Minggu, 11 Juli 2010 20:14 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga almarhum Brigjen TNI (Purn) Herman Sarens Sudiro menyerahkan sepenuhnya tanah sengketa di Mampang Prapatan kepada TNI. Hal ini sekaligus mengakhiri semua polemik sengketa tanah yang pernah terjadi antara almarhum Herman Sarens dengan TNI. "Kami sekeluarga sudah sepakat dan menandatangani agar tanah itu diserahkan ke Panglima TNI," kata Yuni Heryani Sudiro, anak ketiga Herman Sarens, saat ditemui di rumah duka, Jalan Daksa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (11/7/2010).
Brigjen TNI (Purn) Herman Sarens Sudiro tutup usia pada siang tadi karena sakit komplikasi yang dideritanya. Almarhum wafat dalam usia 82 tahun setelah dirawat cukup lama di RS Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. Sementara itu, dalam kesempatan yang sama kuasa hukum keluarga Herman Sarens, Farida Sulistyani mengatakan, kasus penyalahgunaan aset negara yakni tanah milik TNI yang melibatkan kliennya telah ditutup.
Dia menyebutkan, sekitar dua pekan lalu, hakim Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta memutuskan bahwa tuntutan Oditur Militer terhadap Herman Sarens tidak bisa dilanjutkan. "Karena hasil pemeriksaan dokter RSPAD menyatakan bahwa bapak itu mengalami sakit terus menerus dan tak mungkin dihadirkan di persidangan," tuturnya. Atas putusan Hakim Pengadilan Tinggi Militer tersebut, Farida menyebutkan, pihak TNI sudah menyatakan menerima keputusan tersebut. "Ya, mereka menerima," imbuhnya. Herman diduga menguasai tanah aset negara yang dikelola TNI di Jalan Warung Buncit Raya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan saat dia menjabat Komandan Korps Markas TNI.
Tanah yang sudah menjadi obyek sengketa tersebut sudah tercatan sebagai inventaris kekayaan negara (IKN), sehingga TNI berkewajiban mengambil kembali dari Herman. Herman diketahui tidak mendaftarkan tanah itu ke Kantor Agraria untuk mengubah status tanah itu menjadi milik Dephankam/Mabes TNI. Ia malah berusaha menguasai tanah tersebut dengan membuat enam sertifikat hak milik atas nama ibu dan istrinya.
Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Henry Willem mengatakan, Herman dikenai Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 415 KUHP tentang kejahatan jabatan dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga almarhum Brigjen TNI (Purn) Herman Sarens Sudiro menyerahkan sepenuhnya tanah sengketa di Mampang Prapatan kepada TNI. Hal ini sekaligus mengakhiri semua polemik sengketa tanah yang pernah terjadi antara almarhum Herman Sarens dengan TNI. "Kami sekeluarga sudah sepakat dan menandatangani agar tanah itu diserahkan ke Panglima TNI," kata Yuni Heryani Sudiro, anak ketiga Herman Sarens, saat ditemui di rumah duka, Jalan Daksa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (11/7/2010).
Brigjen TNI (Purn) Herman Sarens Sudiro tutup usia pada siang tadi karena sakit komplikasi yang dideritanya. Almarhum wafat dalam usia 82 tahun setelah dirawat cukup lama di RS Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. Sementara itu, dalam kesempatan yang sama kuasa hukum keluarga Herman Sarens, Farida Sulistyani mengatakan, kasus penyalahgunaan aset negara yakni tanah milik TNI yang melibatkan kliennya telah ditutup.
Dia menyebutkan, sekitar dua pekan lalu, hakim Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta memutuskan bahwa tuntutan Oditur Militer terhadap Herman Sarens tidak bisa dilanjutkan. "Karena hasil pemeriksaan dokter RSPAD menyatakan bahwa bapak itu mengalami sakit terus menerus dan tak mungkin dihadirkan di persidangan," tuturnya. Atas putusan Hakim Pengadilan Tinggi Militer tersebut, Farida menyebutkan, pihak TNI sudah menyatakan menerima keputusan tersebut. "Ya, mereka menerima," imbuhnya. Herman diduga menguasai tanah aset negara yang dikelola TNI di Jalan Warung Buncit Raya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan saat dia menjabat Komandan Korps Markas TNI.
Tanah yang sudah menjadi obyek sengketa tersebut sudah tercatan sebagai inventaris kekayaan negara (IKN), sehingga TNI berkewajiban mengambil kembali dari Herman. Herman diketahui tidak mendaftarkan tanah itu ke Kantor Agraria untuk mengubah status tanah itu menjadi milik Dephankam/Mabes TNI. Ia malah berusaha menguasai tanah tersebut dengan membuat enam sertifikat hak milik atas nama ibu dan istrinya.
Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Henry Willem mengatakan, Herman dikenai Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 415 KUHP tentang kejahatan jabatan dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar