Soekarwo yang asal Madiun diduga menyelewengkan dana APBD Jatim untuk kepentingannya dalam Pemilihan gubernur 2008 lalu. KPK tengah menyelidiki kasus ini dan sudah memeriksa sejumlah saksi.
Surabaya, NusaBali
Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2008 yang dimenangi Soekarwo menyisakan persoalan serius. Bahkan, Pakde (sapaan Soekarwo) yang baru saja merayakan ulang tahun pertamanya sebagai Gubernur Jatim, sedang dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pejabat asal Madiun, Jatim ini diduga menyelewengkan dana APBD Jatim untuk kepentingannya saat pilgub. Diduga ada mark up belasan milyar rupiah dana pengadaan surat suara yang tendernya dimenangi PT Temprina Media Grafika. Selain tiu, diduga ada mark up dana pengadaan katu pemilih (formulir A) yang tendernya dimenangi PT jasindo tiga Perkasa. Disini KPK menemukan mark up Rp. 13.5 miliar. Nah, selisih-selisih dana itu diduga mengalir ke Soekarwo. Bahkan, KPK menyebut beberapa nama pengusaha jatim yang diduga terlibat mengatur mark up logistik pilgub tersebut.
KPK telah memeriksa beberapa saksi guna mengumpulkan barang bukti kasus ini. Salah satu yang diperiksa adalah mantan anggota KPU Jawa Timur Didik Prasetyono. Didik mengaku diperiksa KPK di Jakarta pada 14 januari 2010 lalu. Didik menjelaskan, materi pemeriksaan KPK terfokus pada penggunaan dana hibah senilai Rp. 850 miliar dari Pemprov Jatim yang diduga mengalir pada salah satu pasangan calon gubernur Jatim.
Didik sama sekali tak menyebut nama Soekarwo dalam bidikan KPK. Hanya saja, sasaran tembak KPK ditenggarai Soekarwo karena saat Pilgub digelar, Pakde menjabat Sekrov Jatim yang notabene ketua tim anggaran.
”Dalam surat pemanggilan disebutkan saya dimintai keterangan terkait digaan korupsi dana hibah pada APBD Jatim. Saya diperiksa sejak pukul 10.00 hingga 18.00 dengan 15 pertanyaan utama seperti tercantum dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan),” ujarnya saat dihubungi Surabaya Post di Surabaya, Selasa (16/2).
Sebelum pemeriksaan dirinya, kata Didik, penyidik KPK menyatakan sudah pernah datang ke Kantor KPU Jatim untuk mengumpulkan sejumlah bukti dan keterangan. Penyidik juga sudah menanyai sejumlah staf KPU Jatim. Selain Didik, anggota dan mantan anggota KPU lainnya juga direncanakan akan dipanggil KPK.
Didik menjelaskan, hibah APBD jatim untuk Pilgub Jatim 2008 senilai Rp. 850 miliar tersebut mengalir ke KPU, Panwaslu Jatim, Polda Jatim, dan Kodam V/Brawijaya. Masalah ada di dana yang mengalir ke KPU Jatim untuk logistik pemilu.
Oleh Penyidik KPK, Didik mengaku ditanya soal pengadaan sejumlah logistik pemilu. Antara lain terlait harga perkiraan sendiri (HPS) beberapa kebutuhan pemungutan suara dinilai terlalu mahal. ”Setidaknya menurut KPK, harga di Jatim terlalu mahal dibandingkan di Jateng dan Jabar,” jelasnya.
Dijelaskan Didik, kebutuhan surat suara Pulgub di jatim 2008 dengan jumlah pemilih 29,1 jiwa dianggarkan sebesar (PAGU) Rp 18.827.903.438. Pemenang tender surat suara ini adalah PT Temprina Media Grafika, dengan penawaran Rp 16.871.155.851.
Jika dibandingkan dengan Pilgub Jawa Tengah, kebutuhan dana untuk pengadaan surat suara 28,3 juta pemilih, KPU Jateng hanya menganggarkan (PAGU) Rp 3.372.-451.000 saja. Itu pun PT Lancar Abadi jaya sebagai pemenang tender hanya butuh Rp 2.187.627.272.
Kesimpulannya, KPU Jawa Tengah hanya butuh anggaran kurang dari Rp 3 miliar untuk memenuhi kebutuhan 28 juta kartu suara. Sementara pada Pilgub Jatim, KPU Jatim harus menganggarkan Rp 16,8 miliar untuk mencetak 29,1 juta surat suara.
Dugaan mark up juga terjadi pada kebutuhan kartu pemilih (Formulir A). Terjadi perbedaan mencolok antara Jatim dan Jawa Barat. Dengan asumsi jumlah pemilih yang hampir sama (sekitar 29 juta jiwa), ternyata untuk kebutuhan kartu pemilih (Formulir A), Pemprov Jabar hanya butuh Rp 5.000.000.000 seperti yang ditawarkan pemenang tender Percetakan Negara Republik Indonesia (Peruri).
Sementara di Jawa Timur dengan jumlah pemilih 29,1 juta jiwa, dana pengadaan kartu pemilih cukup fantastik. Ini diketahui dari harga penawaran pemenang tender PT Jasindo Tiga Perkasa, yakni Rp 18.837.583.297. Artinya terdapat selisih Rp 13,8 miliar antara Jatim dengan Jabar untuk pengadaan kartu pemilih (Formulir A).
Didik Prasetyono menambahkan, KPK mencurigai selisih harga itu dimanfaatkan untuk mendanai kampanye salah satu calon gubernur. Apalagi, saat KPK menanyai dirinya terkait orang-ornag yang dikenal dekat dengan salah satu calion gubernur.
”Saya ditanya apakah kenal pejabat-pejabat tertentu. Kebetulan menurut beberapa orang, pejabat dan orang-orang yang namanya disebut KPK itu disebut-sebut sebagai orang dekat salah satu calon gubernur,” terangnya.
Selain itu, Didik juga mengaku ditanya KPK soal sejumlah nama pengusaha. KPK menduga para pengusaha itu ikut terlibat dalam mengatur penggunaan dana hibah dari APBD Jatim untuk membiayai kampanye salah satu calon gubernur. ”Pengusaha yang disebut antara lain tercatat sebagai pengurus perkumpulan pengusaha,’ ucap Didik.
Didik mengatakan, pemeriksaan terhadap dirinya karena ia pernah menjadi ketua pokja logistik KPU Jatim. Dana hibah yang diduga dikorupsi kemungkinan dari anggaran pengadaan logistik pemilu.
”Pendanaan KPU, sesuai undang-undang, termasuk anggaran hibah. Tetapi, saya tidak tahu detil teknis penggunaan dana itu karena pengadaan diurus panitia. Apalagi tidak semua tahapan pemilihan saya ikuti karena saya mundur dari KPU per 22 September 2008. Setelah itu masih ada dua kali pemungutan suara,” ujarnya.
Anggota KPU Jatim yang masih aktif, Arif Budiman mengaku mendengar kasus ini. ”Saya memang sempat mendengar kabar itu tapi sampai sekarang saya blum menerima undangan KPK ke Jakarta,” ujarnya.
”Pada prinsipnya, klau saya dimintai keterangan, ya tentu saja bersedia,” imbuhnya.
Adjib Hamid, anggota KPU Jatim lainnya, mengaku tidak tahu menahu kasus itu. Alasannya, dia baru resmi sebagai anggota KPU Jatim saat KPU baru dibentuk masa bakti 2009-2014.
”Kalau kasus itu saya tidak ngerti sama sekali. Saya masuk sebagai anggota KPU kan ketika ada pergantian anggota. Jadi, saya tidak mengerti,” tuturnya.
Surabaya, NusaBali
Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2008 yang dimenangi Soekarwo menyisakan persoalan serius. Bahkan, Pakde (sapaan Soekarwo) yang baru saja merayakan ulang tahun pertamanya sebagai Gubernur Jatim, sedang dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pejabat asal Madiun, Jatim ini diduga menyelewengkan dana APBD Jatim untuk kepentingannya saat pilgub. Diduga ada mark up belasan milyar rupiah dana pengadaan surat suara yang tendernya dimenangi PT Temprina Media Grafika. Selain tiu, diduga ada mark up dana pengadaan katu pemilih (formulir A) yang tendernya dimenangi PT jasindo tiga Perkasa. Disini KPK menemukan mark up Rp. 13.5 miliar. Nah, selisih-selisih dana itu diduga mengalir ke Soekarwo. Bahkan, KPK menyebut beberapa nama pengusaha jatim yang diduga terlibat mengatur mark up logistik pilgub tersebut.
KPK telah memeriksa beberapa saksi guna mengumpulkan barang bukti kasus ini. Salah satu yang diperiksa adalah mantan anggota KPU Jawa Timur Didik Prasetyono. Didik mengaku diperiksa KPK di Jakarta pada 14 januari 2010 lalu. Didik menjelaskan, materi pemeriksaan KPK terfokus pada penggunaan dana hibah senilai Rp. 850 miliar dari Pemprov Jatim yang diduga mengalir pada salah satu pasangan calon gubernur Jatim.
Didik sama sekali tak menyebut nama Soekarwo dalam bidikan KPK. Hanya saja, sasaran tembak KPK ditenggarai Soekarwo karena saat Pilgub digelar, Pakde menjabat Sekrov Jatim yang notabene ketua tim anggaran.
”Dalam surat pemanggilan disebutkan saya dimintai keterangan terkait digaan korupsi dana hibah pada APBD Jatim. Saya diperiksa sejak pukul 10.00 hingga 18.00 dengan 15 pertanyaan utama seperti tercantum dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan),” ujarnya saat dihubungi Surabaya Post di Surabaya, Selasa (16/2).
Sebelum pemeriksaan dirinya, kata Didik, penyidik KPK menyatakan sudah pernah datang ke Kantor KPU Jatim untuk mengumpulkan sejumlah bukti dan keterangan. Penyidik juga sudah menanyai sejumlah staf KPU Jatim. Selain Didik, anggota dan mantan anggota KPU lainnya juga direncanakan akan dipanggil KPK.
Didik menjelaskan, hibah APBD jatim untuk Pilgub Jatim 2008 senilai Rp. 850 miliar tersebut mengalir ke KPU, Panwaslu Jatim, Polda Jatim, dan Kodam V/Brawijaya. Masalah ada di dana yang mengalir ke KPU Jatim untuk logistik pemilu.
Oleh Penyidik KPK, Didik mengaku ditanya soal pengadaan sejumlah logistik pemilu. Antara lain terlait harga perkiraan sendiri (HPS) beberapa kebutuhan pemungutan suara dinilai terlalu mahal. ”Setidaknya menurut KPK, harga di Jatim terlalu mahal dibandingkan di Jateng dan Jabar,” jelasnya.
Dijelaskan Didik, kebutuhan surat suara Pulgub di jatim 2008 dengan jumlah pemilih 29,1 jiwa dianggarkan sebesar (PAGU) Rp 18.827.903.438. Pemenang tender surat suara ini adalah PT Temprina Media Grafika, dengan penawaran Rp 16.871.155.851.
Jika dibandingkan dengan Pilgub Jawa Tengah, kebutuhan dana untuk pengadaan surat suara 28,3 juta pemilih, KPU Jateng hanya menganggarkan (PAGU) Rp 3.372.-451.000 saja. Itu pun PT Lancar Abadi jaya sebagai pemenang tender hanya butuh Rp 2.187.627.272.
Kesimpulannya, KPU Jawa Tengah hanya butuh anggaran kurang dari Rp 3 miliar untuk memenuhi kebutuhan 28 juta kartu suara. Sementara pada Pilgub Jatim, KPU Jatim harus menganggarkan Rp 16,8 miliar untuk mencetak 29,1 juta surat suara.
Dugaan mark up juga terjadi pada kebutuhan kartu pemilih (Formulir A). Terjadi perbedaan mencolok antara Jatim dan Jawa Barat. Dengan asumsi jumlah pemilih yang hampir sama (sekitar 29 juta jiwa), ternyata untuk kebutuhan kartu pemilih (Formulir A), Pemprov Jabar hanya butuh Rp 5.000.000.000 seperti yang ditawarkan pemenang tender Percetakan Negara Republik Indonesia (Peruri).
Sementara di Jawa Timur dengan jumlah pemilih 29,1 juta jiwa, dana pengadaan kartu pemilih cukup fantastik. Ini diketahui dari harga penawaran pemenang tender PT Jasindo Tiga Perkasa, yakni Rp 18.837.583.297. Artinya terdapat selisih Rp 13,8 miliar antara Jatim dengan Jabar untuk pengadaan kartu pemilih (Formulir A).
Didik Prasetyono menambahkan, KPK mencurigai selisih harga itu dimanfaatkan untuk mendanai kampanye salah satu calon gubernur. Apalagi, saat KPK menanyai dirinya terkait orang-ornag yang dikenal dekat dengan salah satu calion gubernur.
”Saya ditanya apakah kenal pejabat-pejabat tertentu. Kebetulan menurut beberapa orang, pejabat dan orang-orang yang namanya disebut KPK itu disebut-sebut sebagai orang dekat salah satu calon gubernur,” terangnya.
Selain itu, Didik juga mengaku ditanya KPK soal sejumlah nama pengusaha. KPK menduga para pengusaha itu ikut terlibat dalam mengatur penggunaan dana hibah dari APBD Jatim untuk membiayai kampanye salah satu calon gubernur. ”Pengusaha yang disebut antara lain tercatat sebagai pengurus perkumpulan pengusaha,’ ucap Didik.
Didik mengatakan, pemeriksaan terhadap dirinya karena ia pernah menjadi ketua pokja logistik KPU Jatim. Dana hibah yang diduga dikorupsi kemungkinan dari anggaran pengadaan logistik pemilu.
”Pendanaan KPU, sesuai undang-undang, termasuk anggaran hibah. Tetapi, saya tidak tahu detil teknis penggunaan dana itu karena pengadaan diurus panitia. Apalagi tidak semua tahapan pemilihan saya ikuti karena saya mundur dari KPU per 22 September 2008. Setelah itu masih ada dua kali pemungutan suara,” ujarnya.
Anggota KPU Jatim yang masih aktif, Arif Budiman mengaku mendengar kasus ini. ”Saya memang sempat mendengar kabar itu tapi sampai sekarang saya blum menerima undangan KPK ke Jakarta,” ujarnya.
”Pada prinsipnya, klau saya dimintai keterangan, ya tentu saja bersedia,” imbuhnya.
Adjib Hamid, anggota KPU Jatim lainnya, mengaku tidak tahu menahu kasus itu. Alasannya, dia baru resmi sebagai anggota KPU Jatim saat KPU baru dibentuk masa bakti 2009-2014.
”Kalau kasus itu saya tidak ngerti sama sekali. Saya masuk sebagai anggota KPU kan ketika ada pergantian anggota. Jadi, saya tidak mengerti,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar