Kamis, 04 Februari 2010

Penggusuran Rumah Dinas Prajurit TNI Kebijakan Serampangan

Sejumlah ibu warga Komplek Yon Angkub, menyanyikan lagu "Syukur" sebagai bentuk penolakan mereka atas rencana penggusuran.

Laporan wartawan KOMPAS Wisnu Dewabrata
Selasa, 2 Februari 2010 19:01 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah Markas Besar Tentara Nasional Indonesia atau Mabes TNI dan ketiga matra angkatan mengambil alih sejumlah aset rumah dinas prajurit TNI dinilai serampangan dan menggampangkan masalah.

Pendekatan yang diambil sekadar untuk mengeluarkan para penghuni lama dari rumah-rumah dinas tadi. Langkah penertiban rumah-rumah dinas prajurit TNI, yang belakangan digelar terbilang intens sampai kemudian memicu banyak kontroversi sekaligus penolakan dari para purnawirawan beserta anggota keluarga mereka, diyakini dilatari hal lain.Hal itu disampaikan peneliti senior asal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjojanto, Selasa (2/2/2010). Dia melihat seluruh langkah penertiban jauh lebih didorong oleh adanya penerapan kebijakan baru pemerintah, terutama terkait tertib anggaran dan aset negara.
Kemungkinan besar karena sekarang ada (kebijakan) sistem keuangan dan penganggaran baru, yang juga diterapkan di seluruh instansi pemerintah."Untuk itu, pendataan aset-aset negara yang ada mendesak untuk segera dilakukan dan diupayakan bisa segera selesai tahun ini," ujar Andi. Selain itu menurut Andi, Kementerian Pertahanan juga menginginkan perubahan mekanisme penganggaran khusus untuk bidang pertahanan, yang memungkinkan adanya mekanisme anggaran multi-tahun (multi-years), bahkan sampai mencakup sekaligus tiga perencanaan strategis (renstra) atau 15 tahun mendatang.Menurut Andi, semua itu hanya bisa terealisasi jika semua mekanisme anggaran dan pemanfaatan serta pertanggungjawaban aset negara di tubuh TNI dan Kementerian Pertahanan sudah beres dan tertata dengan baik, termasuk soal keberadaan aset sampai penggunaannya. "Sangat disayangkan, langkah yang diambil cenderung menggampangkan masalah. Apalagi para purnawirawan yang diusir itu tidak sedikit yang dahulu punya jasa besar dan pernah dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah, misalnya karena terlibat dalam pertempuran atau operasi tertentu," ujar Andi.

Andi mendesak pemerintah berani mencari skema moratorium dengan menetapkan kondisi status quo terhadap aset-aset rumah prajurit TNI tadi ketimbang sekadar menggusur. "Malah jika memungkinkan, juga diatur soal ganti kerugian terhadap para penghuni yang telah lama tinggal di situ. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus berani menjadikan, misalnya, membangun kekurangan perumahan prajurit TNI sesuai kebutuhan saat ini, dengan menjadikannya semacam mega proyek yang pelaksanaan pembangunannya diserahkan ke instansi lain semacam kementerian bidang perumahan rakyat," tambah Andi.Selain itu pada masa mendatang, pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pertahanan juga harus bisa memasukkan komponen tunjangan perumahan bagi para prajurit TNI dalam struktur penggajian (remunerasi) sehingga memungkinkan mereka memiliki rumah pribadi dan bukannya dalam bentuk rumah dinas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog