Merapi hingga Minggu kemarin tercatat 37 orang. Sementara korban tewas akibat gelombang tsunami di Mentawai 449 orang plus 96 orang hilang.
"Sebelumnya, korban tewas berhasil ditemukan 413 orang, namun Minggu (31/10) sekitar pukul 12.25 WIB bertambah menjadi 449 orang," kata Kabid Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Ade Edwar, di Padang, Minggu. Sedangkan warga yang belum ditemukan Tim SAR akibat gempa dan tsunami ini berjumlah 96 orang.
Cuaca di sekitar Mentawai sendiri tidak bersahabat. Sabtu lalu, kapal milik PLN terbalik akibat dihantam gelombang besar di perairan pantai Mentawai ketika dalam perjalanan membawa barang dari posko bantuan bagi korban tsunami di Desa Saumanganyak. Menurut Humas PLN Sumbar, Edison, kapal itu berangkat dari Pelabuhan Sikakap membawa genset serta peralatan lain. "Satu kapal berisi 15 orang penumpang, sedangkan kapal yang lain berisi penumpang lima orang," katanya.
Minggu kemarin, helikopter yang membawa Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat Jusuf Kalla dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najjamudin tidak bisa kembali ke Bandara Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, karena cuaca buruk. (Antara/Feber Sianturi/Dwi Putro AA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar