Rabu, 3 Februari 2010 - 11:14 wib
Fitra Iskandar - Okezone
JAKARTA - Brigjen (purn) Herman Sarens Sudiro sempat dijemput paksa Polisi Militer dari sebuah rumah di Bumi Telaga Golf Bumi Serpong Damai City 19 Januari lalu.Hari ini, Herman akan dihadapkan di Pengadilan Auditur Militer II. Dijadwalkan hari ini di Pengadilan Auditur Militer II di Pulogebang,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Maresekal Muda Sagom Tamboen kepada okezone, Rabu (3/2/2010).
Fitra Iskandar - Okezone
JAKARTA - Brigjen (purn) Herman Sarens Sudiro sempat dijemput paksa Polisi Militer dari sebuah rumah di Bumi Telaga Golf Bumi Serpong Damai City 19 Januari lalu.Hari ini, Herman akan dihadapkan di Pengadilan Auditur Militer II. Dijadwalkan hari ini di Pengadilan Auditur Militer II di Pulogebang,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Maresekal Muda Sagom Tamboen kepada okezone, Rabu (3/2/2010).
Menurut Sagom, Herman saat ini masih dirawat di rumah sakit, pihaknya juga belum mendapat kepastian apakah Herman dapat dihadirkan ke sidang pertamanya itu. Belum dapat berita (kepastiannya). Tapi kami harapkan bisa hadir, ” kata Sagom.Dia juga mengatakan jika Hermans tidak bisa dihadirkan maka kemungkinan besar sidang akan ditunda.Drama penjemputan mantan jenderal yang dikenal eksentrik karena kerap mengenakan pakaian ala Harley Davidson ini, terjadi sekira tiga hari di rumah Cluster Vermont Bumi Telaga Golf BSD. Mulanya Hermans menolak untuk dibawa pihak Polisi Militer, dikabarkan Herman bahkan sempat mengancam petugas dengan tembakan.
Setelah bernegoisiasi, akhirnya Herman bersedia untuk dibawa dengan catatan tidak menggunakan kendaraan Provost. Penjemputan itu juga melibatkan mantan Meneg Pora Adhyaksa Dault yang mengaku punya kedekatan khusus dengan jenderal yang hobi motor besar dan berburu ini.
Pihak TNI menyatakan, kasus yang menyeret Herman adalah perkara kepemilikan aset tanah milik TNI. Saat berpangkat kolonel dan menjabat sebagai komandan korps markas (Dankorma) Hankam, Herman, mewakili ABRI, menerima hibah dari beberapa pihak berupa tanah seluas 29 ribu meter persegi di Jalan Warung Buncit Raya, nomor 301, Jakarta Selatan.
Herman saat itu tidak mendaftarkan tanah ABRI tersebut ke kantor Agraria (BPN) untuk mengubah status tanah menjadi milik Dephankam atau Mabes ABRI. Dia justru berusaha menguasai milik tanah tersebut. Yang bersangkutan bertanggung jawab mengurus surat agar tanah bisa dikelola Dephankam ABRI, bukannya disertifikatkan atas nama pribadi dan atas nama keluarga," ujar Sagom beberapa waktu lalu.
Sementara Herman membantah bahwa tanah di Warung Buncit itu milik Hankam. Melalui surat yang diberikan kepada wartawan melalui supirnya pada saat pengepungan berlangsung, Herman menegaskan tanah itu telah dibelinya dari seorang pedagang bernama Ngudi Gunawan seharga Rp10 juta sekira tahun 1967.Herman juga memperkuat bantahannya dengan menyebarkan surat pernyataan para jenderal, yaitu Laksamana Muda Moelyono Silam, Jenderal Soemitro dan Mayor Jenderal Sastra Parwira. Dlam surat itu, para jenderal itu secara garis besar menyatakan tidak ada bukti bahwa tanah di Warung Buncit itu dibeli dengan uang dari Hankam.(fit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar