Senin, 19 Juli 2010
JAKARTA (Suara Karya): Tujuh negara yang diwakili oleh masing-masing Kepala Staf Angkatan Laut akan membahas dan mengevaluasi pelaksanaan patroli terkoordinasi di Selat Malaka. Rapat evaluasi itu dilaksanakan mulai 18-19 Juli 2010 di Batam, Indonesia.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Herry Setianegara kepada Suara Karya di Jakarta, Minggu (18/7) mengatakan, tujuh negera yang terlibat dalam evaluasi (review) etroli terkoordinasi Selat Malaka, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam dann Filipina. "Tujuh Kepala Staf Angkatan Laut masing-masing negara, termasuk KSAL (Laksamana TNI Agus Suhartono) mengikuti review Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) 2010.," ujarnya. Sebelumnya, Pangarmabar, Laksda TNI Marsetio bersama isteri Penny Iriana Marsetio menyambut kedatangan Kepala Staf AL Malaysia Laksamana Tan Sri Abdul Aziz bin HJ Jaafar di Batam.
Menurut Herry, evaluasi Patroli Terkoordinasi kawasan laut Selat Malaka tak terlepas dari kebutuhan masing-masing negara terhadap keamanan di kawasan Selat Malaka. Sebab, laut di selat itu menghubungkan langsung langsung dengan perbatasan maritim Malaysia, Vietnam, Singaura, Thailand, Filipina dan Brunai. Seperti, Selat Malaka dibatasi Pulau Rondo hingga Pukhet di sebelah utara dan di sebelah selatan dibatasi oleh Pulau Karimun hingga Tanjung Piai, dengan panjang seluruhnya mencapai sekitar 500 mil atau 926 kilometer.
Selain itu, ia menambahkan, Selat Malaka yang memiliki intensitas transportasi perairan terpadat di dunia juga memiliki potensi kerawanan. Bahkan, ancaman di Selat Malaka cuku beragam dari mulai dari pelanggaran dokumen kapal, penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal lokal mauun kaal asing, kejahatan perompakan hingga penyeludupan senjata dan terorisme. "Ancaman yang cukup beragam ini sesuai dengan geografis selatnya sebagai jalur transportasi internasional dan banyak menyimpan kekayaan alam," ujar Herry. Ia mengharapkan, patroli terkoordiniasi tujuh negara bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan gangguan keamanan yang akan terjadi di wilayah Indonesia maupun wilayah barat Indonesia. "Selat Malaka jadi strategis untuk mendorong perekonomian nasional Indonesia, khususnya di bagian barat Indonesia," ujarnya.
Dukungan Teknologi
TNI Angkatan Laut melalui Armabar telah beruaya maksimal untuk menjaga keamanan di laut Selat Malaka sekaligus menjaga perbatasan yang masuk ke dalam perbatan NKRI dengan negara tetangga. Namun, untuk mengefektifkan pengamanan laut dan menjaga perbatasan, dikatakan Herry, TNI AL dipastikan membutuhkan dukungan teknologi untuk menndukung misi dan visi pengemanan Malaka dan perbatasan. Artinya, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki TNI AL akan lebih mumpuni apabila diimbangi dengan dukungan teknologi canggih. (Feber Sianturi)
JAKARTA (Suara Karya): Tujuh negara yang diwakili oleh masing-masing Kepala Staf Angkatan Laut akan membahas dan mengevaluasi pelaksanaan patroli terkoordinasi di Selat Malaka. Rapat evaluasi itu dilaksanakan mulai 18-19 Juli 2010 di Batam, Indonesia.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Herry Setianegara kepada Suara Karya di Jakarta, Minggu (18/7) mengatakan, tujuh negera yang terlibat dalam evaluasi (review) etroli terkoordinasi Selat Malaka, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam dann Filipina. "Tujuh Kepala Staf Angkatan Laut masing-masing negara, termasuk KSAL (Laksamana TNI Agus Suhartono) mengikuti review Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) 2010.," ujarnya. Sebelumnya, Pangarmabar, Laksda TNI Marsetio bersama isteri Penny Iriana Marsetio menyambut kedatangan Kepala Staf AL Malaysia Laksamana Tan Sri Abdul Aziz bin HJ Jaafar di Batam.
Menurut Herry, evaluasi Patroli Terkoordinasi kawasan laut Selat Malaka tak terlepas dari kebutuhan masing-masing negara terhadap keamanan di kawasan Selat Malaka. Sebab, laut di selat itu menghubungkan langsung langsung dengan perbatasan maritim Malaysia, Vietnam, Singaura, Thailand, Filipina dan Brunai. Seperti, Selat Malaka dibatasi Pulau Rondo hingga Pukhet di sebelah utara dan di sebelah selatan dibatasi oleh Pulau Karimun hingga Tanjung Piai, dengan panjang seluruhnya mencapai sekitar 500 mil atau 926 kilometer.
Selain itu, ia menambahkan, Selat Malaka yang memiliki intensitas transportasi perairan terpadat di dunia juga memiliki potensi kerawanan. Bahkan, ancaman di Selat Malaka cuku beragam dari mulai dari pelanggaran dokumen kapal, penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal lokal mauun kaal asing, kejahatan perompakan hingga penyeludupan senjata dan terorisme. "Ancaman yang cukup beragam ini sesuai dengan geografis selatnya sebagai jalur transportasi internasional dan banyak menyimpan kekayaan alam," ujar Herry. Ia mengharapkan, patroli terkoordiniasi tujuh negara bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan gangguan keamanan yang akan terjadi di wilayah Indonesia maupun wilayah barat Indonesia. "Selat Malaka jadi strategis untuk mendorong perekonomian nasional Indonesia, khususnya di bagian barat Indonesia," ujarnya.
Dukungan Teknologi
TNI Angkatan Laut melalui Armabar telah beruaya maksimal untuk menjaga keamanan di laut Selat Malaka sekaligus menjaga perbatasan yang masuk ke dalam perbatan NKRI dengan negara tetangga. Namun, untuk mengefektifkan pengamanan laut dan menjaga perbatasan, dikatakan Herry, TNI AL dipastikan membutuhkan dukungan teknologi untuk menndukung misi dan visi pengemanan Malaka dan perbatasan. Artinya, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki TNI AL akan lebih mumpuni apabila diimbangi dengan dukungan teknologi canggih. (Feber Sianturi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar